Lima

1.4K 50 1
                                    

Judul: Bu, Maaf - Lima
Penulis: Jafreida
Publikasi: 13 Desember 2017
Revisi: 16 Februari 2022

~

"Mama?"

Mendengar Fian menyebut panggilan itu, aku hanya bisa berharap agar Fian jadi mengantarku pulang. Jangan sampai seperti yang sebelum-sebelumnya.

Kurasa itu tidak akan terjadi sekarang karna rumahku tidak terlalu jauh dari sini. Aku tinggal berjalan sebentar lalu belok ke gang sempit lalu rumahku agak jauh dari sana.

Kalaupun Fian mengantarku, dia tidak akan mengantar sampai depaan rumahku. Karna mobilnya tidak bisa memasuki gang sempit itu.

"Ada apa?" Tanyaku padanya setelah dia meletakkan hpnya di pangkuannya.

Fian menatap setir mobil dengan tatapan kosong. Ia mengerjap beberapa kali.

"mama kecelakaan." Jawabnya pelan, terdengar putus asa.

"Kalau begitu, pulanglah. Aku akan pulang sendiri" aku mencoba sekali lagi memberinya pengertian. Berusaha tersenyum didepannya. Meski sebenarnya aku jengah.

"Aku sudah terlalu sering seperti ini padamu. Maafkan ya"

"Tidak apa-apa Fian, ibumu lebih membutuhkanmu sekarang. Pulanglah, Aku turun di sini saja."

"Terimakasih Ay. Sekali lagi, Maaf"

Aku tersenyum tipis menatapnya, lalu membuka pintu dan keluar. Tak lama, mobil itu meninggalkannya.

"Hati-hati" ucapku sambil terus menatap mobil yang mulai tak terlihat itu.

Dengan lesu, kulangkahkan kakiku menuju gang sempit. Kesal, aku menendang batu kerikil di depanku. Batu kerikil terlempar sudut jalan yang gelap, kemudian terdengar suara gonggongan.

Samar-samar, aku melihat seekor anjing yang berlari kearahku. Sial, Apa aku baru saja membangunkan seekor anjing? Tanpa sempat berpikir lagi, aku segera berlari menuju tikungan gang di depanku.

Melewati tikungan, aku menempelkan punggungku pada tembok yang menjadi pembatas gang itu. Sepertinya anjing itu sudah kembali ke tempatnya.

Aku mengatur nafas, menunduk. Menumpukan kedua tanganku di lutut yang lemas. Sambil mengatur nafas, aku mengusap keringat yang membasahi wajahku. Aku melihat bayangan wajahku dari bercakkan air didepanku. Sepertinya hujan baru turun sore tadi.

BRAAKK!!

Tiba-tiba sebuah motor melintas didepanku dengan cepat. Menghasilkan cipratan air didepanku. Membuat pakaianku kotor dan bau.

"Aargghh.."

aku hampir menangis dibuatnya. Bukan hanya pakaianku yang kotor dan bau ini. Rentetan peristiwa yang menimpaku malam ini membuatku benar-benar ingin menangis.

Seharusnya hari ini aku bersenang-senang di pesta ulang tahun Nadine. Namun apa yang aku dapatkan? Gara-gara firasat buruk itu yang membuatku benar-benar merasa sial seperti ini.

Seandainya tadi aku tidak berhenti disini. Seandainya tadi aku tidak menendang batu. Seandainya tadi aku tidak turun dari mobil Fian. Seandainya tadi aku tidak minta pulang. Aah....

Badanku terkulai lemas. Kududukan badanku dipinggir jalan itu.  air mata meluncur begitu saja membasahi pipi mulusku. Aku terdiam meratapi keadaanku. Wajah kusut, pakaian kotor, bau, rambut acak-acakan. Sama sekali seperti  bukan diriku.

Aku memeluk kakiku yang dilipat erat-erat. Kutenggelamkan wajahku kedua kakiku. Membiarkan rambut panjangku menutupi seluruh wajahku.

Jika saja, seseorang  lewat di gang ini, dia pasti ketakutan karena melihatku yang seperti hantu. Tapi aku tak peduli. Lagipula, jalanan ini sepi. Yang terlihat hanya dua tembok tinggi yang berhadapan.

Waktu terus berjalan. Dan aku masih diam di posisi yang sama. Ditemani suara isakanku dan suara angin yang menggoyang-goyangkan rambutku. aku mulai beranjak berdiri lalu berjalan pulang.

Ditengah perjalanan, samar-samar kulihat seorang perempuan yang sedang berjalan dengan terburu-buru. Segera kurapalkan doa-doa yang aku hafal hingga perempuan itu berjalan sejajar tepat di sampingku.

Aku meliriknya, dan saat itu dia juga tengah menatapku tajam. Tatapannya membuatku bergidik ngeri. Dia menatapku dengan tatapan kebencian. Ntah apa sebabnya. Aku merasa tidak mengenalnya.

Agak takut, aku segera menaikkan kecepatan berjalanku. Kutepis pikiran-pikiran buruk yang berputar-putar dikepalaku. Sampai  Didepan pintu rumahku, baru aku bisa bernafas lega.

Kubuka pintu itu perlahan tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Ruang tamu terlihat terang benderang. Itu artinya ibu belum tidur.

Tapi ternyata tidak, ibu tertidur di sofa, mungkin ia terlalu lelah menungguku. Setelah menutup pintu sepelan mungkin, aku langsung ke kamarku dan tidur.

Cukup hari ini saja yang buruk, di mimpi nanti aku harus kembali ceria!.

Bu, MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang