Part4

42 6 1
                                    

Mengingat pagi ini sekolah, rasanya tempat tidur semakin posesif terhadapku. Dia tidak mengijinkan aku meninggalkan nya. Haha halusinasi anak malas di pagi hari disaat rasanya badan enggan untuk meninggalkan tempat tidur.

Tapi Gea sudah tidak merasakan sakit lagi di kakinya, mungkin karna obat yang dikasih Eza semalam. Benar sekali, ternyata Eza tau betul soal obat nyeri-nyeri. Sejak kemarin, Gea pun merubah cara berfikir nya soal Eza. Yang tadinya mungkin bisa setiap kali melihat Eza langsung saja Gea berfikiran buruk. Tapi tidak untuk hari ini dan seterusnya mungkin, karna mengingat kemarin malam Eza dengan wajah yang begitu khawatir melihat Gea terluka, padahal hanya luka lecet dan sedikit bengkak.

Gea buru-buru keluar dari kamar setelah siap berangkat sekolah. Karna berharap bisa sarapan bareng pagi ini bersama papah nya, walaupun sebenarnya Gea tau papah nya suka berangkat pagi-pagi buta sebelum Gea bangun.
Tapi tidak untuk hari ini, Gea akhirnya bisa sarapan bersama papah nya.

"Papah belum berangkat ? Tumben?" kata Gea yang sambil menduduki bangku.

"Sengaja, biar bisa sarapan bareng kamu. Udah lama banget kita gak sarapan bareng kan ?"

"Iyaa" jawab Gea.

Tapi aneh, ada yang berbeda dari raut wajah papah,
Pikir Gea dalam hati.

"Papah kenapa ?" akhirnya ku putuskan bertanya.

"Apa ? Siapa kenapa ?" jawab papah seperti orang melamun yang di kaget kan.

"Papah mikirin apa ? Spp Gea ?"

"Spp ? Loh kan sudah papah lunas kan spp sampai akhir tahun. Apa yang harus dipikirkan sayang" kata papah dengan tenang.

"Terus papah kenapa ? Kaya lagi mikirin sesuatu yang rumit"

"mamah sakit Ge" kata papah pelan

"Sakit ? Sakit apa pah ? Ayo kita ke bandung lihat mamah" kata Gea yang raut wajah nya langsung berubah.
Baru saja merasakan senang karna bisa sarapan bersama papah nya, tapi sudah dapat kabar yang menurut Gea lebih buruk daripada tidak sarapan bersama papah nya.

"papah gak bisa libur Ge"

"Loh ? Ini urusan mamah pah, Gea gak bisa cuma diam diri aja di sini, sedangkan mamah disana sakit"

Papah pun terdiam melihat nada bicaraku yang mungkin bisa dibilang keras. aku tidak pernah bicara sekencang ini kepada papah, tapi untuk pertama kalinya papah membuat ku terpaksa harus bicara seperti itu, karna lebih mementingkan pekerjaan daripada kesehatan mamahku.

"Pahh ? Ko diem ? Oke kalo emang papah gak bisa. Aku yang pergi sendiri ke bandung"
Kata Gea dengan langsung membawa tas nya, dan berjalan ke luar rumah meninggalkan papah nya dengan begitu saja dengan air mata yang terus menerus keluar dari matanya.

Semesta tidak pernah adil, kenapa rasanya belakangan ini aku terus terusan diberi sedih ? Mungkin beberapa bisa ku lewatkan tanpa tangis. Tapi untuk kali ini, aku tidak bisa.

Gea terus berjalan menuju depan komplek, tidak perduli sekarang jam berapa, dan telat atau tidak untuk kesekolah.
Tiba-tiba Hanan dari jauh mencoba melihat dengan jelas, dan mengenali cara berjalan perempuan yang ada didepan nya,yang jaraknya tidak terlalu jauh darinya.

"Hai,Gea Arradea Putri" sapa Hanan

Gea hanya melihat ke arah Hanan sebentar dengan air mata yang masih sangat basah di pipinya.

"Loh loh, tunggu tunggu" Hanan mencoba menghentikan langkah Gea, dan memberhentikan laju motornya.

"hei, kenapa ? Ko nangis?"

GeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang