Perawan di Tengah Gigitan (?)

454 8 0
                                    

Terlahir sebagai perempuan, dulu terkandung pula sebagai perempuan. Dulu masih mau dijamah lelaki demi bisa mandi bersama. Tapi, seusai tetek membesar, malu juga ikut besar. Sebagai perempuan, harus mau jaga diri, kalau tidak?? Kelak akan menuai bayi, sendiri!!

Aisyah, perempuan itu. Duduk dia bersama Fauzi. Pelajar abu-abu yang masih lugu ilmu. Duduk berdekatan tapi tidak pacaran. Celana masih sama tinggi tapi tak ada birahi. Sandal bersentuhan karna ada rindu yang kasmaran. Laki-perempuan, dalam satu teras halaman.

"Aisyah, dulu kita sering mandi bareng ya?", Fauzi mengawali.

"Ah iya, kamu sering menggoda aku. Kamu dulu nakal. Khan sering aku menangis gara-gara kamu mengucek mataku pake sabun. Pedas, tahu!!". Dan Aisyah mulai cerita.

Perempuan: paling suka diajak bicara, apalagi membongkar kenangan bahagia.

"Senang ya mandi bersama", Aisyah melirih.

"Aisyah, tapi tetekmu dulu tak sebesar sekarang"

"Aha... kamu mau nakal lagi sama aku sekarang?". Lihatlah, Aisyah tidak marah.

Fauzi tersipu. Antara malu dan nafsu. Tapi juga ragu dan mau.

"Tapi sayang, aku sudah punya ilmu. Mungkin suatu saat", Fauzi menyesali.

"Fauzi, aku diberi tubuh agar dapat membahagiakan orang lain. Apa guna perempuan ayu bila tak ada lagi lelaki yang rindu?"

Perempuan: selalu merasa diri menarik. Dan, perempuan: selalu mengingat cinta yang pertama, kendatipun itu hanya sebatas cinta di pelupuk angan.


Angin makin kencang, nafsu mulai berkembang. Mata saling lirik, karna tubuh sama-sama menarik. Usia makin dewasa, cinta mulai berada.

Ibu-Bapa mereka percaya, kalau mereka sudah bersama sejak belum muda.

Mereka tetangga maka tak ada mata curiga. Tapi siapa sangka, setan alas mulai menggoda. Di malam mereka bersama, duduk di gardu jaga. Melihat bulan di angkasa, tertontonlah cinta anak remaja.

"Aisyah, lihat bulan itu. Anggun nian dipandang kita"

"Ah, bulan memang indah. Seindah manusia di bumi"

Perempuan: lebih suka bersyukur dahulu.

"Andai aku ada di sana. Tapi... matamu pun seindah bulan. Cemerlang", Fauzi memuji

"Fauzi, mata lebih anggun dari bulan. Mata harus terus bercahaya. Mata itu kemudi"

"Dan matamu adalah kemudi emas berlian"

"Maka, bersyukurlah yang akan memilikinya"

Perempuan: selalu memberi harapan kepada hati yang membuka.

"Lalu, kepada siapa hendak dimiliki? Bukankah tiap lelaki selalu mau pada yang indah? Bukankah tidak akan pernah ada lelaki yang menolakmu? Karna, engkau cemerlang"

"Namun, aku tidak berani tergesa. Selama kutang masih menempel, aku belum mau dicinta"

"Kelak, lelakimu-lah yang melepas..."

"Dia tentu yang telah kukenal dari kanak". Mata Aisyah melirik, dan hati Fauzi tergelitik.

Tangan mulai hendak menyatu. Dada berdebam terbawa nafsu. Liur panas menggebu. Dan gelap makin bertalu. Tapi orang-orang tak tahu... atau pura-pura tak tahu. "Asmara remaja memang seperti itu", jawab mereka satu-satu.

Ketika mereka dekat,

"Ya Allah...", Aisyah berkeciap. Antara sesal dan mau.

"Ya, masyaallah", girang Fauzi.

Perempuan: paling sering berpasrah diri. Tapi...

Tuhan belum mau melepas kebujangan mereka. Gardu itu disatroni para penjaga. Mengusir, mencibir, menyinyir; tapi nafsu juga berdesir melihat Aisyah memasang kotang kocar-kacir. Fauzi telah lari tanpa berpikir. Dan Aisyah makin cantik dalam terang senthir.

Lima penjaga. Melihat Aisyah... lalu menyerang. Aisyah mengerang berang.

Perempuan: selalu menanggung beban akibat nafsu sekelebatan.


Teronggok Aisyah, dengan kutang di atas batu dan celana dalam di belakang gardu.

Lima penjaga. Bukan bagian warga atau tetangga.

Tiada tersangka, hanya tinggal korban belaka.

Perempuan: sering ternomorduakan. Dan, janin siap dieram untuk pada masanya dikeluarkan. Karena, cuma perempuan yang bisa melahirkan.

Kata para pemerhati emansipasi, "Perempuan harus jaga keperawanan", tapi macan selalu berkeliaran. "Perempuan harus mampu berkata TIDAK", tapi perampok siap mendesak.

Perempuan: menarik karena cantik?!!

Tentang Perempuan (-perempuan)Where stories live. Discover now