Bab 4. Menjaga Hati

137 10 0
                                    

Mempunyai pasangan hidup bukanlah yang utama, menikah tidaknya itu tidak jadi masalah, karena yang utama hanyalah pembalasan dendam.

***

Bruk!

Kiara di dorong ke kamarnya sampai ia terjatuh ke lantai, ia sedikit meringis kesakitan karena dorongan itu begitu keras dan menyakiti tubuhnya. Marni berjalan mendekat, terlihat amarahnya yang belum juga mereda.

Tubuhnya sedikit membungkuk untuk meraih dagu Kiara dan mencengkeramnya dengan kuat, sampai kuku-kukunya mengenai kulitnya, rasa sakit semakin bertambah, tetapi ia hanya bisa diam sambil menatap wajah sang Bibi.

"Seharusnya dari awal aku tidak usah mengurusmu, kau hanya menjadi hama untuk kami." Mata Marni semakin melotot.

"Jangan merasa senang dulu dengan Damian yang memilihmu, karena aku tidak akan membiarkan kau menikah dengannya," lanjutnya bersamaan dengan melepaskan cengkeramannya tetapi sedikit mendorong kepala Kiara sampai gadis itu terdorong ke belakang.

Kiara menggeleng, bahkan tidak sedikit pun terbesit rasa senang begitu pria itu memilihnya. Malah ia merasa kesal karena gara-gara pria itu kini ia mendapati amukan dari Bibinya.

"Apa ekspresiku menunjukkan senang? Aku bahkan menolak pria itu di hadapan Bibi tadi." Kali ini Kiara berani menjawab.

"Kau pikir aku bodoh, di dalam hati kau pasti merasa senang karena mengacaukan acara penting ini."

Kiara lagi-lagi menggeleng, ia tidak tau lagi harus berkata apa. Mau bersumpah atas nama Tuhan pun Bibinya tak mungkin percaya.

"Sebagai hukuman, mulai sekarang kau akan aku kurung di sini, jangan harap bisa keluar lagi!" Marni segera berdiri menatap untuk yang terakhir kali.

"Bi, tolong jangan seperti ini! Aku tidak mungkin merebutnya." Kiara menahan kaki Marni dan memeluknya, berharap tidak akan mengurungnya di sini.

"Diam! Aku tidak akan percaya dengan omongan dari anak jalang seperti kau." Sambil menendangnya.

Setelah mengatakan itu, beliau segera mengunci pintu kamarnya meninggalkan Kiara yang kini masih terduduk dengan perasaan yang begitu sedih, sakit, serta marah.

"Ya Tuhan, apa lagi ini? Kenapa aku semakin menderita," gumamnya.

Ia beranjak dari duduknya, hanya bisa menatap pintu yang kini tidak bisa ia buka lagi di karenakan kunci itu sudah di ambil oleh Bibinya. Kiara menghela nafas panjang, bahkan untuk sekedar menangis pun ia tak bisa, seakan air matanya telah habis, karena sudah banyak mengalami penderitaan yang di berikan Bibinya selama ini, gerak sedikit pasti selalu salah di matanya.

"Diana?" Panggil Marni. Gadis itu menatap sang Ibu yang kini tengah berjalan ke arahnya.

Sang Ibu mengelus punggung putrinya dengan sayang.

"Apa yang aku takutkan terjadi, Bu. Aku takut dia tidak menyukaiku, dan ternyata benar, lebih parahnya lagi dia malah menyukai Kak Kiara," ucap Diana dengan sendu.

Walau belum mengenal terlalu jauh, tetapi ia sudah begitu jatuh hati dengan pria itu bahkan menaruh harapan lebih. Namun, begitu mendengar ucapannya ia benar-benar terluka, pria itu seakan tak melihat keberadaannya tadi, sampai semudah itu mengatakan ingin memperistri Kiara.

Asmara dalam Dendam (Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang