Seberapa kuat usaha untuk melupakan, masa lalu akan tetap ada, menjadi bagian tak terpisahkan seakan mengiringi perjalanan menuju masa depan.
***
Malam itu terasa sangat sunyi seolah hanya ada dirinya yang hidup di bumi ini. Dalam tidurnya yang gelisah, Kiara terjebak dalam mimpi yang begitu nyata, namun sangat mengerikan. Seolah waktu berputar ke masa lalu yang selama ini ia kubur dalam-dalam, karena di masa itu ada kenangan pahit yang menyayat hatinya.
Di tengah kegelapan, ia berdiri di sebuah ruangan tubuhnya mematung kala melihat pemandangan tak menyenangkan di depannya, dimana dua orang berpakaian hitam itu tengah mencekik Ibunya sementara sang Ayah sedang di hajar habis-habisan.
"Tidak... bukan ini lagi yang ingin ku lihat," bisiknya meski tak ada suara yang keluar. Ia ingin menghampiri, menghentikan aksi keji di depannya, namun kakinya seolah-olah lumpuh dan tak bisa digerakkan, mulutnya tertutup rapat hanya bisa menyaksikan satu demi satu adegan yang sedang terjadi di depannya, bagaimana pria itu lanjut untuk memperk*sa sang Ibu, lalu menghabisi sang Ayah dengan pisau yang tajam, menancapnya berkali-kali di sekujur tubuhnya.
Kiara sampai menggeleng, ia ingin menjerit, tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Kejadian berulang yang selalu datang pada mimpinya, bagaimana ia mendengar rintihan kesakitan, genangan da*ah dan amarah yang menggumpal di hatinya.
Air mata mengalir deras di pipinya, dengan sebisa mungkin untuk tak bersuara, ia hanya bisa menangis dalam diam.
"Tolong hentikan ini, jangan ambil nyawa orang tuaku!" rintihnya dalam hati. Walau pun tak ada yang mendengar suaranya. Tiba-tiba suasana di sekitar semakin mengabur dan pudar, hingga yang tersisa hanyalah kegelapan juga kesunyian.
"Tidak!" Teriaknya.
Kiara terbangun dengan nafas terengah-engah, keringat dingin membasahi wajahnya, matanya terbuka dengan lebar menatap langit-langit kamarnya, tangannya menggenggam selimut dengan begitu erat sampai urat tangannya terlihat, ia mulai ketakutan lagi, bahkan sampai tubuhnya gemetar.
Mimpi sekaligus kenangan itu terus menghantuinya selama hampir tiga belas tahun lamanya, setiap adegan teringat dengan jelas, terasa begitu nyata dan hidup di memorinya. Dari sekian kenangan di saat itu hanya kenangan pahit ini yang terus ia ingat.
Kira menekuk lututnya lalu memeluknya, tangisnya langsung pecah di dalam kesunyian malam ini, isakannya terdengar sungguh menyayat hati, sampai siapa pun yang mendengarnya akan ikut menangis.
Ia sadar, walau pun waktu terus berjalan tetapi kenangan itu tidak akan pernah hilang dari ingatan, akan terus tertanam dan meninggalkan trauma yang begitu dalam, kesedihan, karena kehilangan kedua orang tua membuatnya merasa terus terpukul.
"Ayah, Ibu, aku berjanji untuk membalas semua ini, sekali pun taruhannya adalah nyawaku," gumamnya dengan penuh amarah, dendam dan kebencian ini tidak akan pernah bisa menghilang, wajah-wajah iblis itu telah ia simpan di ingatannya, dan kelak ketika bertemu tak akan ia biarkan mereka hidup dengan tenang.
Brak!
Pintu di buka dengan paksa, sampai membuat Kiara terkejut.
"Kiara? Ayo bangun, jangan bermalas-malasan!" Teriak wanita paruh baya yang kini tengah berada di kamarnya. Setiap hari tak pernah ia dapatkan ketenangan, seakan tidak ada privasi di antara ia dan wanita itu, beliau bahkan mempunyai kunci kamarnya sehingga bisa keluar masuk semaunya.
Kiara yang masih terhanyut dengan kesedihannya segera menghapus air matanya. Wanita itu berjalan menghampirinya, dengan tatapan sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara dalam Dendam (Diterbitkan)
RomanceSuatu malam yang seharusnya menjadi kehangatan berubah menjadi mimpi buruk bagi Kiara. Dalam sekejap hidup Kiara berubah sangat drastis ketika menyaksikan kedua orang tuanya merenggang nyawa di tangan perampok yang datang ke rumahnya. Hanya seorang...