Chapter 5

15 3 0
                                    

Minggu pagi ini, Senja masih bersembunyi di balik selimutnya sambil memainkan handphonenya. Hari ini ia berniat untuk bermalas-malasan setelah lelah bersekolah. Ia berharap tidak ada yang mengganggu waktu santainya. Sampai tiba-tiba 1 pesan masuk ke handphonenya.

Ting

From: 08xxxxxxxxx
Gue di depan rumah lo. Keluar.

To: 08xxxxxxxxx
Lo siapa?

From: 08xxxxxxxxx
Lo keluar atau gue yang masuk?:)

To: 08xxxxxxxxx
Otw:)

Senja pun segera keluar dari rumahnya. Di luar rumah ada seseorang yang duduk di atas motornya di pekarangan. Orang itu tersenyum lalu melambaikan tangannya saat melihat Senja. Senja pun menghampiri orang itu dengan raut wajah sebal.

"Jadi lo? Mau ngapain sih lo?! Ini tuh masih pagi, ganggu tau nggak!" semprot Senja pada Esa.

"Lo liat jam nggak? Ini itu udah jam 11, ini udah si...."

"Bagi gue sekarang itu masih pagi. Udah sana, lo pergi! Mau ngapain juga lo kesini?" kata Senja berniat mengusir Esa.

"Gue mau ngajak lo jalan." kata Esa sambil tersenyum manis.

"Gue nggak mau, dan nggak akan pernah mau." balas Senja.

"Atau gue masuk ke rumah lo? Terus gue ketemu nyokab lo. Abis itu gue jadi weekend di rumah lo." kata Esa dengan lembut.

"Fine! Lo tunggu sini. Ngancem aja lo bisanya." kata Senja. Ia tidak mau sampai mamanya bertemu dengan Esa lagi, karna akan berdampak buruk bagi Senja.

Senja pun kembali masuk ke dalam rumahnya dengan sebal. Esa yang melihat itu hanya tertawa kecil. Setelah Senja selesai ganti baju, ia bergegas pergi dengan Esa.

"Lo mau ngajak gue kemana sih?" tanya Senja saat menerima helm dari Esa.

"Udah ayok. Nanti juga lo tau." balas Esa, Senja hanya menghela nafas lalu naik ke motor Esa. Mereka pun segera pergi.

Perjalan mereka memakan waktu yang cukup lama, setelah itu sampai di sebuah lahan hijau. Seperti taman tapi bukan taman, seperti kebun tapi bukan kebun. Lahan hijau seperi lapangan, banyak bunga seperi taman, ada juga dua ayunan di samping rumah pohon. Tempatnya cukup luas, tapi sepi.

"Ini dimana?" tanya Swnja bingung.

"Gue juga nggak tau apa nama tempat ini. Tapi disini enak, nyaman meskipun sepi." kata Esa sambil tertawa kecil.

"Selalu sepi ya?" tanya Senja lagi.

"Mungkin iya, karna hampir tiap gue kesini sepi." balas Esa.

Mereka pun mulai mengelilingi tempat itu. Dan selama itu pun mereka hanya diam saja. Esa yang biasanya banyak ngomong sekarang jadi diam. Tiba-tiba Esa melangkah, kemudian menghadap Senja. Senja hanya diam memperhatikan. Muncul seulas senyum di wajah Esa.

"Kita main ayunan aja yuk." kata Esa lalu menarik tangan Senja dengan lembut.

Ayunan yang bergantung pada pohon itu ada di tengah-tengah lahan itu, begitu juga rumah pohonnya. Mereka pun menaiki ayunan tersebut. Dan sampai saat ini Esa hanya diam saja.

"Lo cewek pertama yang keliatan biasa aja pas gue aja kesini." kata Esa tiba-tiba. Senja pun langsung menatap Esa yang juga sedang menatapnya.

"Oh ya? Wah gue merasa tersanjung. Pasti banyak cewek yang lo ajak kesini." kata Senja datar, lalu Esa tertawa kecil.

"Iya, lo harus tersanjung atas itu. Lo cewek pertama yang gue aja kesini." kata Esa yang membuat Senja kaget, tapi cepat-cepat ia merubah ekspresinya.

"Lo kenapa kayak nggak suka sama gue gitu? Dari awal gue liat lo, lo kayak punya dendam sama gue tau nggak." kata Esa.

"Iya, emang gue nggak suka sama lo. Lo pengen tau kenapa? Lo keliatan playboy, meskipun gue tau lo baik. Lo itu caper, dan gue nggak suka. Lo juga sok kegantengan. Dan karna gue Senja Nur Nabilla, makanya gue nggak suka sama lo." kata Senja dengan jelas.

"Lo ceplas-ceplos juga ternyata. Kalo gitu kenapa nggak lo coba jadi pacar gue? Biar lo tau gue luar dalam." kata Esa sambil menatap Senja.

"Lo mau mati, hah?! Gue nggak akan jadi pacar lo dan nggak akan pernah." kata Senja dengan tegas sambil menatap Esa juga, padahal jauh di dalam hatinya, ia kaget dengan perkataan Esa.

"Gue juga bercanda kali. Jangan sensi gitu dong." kata Esa sambil tertawa kecil.

"Bercanda lo nggak lucu tau! Panas nih, ngadem yuk." kata Senja sebal.

"Iya iya, maafin gue. Kita ke rumah pohon aja." kata Esa. Mereka pun naik ke rumah pohon.

Senja pun masuk terlebih dahulu ke rumah pohon itu. Di dalam rumah pohon itu sangat rapi, terpajang foto-foto Esa dengan sahabat dan keluarganya. Ada juga rak berisi buku-buku, juga ada satu kasur disana.

"Kenapa ada barang-barang lo disini?" tanya Senja heran.

"Ya karna disini jarang ada pengunjungnya, jadi gue isi aja barang-barang gue." kata Esa yang sudah duduk di atas kasur.

Mereka pun asyik mengobrol di dalam sana. Mengobrol tentang banyak hal, sampai Senja lupa bahwa dia tak pernah sedekat ini dengan Esa. Senja banyak tahu tentang Esa dari obrolan mereka, begitupun Esa. Senja pun baru tahu, selain nge band Esa juga suka ilmu psikologi sama seperti Senja. Hampir banyak kesamaan diantara mereka, Senja pun sudah mulai berubah menilai Esa.

Tak terasa sudah pukul 15.00, sudah cukup lama mereka berada di tempat itu. Esa yang sedang tiduran di kasur, dan Senja yanh sedang membaca buku Esa di pojokan.

"Senja, lo pernah mikir kalo gue bisa bikin lo suka sama gue? Atau mikir lo yang belajar suka sama gue?" tanya Esa tiba-tiba sambil tiduran di kasur.

"Lo tau? Gue nggak pernah pacaran ataupun deket sama cowok. Cowok baik yang gue kenal ya cuma bokap gue, karna gue anak tunggal. Dan gue nggak pernah mikir buat suka sama cowok, apalagi cowok spesies macam lo! Nggak mau dan nggak akan pernah mau." kata Senja kalem sambil tetap fokus pada buku yang dibacanya.

"Spesies kayak gue langka tau. Harusnya lo bersyukur ketemu gue. Gimana kalo gue yang mikir buat suka sama lo?" kata Esa yang sudah duduk menghadap Senja. Senja pun menutup bukunya lalu menatap Esa.

"Itu hak lo, Sa. Gue nggak mungkin ngelarang seseorang buat suka sama gue, itu urusan mereka. Pulang yuk, udah sore juga." kata Senja lalu turun dari rumah pohon, Esa pun menyusul turun.

Mereka pun bergegas pulang atas permintaan Senja. Sebelum pulang mereka menyempatkan makan di cafe dekat rumah Senja. Pukul 17.00 Senja baru sampai di rumahnya.

"Makasih buat hari ini." kata Senja sambil melepas helm.

"Iya." balas Esa sambil tersenyum manis.

"Sekarang gue pengen punya hak buat suka sama lo, boleh? Lo bilang itu hak mereka, gimana kalo gue yang bilang gitu?" tanya Esa sambil menatap Senja lekat-lekat.

Senja diam termangu, tidak tahu harus berkata apa-apa. Ada perasaan senang dalam hatinya yang tidak bisa diungkapkan, tapi ia ragu. Bagaimana ini bisa terjadi begitu cepat? Dan Senja senang akan itu?

Beberapa detik Senja diam, lalu ia menghela nafas. Ia menatap Esa lekat-lekat.

"Dan gue juga bilang, itu hak lo Sa. Gue nggak berhak ngelarang lo suka sama gue, itu tentang perasaan lo." kata Senja dengan pelan. Lalu, iapun segera masuk ke dalam rumahnya. Esa yang melihat itu pun hanya tertawa kecil.

'Kenapa jadi gini? Awalnya gue bilang gitu cuma buat bercanda. Esa, lo kok bego sih! Kenapa lo jadi cowok brengsek seketika?!' kata Esa dalam hati sambil mengacak rambutnya frustasi. Setelah itu, ia melajukan motornya menjauhi rumah Senja.

.
.

Dan sejak saat Raya menerima cotton candy dari Jingga, Senja yang berbagi cerita di rumah pohon dengan Esa mereka pikir semuanya berubah. Mereka semakin dekat, tanpa disadari.

Is You ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang