Tujuh

1.8K 70 4
                                    

Judul: Bu, Maaf - Tujuh
Penulis: Jafreida
Publikasi: 13 Desember 2017
Revisi: 16 Februari 2022

~

"Ayah..."

Aku terbangun dari tidurku. Kulihat sekelilingku. Dan yah, tak ada yang aneh. Aku berada dikamarku. Kulirik jam mini berbentuk hati yang berdiri di meja belajarku.

Tepat pukul empat subuh. Masih terlalu pagi untuk memulai aktivitas bagiku. Aku kembali merebahkan tubuhku. Kupandangi langit-langit kamarku.

Kilasan-kilasan kejadian semalam berputar-putar di Pikiranku. Mulai saat menghadiri acara tadi malam, pulang bersama Fian, dikejar anjing, menangis dipinggir jalan, lalu pulang dan tidur. Semua itu berputar layaknya sebuah film di dalam otakku. Kupejamkan mataku.

Saat aku membuka mataku lagi, sebuah ingatan lain muncul dalam pikiranku. Bertemu ayah. Aku yakin itu hanya mimpi. Namun aku sangat bahagia bisa bertemu dengannya dan bicara tentang....

Ibu. Ya! Ibu!.

Aku segera turun dari kasurku saat mengingat janjiku. Berlari kecil menuju dapur. Aku yakin ia ada di dapur untuk membuat kue-kue kecil yang nantinya di titipkan tetanggaku untuk dijual.

Namun, yang kutemui adalah dapur yang gelap, sepi, dan tak ada tanda-tanda bahwa ibu ada disini.

Aku menatap heran dapur itu. Apakah ibu masih tidur? Padahal aku tau dia selalu terbangun untuk sholat malam lalu dilanjutkan dengan aktivitas di dapur. Aku yakin karna aku sering mendengar suara tilawahnya pada dini hari Walaupun terdengar samar.

Aku pun berniat untuk mengecek dikamarnya. Saat tanganku bergerak untuk membuka pintu kamarnya, gerakanku berhenti.

Aku merasa ada sesuatu yang dilewati disini. Mataku bergerak menelusuri ruang tamu yang berhadapan dengan kamar ibu. Dan mataku berhenti pada sesuatu di sofa. Ralat, bukan sesuatu, melainkan seseorang yang sedang berbaring di sofa. Ya, dia ibu aku yakin.

Aku membatalkan niatku membuka pintu kamar ibu. Kulangkahkan kakiku mendekati sosok itu. Ibu masih disana sejak semalam. Bibir itu tersenyum, teduh dan damai terlukis di wajahnya yang mulai keriput itu. Bahkan anehnya, posisi tidurnya juga masih sama seperti posisi tidurnya tadi malam. Aku sangat yakin itu.

Walau masih heran, aku tersenyum melihatnya baik-baik saja. Kulipat kakiku untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajahku.

Dan aku baru sadar jika air mataku sudah membasahi pipiku. Ntah sejak kapan aku menangis. Tanpa ragu, aku mencium pipinya. Ini yang pertama bagiku. Namun ada sesuatu yang mengganggu Pikiranku. Kulitnya terasa sangat dingin. Aku pikir dia sangat kedinginan karna tertidur disini tanpa selimut. Tapi dingin ini terasa aneh.

"Ibu..."

Aku memanggilnya dengan lembut. Ini juga pertama kali aku memanggilnya selembut itu.
Ibu tidak menyahut. Aku memanggilnya sekali lagi. Namun lagi-lagi ibu tidak menyahut.

Kugenggam tangannya, berusaha memberikan kehangatan padanya. Namun bahkan ibu tidak bergerak sama sekali. Padahal aku tau dia adalah orang yang sangat peka. Yang mudah terbangun bahkan hanya menyentuhnya saja. Aku mulai merasa khawatir, kutepis perasaan negatif yang menghampiri pikiranku.

Ada yang aneh. Suhu tubuhnya dingin, dan kaku. Tidak ada suara dengkuran, dan saat kuraba denyut nadi di pergelangan tangannya,

Tak terasa apapun.

Apakah... tidak! Dia hanya terlalu lelah hingga tidurnya senyenyak itu. Aku yakin itu.

Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, denyut nadinya benar-benar tidak ada. Dan setelah ku cek hidungnya, tak ada tanda-tanda bahwa dia bernafas.

Aku mematung. Tubuhku lemas seketika. Air mata terus merembes membasahi pipi. Aku terduduk di samping raga ibuku.

"Ibu..."

Hari yang paling buruk kembali terjadi dalam hidupku.

END.

"I don't know about my mom. But, I believe she is the best woman in my life."


So, buat kalian yang ibunya masih ada, jangan sampai kalian menyia-nyiakan kehadirannya yaa..

Terimakasih, mau menyempatkan membaca cerita saya ini...

Cepet minta maap sana sama ibumu :"


~Jafreida

Bu, MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang