[24] Yang 'Baik' Belum Tentu 'Baik-Baik'

75 4 0
                                    

Sekarang, disinilah Raina berada. Di sebuah restoran bergaya victoria dengan seorang cewek fashionable dengan gaya rambut yang sudah dirubah. Yang tadinya lurus kini bergelombang. Kulit putih susu dan tentunya wajah yang cantik. Penampilan pun jangan dilewatkan, dirinya selalu tampil wow namun terkesan anggun.

Berbeda dengan Raina.

Cewek itu hanya memakai baju rumahan biasa. Bahkan tampilan Raina terkesan cowok banget. Berbeda dengan Agatha.

Setelah Raga mengantarnya pulang tadi, Agatha menelpon-Raina tidak tahu darimana Agatha mendapatkan nomornya-dan menyuruhnya untuk menemui cewek itu di salah satu restoran di dekat sana.

Raina menghela napas. Menyesap minumannya dengan ganas. Dari setengah jam yang lalu, Agatha sama sekali tidak bicara. Malahan cewek itu yang menanyakan Raina 'Lo mau ngomong apa?'

Sepertinya Agatha butuh liburan.

"Kalo lo nggak ngomong gue pergi sekarang juga." tandas Raina. Ada nada ketus di sana.

Agatha mengerjap. Membulatkan matanya dan langsung mencegah Raina yang hendak bangkit dari duduknya. "Eh, eh, jangan. Gue ngomong sekarang."

Raina melirik Agatha malas. Ia kembali duduk dengan tangan yang mengetuk-ngetuk meja tidak sabaran. Agatha meneguk ludah. Menetralkan detak jantungnya lebih dahulu sebelum bicara.

"Gue mau lo jauhin Samudera." satu kata itu. Membuat Raina membeku di tempat. Menjauhi Samudera? Yang benar saja.

"Waktu itu, lo bilang kalo lo nggak bakal deket-deket dia," ada jeda sebentar. Agatha memberikan waktu untuk Raina mengingat pembicaraan mereka di dekat TPA itu. Raina menggeleng kuat. Saat itu ia hanya asal ceplos saja. Ia tidak menyangka bahwa Agatha akan kembali mengungkit pasal ini. "Gue tau alasan dia nolak perjodohan itu karena lo," lanjut Agatha. Terdengar sarkatis. "Maka dari itu, gue minta lo jauh in dia. Gue rasa lo nggak keberatan."

Sederhana namun menusuk.

Entah mengapa itu membuat hati Raina sedikit... entahlah. Raina tidak mau membahasnya. Simpelnya dia tidak mungkin menjauh dari Samudera. Alasannya tentu karena Samudera adalah kakak dari sahabatnya. Terlebih lagi hubungan antar keluarga Raina dengan Samudera terjalin sangat baik.

Raina mengangkat sebelah alisnya. Senyum liciknya tercetak jelas. "Kalo gue nggak mau gimana?"

Tentunya, Agatha membalas senyum licik Raina dengan yang lebih licik lagi. "Lo bakalan tau konsekuensinya."

Raina sangsi, Agatha adalah cewek polos. Seperti yang terlihat selama ini.

----

"Gue rasa, lo harus bertindak cepat." ucap Arano setelah ia meletakkan nampan berisi empat mangkuk seblak itu.

Dengan nyengir, Raga menarik seblaknya. Merasa ucapannya tidak ditanggapi, Arano menabok bahu Raga. "Gue ngomong dikacangin. Temen macam apa lo?"

Raga tersedak. Terlebih lagi ia merasakan perih di hidungnya akibat seblak yang terlalu pedas. Dengan cepat tangannya meraih jus melon milik Erga dan menyedotnya habis-habisan seperti orang yang tidak minum selama satu abad.

Erga bergidik. Tak mau lagi meminum jus nya yang tinggal setengah itu.

"Lo harus tembak Raina cepet-cepet Ga. Sebelum diembat orang."

Lagi-lagi, Raga tersedak mendengar saran yang Arano berikan. Kini gantian ia menabok punggung Arano, membuat laki-laki itu meringis.

"Tenaga apa sih?" Arano mendelik menatap Raga sambil ngedumel.

Raga hanya nyengir. Hobinya yang dijalankan dengan baik.

"Lo pasti suka 'kan sama Raina?"

Raga menggeleng kuat-kuat. "Ya enggak lah. Mana mungkin gue suka sama dia? Di itu cuma temen buat gue. Ya, walaupun dia sering memulai pertengkaran."

A Hurt JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang