Chapter 6

15 3 2
                                    

Siang berganti malam, hari berganti minggu, minggu pun berganti dengan bulan. Sudah beberapa bulan berlalu, sudah selama itu pula Raya dan Jingga makin dekat begitu juga Senja dan Esa. Dan sudah selama itu Jingga juga dekat dengan Lena, tapi Raya tidak mempermasalahkannya.

Seperti minggu pagi hari ini, Jingga sudah berada di rumah Raya. Mereka berencana akan pergi ke puncak. Mereka sudah merencanakan banyak hal, sampai tiba-tiba handphone milik Jingga bergetar.

'Halo Len, kenapa?'

'Gue di rumah sendirian nih. Lo dimana? Jalan yuk.'

'Ha? Gue nggak bisa Len, udah ad...'

'Gue udah ngomong sama bokap lo.'

'Fine.'

Selesai menelpon, Raya bingung melihat Jingga yang tampak kesal.

"Ngga, lo kenapa?" tanya Raya.

"Eh? Ehmm... Jadi gini Ray, itu...ehmm di rumah itu...."

"Lena lagi?" tanya Raya saat melihat Jingga gugup. Jingga pun mengangguk, lalu Raya menghela nafas pelan.

"Kita bisa pergi kapan-kapan. Lo temuin aja Lena, kasian dia udah nunggu." kata Raya sambil tersenyum selebar mungkin.

"Lo serius? Kita udah ngerencanain ini jauh-jauh hari Ray, masa ditunda?" kata Jingga yang mulai kesal. Kesal pada siapa?

"Mau gimana lagi? Emang lo mau bokap lo marah gara-gara ini?" balas Raya.

"What about you? Gue cuma nggak ma..."

"I'am fine, you know? I'm always fine." kata Raya sambil tersenyum.

"Gue pergi dulu. Bye Ray." pamit Jingga sambil mengacak pelan rambut Raya.

Jingga pun bergegas pulang ke rumahnya. Raya masih tetap berdiri di posisinya sambil tersenyum sampai mobil Jingga pergi menjauh. Raya merasa kecewa, ia juga sakit. Tapi ia bingung, kenapa ia harus kecewa? Sudah berkali-kali hal seperti ini terjadi. Sudah berulang kali Jingga lebih mementingkan Lena, harusnya ia sudah terbiasa.

'Tenang Ray, tenang. Hal kayak gini udah biasa. You'll be fine as always.' kata Raya dalam hatinya, lalu pergi masuk ke dalam rumahnya. Rupanya kali ini Raya benar-benar butuh ketenangan.

.
.

Malam ini rintik hujan jatuh membasahi sebagian wilayah di bumi. Dinginnya udara saat ini juga berpengaruh pada Raya. Sekarang, ia dan teman-temannya sedang berkumpul di cafe tongkrongan mereka. Sejak Raya datang, ia lebih banyak diam dan bicara seperlunya saja.

Raya duduk di pojok dekat jendela. Ia melihat keadaan di luar dari jendela, terlihat beberapa orang yang berlarian menghindari hujan. Jalanan yang mulai sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang lewat. Teman-teman Raya yang melihat itu menghela nafas lelah. Mereka bingung apa lagi yang terjadi dengan Raya.

"Ray lo kenapa lagi sekarang?" tanya Gita menyenggol bahu Raya. Pasalnya, akhir-akhir ini Raya sering sekali seperti ini.

"Nggak apa-apa kok." kata Raya sambil tersenyum tipis.

"Lena lagi ya?" tanya Acha dan Raya membalasnya dengan senyuman tipis.

"Lo suka ya sama Jingga? Lo sayang kan sama dia?" tanya Nila tiba-tiba yang membuat Raya kaget.

"Bukan suka lagi, tapi cinta Ray." kata Gita ikut menimpali. Raya hanya diam seribu bahasa, tanpa menjawab. Ia bingung harus bicara apa.

"Lo itu sama kayak Senja. Kalian itu sama-sama deket sama cowok. Kalian juga nggak suka kalo mereka deket sama cewek lain. Kayak waktu itu, Esa lagi bercanda sama cewek. Dan boom! Mukanya Senja langsung datar, sedatar triplek. Itu mereka cuma bercanda, gimana kalo lebih? Udah habis mah itu." kata Acha, dan Senja kesal namanya dilibatkan dalam obrolan mereka.

Is You ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang