Bab 18. Saling Terbuka

13 2 0
                                    

Semua kini menjadi terbiasa, bahkan hati yang tertutup kini mulai terbuka, mempersilahkan seseorang masuk ke dalam hatinya.

***

"Kedua orang tuaku sudah meninggal, di bunuh dengan sangat tragis oleh sekelompok perampok." Damian langsung terbelalak.

"Saat itu, aku masih berusia 8 Tahun." Kiara terdiam sejenak, sambil memejamkan matanya, berusaha untuk kembali mengingat setiap adegan yang terjadi.

Malam itu, hujan cukup deras Kiara bersama orang tuanya tidak berani untuk keluar rumah. Padahal, malam itu seharusnya mereka merayakan Tahun baru di luar, karena tidak memungkinkan akhirnya tetap di rumah saja.

"Kita lihat petasannya dari televisi saja, ya!" ucap Ibu.

"Ya, sayang sekali, Bu. Padahal Kiara mau melihatnya di luar."

"Mau bagaimana lagi, di luar hujan begitu deras, Nak. Orang-orang juga pasti malas untuk keluar." Timpal Ayahnya.

Kiara kecil menekuk wajah karena merasa sedih, padahal ia sudah begitu menantikannya, tetapi situasi sangat tidak mendukung.

"Jangan sedih lagi! Ibu punya ide biar malam Tahun baru kita jadi seru."

"Apa itu, Bu?" Tanya Kiara dengan gembira.

"Tunggu sebentar!" Sang Ibu pergi ke dapur untuk mengambil kompor griller panggangan, tidak lupa membawa bahan-bahan yang akan di panggang, Kiara yang melihat itu sangat bahagia, ternyata walau tidak bisa di luar masih bisa di lakukan di dalam rumah.

"Yee, Kiara suka, ini pasti akan seru!"

Ayah dan Ibunya hanya bisa tersenyum melihat kebahagiaan putri semata wayangnya. Mereka bertiga saling bekerja sama, sang Ayah yang memanggang makanan, sang Ibu membuat sausnya, dan Kiara yang sibuk memakannya. Momen itu begitu indah, tanpa di sangka akan menjadi momen terakhir kebersamaannya dengan kedua orang tuanya.

Setelah puas menikmati makanannya, bahkan acara tahun baru di televisi pun sudah di tayangkan, Kiara mulai mengantuk dan ingin segera tidur.

"Ya sudah, ayo Ibu antar ke kamar!"

Kiara hanya mengangguk, dan mengikuti sang Ibu ke kamarnya. Di sana ia di selimuti, tidak lupa di cium, bahkan sempat di ceritakan dongeng kesukaannya. Hingga, ia pun terlelap namun sekitar jam 2 pagi, suara keributan sampai membangunkan dari tidurnya.

"Ibu?" Panggilnya, gadis itu ketakutan bahkan tubuhnya gemetar. Hujan di luar masih turun, bahkan sepertinya tidak akan mereda. Suara petir terdengar, bersamaan dengan jeritan sang Ibu.

Kiara makin takut, sehingga memutuskan untuk menyusul ke kamar kedua orang tuanya, dan gadis itu langsung mematung di ambang pintu, dengan tubuh yang gemetar menyaksikan adegan demi adegan di depannya. Anak sekecil itu, menyaksikan sesuatu yang seharusnya tidak pernah ia lihat.

"Ibu?" Teriaknya. Sambil menghampiri, tetapi langsung di pangku oleh salah satu dari mereka, lalu dilempar begitu saja sampai tubuhnya membentur tembok. Darah segar keluar dari kepalanya, gadis itu merintih  kesakitan di tambah melihat kedua oreng tuanya yang sudah tidak bernyawa. Air mata mengalir cukup deras, tetapi apa yang bisa di lakukan oleh gadis seusianya, sehingga ia hanya bisa diam sambil menyaksikan semuanya.

Asmara dalam Dendam (Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang