1. Perempuan Berjubah Putih

345 28 7
                                    

       Senja kala itu ditutup oleh tugasnya mengontrol pasien terakhir di Paviliun Melati kamar nomor empat. Setelah mengecek beberapa berkas yang diberikan oleh perawat dan memberi semangat pada pasiennya, pria berbahu lebar itu segera meninggalkan Paviliun Melati dan bergegas menyelesaikan laporan singkat di ruangannya, lalu melepas jas putih yang sedari tadi ia kenakan selama bertugas. Ditentengnya jas itu menuju mobil. Jalanan macet khas ibu kota selalu menyambut perjalanan pulangnya.

       Senyumnya merekah saat ia sudah tiba ditujuan demi menemui seorang wanita cantik bermata cokelat dengan rambut bob yang senada dengan matanya. Sang wanita ikut melempar senyum, senang karena pria yang sedari tadi ia tunggu akhirnya datang. Ia lantas berdiri, memeluk sang pria yang dibalas kecupan singkat di puncak kepalanya.

       "Maaf udah buat kamu nunggu lama," ujar pria itu meraih lengan si wanita. Menggiring keduanya untuk duduk di tempat wanita itu duduk tadi. Suasana restoran yang tenang ditemani dengan alunan musik dari pemain biola yang berada di pusat restoran itu menambah kesan romantis bagi pasangan kekasih seperti mereka.

       Sang wanita menggeleng pelan. "Nevermind, Honey. By the way, kenapa tiba-tiba kamu ajakin aku dinner disini?"

       Pria tadi tersenyum, lalu menjentikkan jarinya. Seketika beberapa pelayan berdatangan membawa makanan-makanan mahal lengkap dengan pembuka dan penutup mulut serta minuman. Ini memang bukan pertama kalinya ia diperlakukan demikian oleh pria yang sudah dipacarinya sejak dua tahun belakangan.

       "Bon appetite." Pelayan segera menjauh setelah mempersilakan keduanya untuk menikmati sajian mereka. Kini hanya alunan biola yang mengiringi sejoli itu menikmati hidangan. Sesekali canda tawa juga kisah-kisah ringan menyelingi makan malam mereka.

       Seusai menyantap makan malam mereka, si pria mengajak wanitanya naik ke rooftop dengan alasan menikmati langit malam seperti kebiasaan mereka. Restoran dengan rooftop tersebut memang selalu mereka kunjungi pada saat momen-momen penting, namun yang wanita itu herankan, tidak sedang ada perayaan apapun hari ini.

       "Kamu kedinginan?" tanya si pria.

       Si wanita tersenyum, lalu menggeleng pelan terlihat anggun. "Sedikit, tapi nggak apa-apa."

       "Kayaknya kamu agak pucat."

       Wanita itu mencebik, namun terkekeh akhirnya. "Mulai berlebihan, deh. Aku baik-baik aja," ujarnya membuat si pria ikut terkekeh kemudian mendekapnya dalam rangkulan hangat. Menatap langit ibu kota yang sedang cerah-cerahnya meskipun hanya terlihat beberapa titik bintang disana. Polusi membuat indahnya langit malam sedikit tertutupi.

       "Sayang, di meja itu ada pencuci mulut. Nikmatilah," ujar Ajun, pria tadi, sedikit menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal setelah menunjuk meja kecil di belakang mereka.

       "Kamu selalu ngacauin program diet yang lagi aku jalanin, Ajun." Bibir si wanita mengerucut sebal. "Makanan tadi udah sangat cukup buat aku. Kamu mau aku segendut apa lagi?"

       Meledaklah tawa Ajun disana, sambil mengusap rambut kekasihnya ia berkata, "diet itu Cuma wacana buat kamu, Lila. Sejak kita kenalan, kamu selalu bilang lagi diet, tapi nyatanya, kamu segini-gini aja, kan?"

       "Jahat banget!" Lila, sang kekasih, memukulkan tas jinjingnya pelan pada lengan Ajun. Dengan malas berjalan ke arah single table yang tadi Ajun tunjuk. Membuka tudung saji alumunium yang menutupi pencuci mulut jatahnya, dan seketika matanya berbinar melihat apa yang ada disana. Ajun menyusulnya, menikmati pipi putih bulat wanita itu yang sekarang sudah memerah.

       Ajun segera mengambil kotak beludru merah kecil yang ada di tengah meja itu, membukanya, lalu berlutut. Memamerkan sebuah cincin emas putih dengan mata diamond di tengahnya pada Lila yang kini menatapnya dengan mata yang siap meneteskan airnya kapan saja.

Lady In White - Treasure aespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang