SATU HARI ENTAH KAPAN
"Wahh, sudah jam 10..." gumam ku setelah bangun tidur dan melihat jam.
Hari ini ibu pulang, kata dokter memang sudah diperbolehkan. Sebelum aku kembali ke Hotel, malam itu ibu berpesan untuk jam 12 saja ke Rumah Sakit. Maklum, aku baru pulang dari Rumah Sakit tepat setelah sholat subuh.
Aku bergegas mandi, memakai baju polo putih dan celana chino warna krem, dan langsung meluncur ke Rumah Sakit, tepat jam setengah 11.
"Rinan dimana? Ibu sudah tidak betah disini..." kata ibu merengek dalam telfon.
"Sabar ya bu, aku lagi di jalan, sebentar lagi sampai kok" kataku menenangkan ibu.
Beberapa waktu berlalu.
Sesampainya di Rumah Sakit, aku langsung menuju kamar ibu, menemani asisten ibu berbenah peralatan ibu, mengurus administrasi, dan menunggu genthung menjemput kami.
"Akhirnya Ibu bisa menghirup udara segar..." ucapnya dengan senyum lebar diwajah.
"Ia, ibu udah sembuh kok, udah sehat" balasku.
Aku membantu mendorong kursi roda ibu, sedangkan Genthung membantu asisten ibu mengangkat barang ibu.
Kami harus ke ruang dokter ibu, Seraphin, untuk sekedar melapor kesehatan ibu.
"Wahhh, ibu sudah senyum senyum nih, udah sehat banget tandanya" suara seraphin memecah sepi ruang dokter.
"Ia dong, kan saya ke sini cuman liburan, udah bosen, jadi pulang deh dok" jawab ibu dengan tertawa lepas.
Kami pun berbincang sembari menemani ibu di periksa. Hanya kami bertiga, aku, ibu, dan seraphin.
"Wah, ibu ga tau ya? Saya ini temannya Rinan bu" jelas Seraphin di sela-sela perbincangan.
"Wah, iya ya Rinan?" tanya ibu
"Wahh, parah lo nan ga ngasih tau ibu, hihihi" balasnya sambil tertawa jahil.
"Iya bu, Rinan lupa kasih tau ibu, Seraphin ini temen ku" jawabku.
"Hebat ya teman-teman Rinan" kata ibu.
"Karena anaknya hebat juga bu, hehe" jawab ku angkuh.
"jangan salah nan"--sembari memeriksa badan ibu--"anak hebat dipengaruhi ibu yang kuat dan hebat lho" terang seraphin, membantah celoteh ku.
sesi pemeriksaan pun selesai, ibu dan aku berpamitan kepada seraphin.
"Terima kasih ya nak, main-main ke rumah kalau ada waktu" ibu memeluk seraphin, tanda berpisah.
"Iya bu, nanti saya main ke rumah, tapi ada Rinannya ya bu" senyum seraphin.
Kami pun pulang, ibu kembali ke rumah.
Mobil sengaja di supiri Genthung, "biar ga ada apa apa mas, hehehe" kata genthung.
Kami masuk rumah dengan aman, namun aku sedikit gelisah, kalau-kalau terjadi hal seperti kemarin.
Ravina, adikku, dan Bu Sriti sudah menunggu di depan pelataran rumah.
Mobil pun terparkir di halaman, ku bantu menurunkan ibu dari mobil ke kursi rodanya, Ravina langsung menghampiri dan memeluk ibu, "selamat datang kembali bu" senyum Ravina.
Ravina pun membawa ibu masuk, aku membantu Genthung menurunkan barang ibu dari mobil.Dirasa sudah habis, kami pun menutup bagasi mobil, dan bersama masuk ke rumah.
"Sepertinya ibu sudah lama ya meninggalkan rumah" ibu memandangi seisi rumah dari kursi rodanya.
"ibu baru pergi satu minggu padahal bu..." Ravina tertawa. "Kaya udah setahun aja bu" lanjutnya.
"SIAPA SURUH KAMU MENGINJAKAN KAKI DI RUMAH INI !" gelegar suara bapak memenuhi rumah.
Kami semua kaget bukan kepalang, termasuk ibu yang baru sembuh sakit.
"Ravina, Dewani, masuk!" perintah bapak.
"tapi pak..." sela Ravina.
"Jika menurut, masuk. Jangan ada lagi keluargaku yang hilang karena membantah !" keras bapak.
Ravina dan ibu pun menurut, mereka masuk ke dalam kamar.
"Kalian juga, keluar !" suara bapak mengagetkan genthung dan asisten ibu.
"kerjakan tugas...""Jika ada masalah dengan saya, jangan bapak marahi orang lain!" sela ku di tengah omongan bapak.
" siapa kamu? Berani sekali kamu menjawab ya !" bapak berang.
"Saya keluargamu, yang anda buang hanya karna tak bisa menuruti keegoisan anda" ucapku sedikit membentak.
Bapak terdiam membelalak.
"Tak ada sedikitpun niat saya untuk menginjakan kaki ke rumah ini, hanya karena rindu. Ataupun ingin bertemu dengan anda, manusia paling egois yang tega membuang anaknya hanya demi harga diri" Jawabku.
air mataku menetes seketika.
"saya kemari hanya demi ibu saya, manusia yang saya hormati," --aku mengelap air mataku--"yang bahkan sedikitpun tak pernah egois."
Bapak masih terdiam, tidak beranjak dari tempat.
" Saya akan pulang, dan pergi dari tempat ini. Anda tak perlu mengusir saya untuk yang kedua kalinya" tukasku.
Sambil menyela air mata, aku memutar badan untuk segera meninggalkan rumah itu, rumah milik Danudireja, bapakku.
"Den, mau saya antar?" sodor genthung.
aku hanya mengangguk
Aku pun berjalan pergi meninggalkan rumah itu, bapak membalikan badan sembari menggelengkan kepalanya.
Mobil yang di sopiri genthung pun meninggalkan rumah itu. Aku hanya menunduk. Kesal, sedih, bercampur aduk.
"Sampai sini saja " isyaratku menghentikan mobil.
"Terima kasih ya Genthung," kataku. "titip ibu dan Ravina ya" lanjutku sambil membuka pintu mobil.
Dari gerbang depan rumah bapak, aku melanjutkan naik transportasi online.
Ini memang benar menyakitkan. Keberadaanku benar-benar telah musnah dari mata bapak. Aku hanya bisa terdiam, menangis, tak tahu harus apa.
Dari mata Genthung tersirat wajah sedih, dia tak tahu harus bagaimana menghadapi konflik pelik ini. Akupun begitu, tak tahu harus apa.
Sesampai di hotel, aku mencoba merebahkan badanku, membenamkan kepala kedalam hangatnya kasur. "Semua tidak apa-apa Rinan, kamu bisa berkembang tanpanya" ucapku dalam hati.
Tanpa sadar aku terlelap.
Detik waktu menunjukan pukul lima lewat 40 menit. Tidurku cukup untuk meringankan kerja otakku.
Ku gapai gawaiku, untuk melihat sosial mediaku.
"7 panggilan tak terjawab" sebuah teks terpampang di layar handphone.
"Seraphin" nama itu tertulis.
"untuk apa Seraphin menelfonku?" Sebuah pertanyaan muncul di benakku.
Ku scroll notifikasi handphone-ku.
Ternyata, Seraphin juga mengirimku pesan.
"Bisa kita bertemu?" pesan itu kubaca.
Bingung menyambar diriku. Apa tujuan Seraphin ingin menemuiku?
.......
Assalamualaikum
Hallo reader ku yang setia nunggu 😁😁
Maafkan author ya yang sempat berhenti menulis karena satu dan lain hal.
Bantu support terus ya. kalau berkenan, sebarkan dan beri vote serta komentar, untuk hasil menulis yang lebih baik.
Merci beaucop 😁😉
KAMU SEDANG MEMBACA
R E I N
RomanceTentang cinta, tentang hidup, tentang rasa, tentang perjalanan. Hai! aku Rinan.