4. Titik Terang

112 23 4
                                    

Garis polisi masih terpasang di depan Laboratorium IPA SMA Bina Harapan. Sekolah itu menjadi tidak kondusif sejak kemarin sore dengan begitu banyak wartawan serta kamera dari stasiun TV yang berbeda berkumpul di depan gerbang sekolah. Hal itu mengganggu akses keluar masuk murid-murid dan staff pendidik. Ketenangan kegiatan belajar mengajar pun sangat terganggu. Rapat dadakan pun diadakan di tengah jam pelajaran, menyebabkan semua murid terlantar tanpa kejelasan. Hal itu dimanfaatkan Sphinx untuk berkumpul demi merapatkan kejadian-kejadian yang akhir-akhir ini menyerang sekolah mereka.

Kematian Ceri, siswi kelas 10, di Laboratorium kemarin sore tak banyak yang mengetahui. Mayat gadis itu ditemukan pertama kali oleh Pak Aan yang setiap sore bertugas mengunci seluruh ruangan jika kegiatan di sekolah telah selesai. Ketika Beliau ingin mengunci Laboratorium, betapa terkejutnya saat Beliau menemukan siswi malang itu sudah tewas dengan kulit melepuh tersiram cairan kimia yang memang tercecer disampingnya.

Entah apa yang dilakukannya, semuanya masih semu. Sementara ini, kasus Ceri dianggap kecelakaan. Namun lagi-lagi, ancaman itu muncul di langit-langit kelas 12 IPS 3. Dengan rumor yang cepat beredar diantara para murid adalah ancaman itu menimbulkan korban. Ancaman itu tidak main-main.

"Kita harus balik ke Pak Ridwan," putus Naya.

"Nggak nyoba nanya Bu Sella lagi?" tanya Jaffin mencoba menimbang-nimbang mengingat reaksi keras mantan penjaga sekolah mereka kemarin.

Echa menghembuskan napasnya perlahan. "Gue rasa Bu Sella bakal makin menyembunyikan hal ini."

"Yaudah, jangan ditunda-tunda lagi. Kapan kita balik ke Pak Ridwan?"

"Pulang sekolah ini."




"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Pintu triplek bercat cokelat itu diketuk beberapa kali. Sphinx berdiri dengan tak sabaran di depan rumah sederhana yang pernah mereka kunjungi tersebut. Tak berapa lama pintu itu terbuka sebentar sebelum Pak Ridwan yang melihat mereka sekilas dengan cepat menutup kembali pintunya.

Dengan sigap, Haris menggunakan kakinya yang panjang untuk mengganjal pintu itu sebelum tertutup rapat. "Pak, tolong kami. Cuma Bapak satu-satunya sumber yang bisa kami cari."

"Saya tidak mau lagi berurusan dengan kalian!" Seru Pak Ridwan masih berusaha menutup pintunya walaupun terasa sia-sia karena kini Haris sudah dibantu oleh Jaffin dan Joshua menahan pintu tersebut.

"Pak, izinkan kami masuk, Pak." Kali ini Echa yang bersuara.

"Pergi atau saya telepon polisi!"

Laras mendecak kesal. "Bapak mau bantu kami atau melihat banyak korban lagi?" serunya.

Mendengar itu Pak Ridwan menyerah, ia bergerak keluar. "Apa maksud kalian?"

Joshua menghela napasnya. "Satu korban udah jatuh, Pak. Dan ancaman itu muncul lagi," ujarnya pelan.

Lady In White - Treasure aespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang