PINTA...

61 4 0
                                    

Setelah Dianta keluar dari kamar ibu, aku pura-pura tidak tahu, agar tidak menjadi sesuatu yang berkelanjutan. Aku mendekat ke ibu. Kami bersenda gurau, bercerita tentang hidupku di Jakarta yang serba keras, hingga bercerita tentang masa kecil ku.

"Inget gak nang (sebutan untuk anak cowo, kependekan dari lanang) dulu kamu suka banget ngemut dot walau habis susunya" ibu mengingat-ngingat.

"Wahh, Rinan sudah lupa bu, sepertinya sedikit ingat, haha" jawabku dengan tertawa.

"Ia, kamu dulu selalu ngemut empeng dimana aja, sampe kamu dimarahin om joko karena ngempeng terus, kamunya ga ngirauin dia. Asik aja ngempeng, haha" balas ibu dengan tertawa.

"Rinan ingetnya waktu kita bersihin salju bareng-bareng didepan rumah bu, waktu kita masih di denmark. Rinan kepeleset sampe celana Rinan melorot, haha"

"Ia.., ibu inget juga yang itu, terus kamu sama revina rebutan sekop sampe tangan kamu sama tangan revina lengket di sekop karena dingin kan, hahaha"

"Ia bu, hahaha"

Ibu pun diam sejenak.

"Ga kerasa ya, Rinan sekarang udah besar banget." mulai ibu kembali.

"Ibu kagum sama kamu nang, bisa survive di Jakarta sendirian sampai sukses, senang sekali punya anak sepertimu"

Aku tak bisa membalas, hanya tersenyum.

"Nang, ibu ada pesan untukmu" ibu berbicara pelan.

"Pesan apa bu?" jawabku.

"yang pertama, perbaikilah hubunganmu dengan bapak, dia sudah melupakan semua kejadian kemarin. temui dia, dan berbincanglah kalian sebagai laki-laki"

" Ia bu, Rinan akan coba"

Ibu membalas dengan senyum sembari mengusap kepalaku.

"Yang kedua, pinta ibu sangat berat, namun ini memang benar-benar pinta ibu" lanjut ibu

"Apa bu? Rinan akan menyanggupi semua pinta ibu" jawabku.

Ibu diam kembali, sepertinya memilih kosa kata yang tepat.

"Perbaiki kembali hubunganmu dengan dianta. Ibu sadar bahwa dia adalah wanita paling tulus yang pernah ibu kenal, jadi perbaikilah kembali hubunganmu dengan dia" kata ibu.

"Kenapa dia adalah wanita paling tulus bu?" tanyaku.

"Salah satu kasta terbesar dalam mencintai seseorang adalah merelakannya pergi, dan dia sudah melakukannya" lanjut ibu.

"Merelakan siapa bu? Rinan belum pernah tau bahwa Dianta mencintai seseorang"

Ibu kembali terdiam sambil menarik nafas panjang.

"Merelakanmu" jawab ibu.

" Dia dengan ikhlas merelakanmu pergi dari hidupnya. Bahkan dia tak pernah menyalahkanmu, dia menyalahkan dirinya sendiri, dia merasa telah berbuat salah padamu" lanjut ibu.

"Semua karena cintanya kepadamu sangat besar" sambung ibu, kemudian terdiam.

"Dianta berpesan kepada ibu sambil menangis, 'aku mencintai dia dengan tau diri serta tau batas, tanpa menuntut balas' dan ibu hanya bisa memeluknya kala itu" jelas ibu sambil berkaca-kaca.

Aku hanya bisa terdiam, dan membisu. Aku seakan-akan menjadi laki-laki paling berengsek didunia, membuat seorang wanita yang tulus mencintaiku menangis karena ku.

"Ibu hanya berpesan, ibu ingin kamu bisa menemukan calon pasangan hidupmu. Kalau kalau ibu tidak bisa melihatmu lagi" pesan ibu, yang membuatku takut.

"Ibu jangan ngomong begitu bu, ibu sehat kok. Sampai rinan menikah bakal sama ibu bapak" tepis ku meyakinkan pesimis ibu.

"Hanya sedikit pinta ibu,tak usah muluk muluk, cukup temui pasangan hidupmu, itu saja"

Aku sedikit termenung, kemudian ibu memejamkan matanya untuk istirahat.

"Ibu cepat sembuh ya" kataku sambil mencium kening ibu, lalu meninggalkan ibu, karena genthung yang bergantian menjaga ibu sudah datang.

Aku ambil kunci mobil dari genthung, lalu bergegas pergi mencari hotel untuk meletakan barangku.

Pernahkah kalian berfikir tentang bagaimana mekanisme manusia mencintai seseorang? Terkadang aku memikirkan hal itu.

Menurutku, cinta atau sayang itu datang tanpa sebab. Ia datang seperti hujan, tak pernah diinginkan, namun membawa kesejukan semesta.

Aku tak percaya jika seseorang mengungkapkan cinta dengan alasan. Seperti "karena kamu cantik" atau yang lebih klasik "karena kamu apa adanya".

Karena sepahamku, cinta itu tidak beralasan, cinta datang tanpa memikirkan waktu, tanpa melihat kondisi, tanpa ancang-ancang.

Mungkin begitulah Dianta padaku.

Entah bagian mana dari fisikku yang bisa membuatnya mencintai sebegitu hebatnya.

Kata-katanya yang dia ucapkan pada ibu, masih terngiang di otakku. Wanita setulus dia, secantik dia, rela mencintai sebelah hati, tanpa diketahui, dan menyimpan perihnya sendiri.

Dia tidak menuntut balas, bahkan dia tau batas.

Sejenak, aku berfikir sebagai laki-laki bajingan, membiarkan sang surga menangis karenaku.

Akupun menemukan hotel untuk tempatku menginap beberapa hari. Sesampai di hotel, aku mengabarkan bos ku, untungnya dia mengijinkan ku untuk cuti.

"Huhhh..., lelahnya" benakku bicara, sembari menurunkan barang.

Secepat mungkin aku masuk ke hotel, kutitipkan barangku pada bell boy. Menyelesaikan administrasi, dan mendapat kunci kamar. Segera aku menaiki lift, menuju kamarku, dan membanting diri ke kasur.

Sambil seraya berfikir, bagaimana mewujudkan pinta ibu...

........................

THANKS BERAT!!! untuk kalian yang udah baca cerita ini.
Insyallah cerita ini akan terus berlanjut, doakan lancar ya.

Please vote dan beri masukan untuk novel ini ya guys, itu adalah bentuk dukungan kalian kepada penulis, agar kedepannya bisa jadi lebih baik lagi.

merci beaucop😀😀

R E I NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang