Ajun berhenti di depan sebuah gedung perkantoran yang cukup megah, sebuah perusahaan milik keluarga Yudis yang berada di pusat kota. Dan Ajun sepenuhnya ragu kalau sahabat lamanya itu sekarang bekerja disana. Mengingat dulu kerja kantoran bukanlah passionnya. Namun setelah mendatangi rumah Yudis, asisten rumah tangganya mengatakan demikian.
Ia baru saja akan memasuki gedung itu, namun dibatalkannya kekita seseorang yang tak asing keluar dari gedung itu sembari melepas jasnya dan melepas dua kancing teratas kemeja biru lautnya. Wajahnya begitu suntuk dan memerah pertanda jika ia sedang emosi.
"Lo ambil mobil gue sekarang. Buruan! Dalam lima menit lo nggak kesini bawa mobil gue, gue pecat!" Yudis membentak geram pada salah satu satpam yang berjaga di pintu utama sambil melemparkan kunci mobilnya. Sepertinya sikap laki-laki itu jauh lebih memburuk dibanding pertama kali ia mengenalnya dulu.
"Dis, lo nggak bisa main pergi gitu aja! Kita lagi meeting!" seseorang yang lebih dewasa dari Yudis datang dan mencegah kepergiannya.
Yudis menepis tangan kakaknya yang tadi menggenggam pergelangannya. "Kak, lo liat sendiri, kan, kehadiran gue disana tuh nggak ada gunanya! Gue muak sama Papa. Seakan butuh gue tapi gue selalu dianggap anak kecil. Gue udah bilang, kan, sejak awal. Ini bukan jalan yang gue mau. Dan gue males jalanin semuanya!"
"Yudis, Papa tuh–"
"Halah gue nggak peduli!" potongnya. "Lo lanjutin deh meeting nggak penting itu. Gue mau makan."
"Kapan lo mau jadi dewasanya sih, Dis?" tanya kakaknya dengan suara lumayan tinggi setelah tadi berusaha menahannya meskipun suara Yudis sedari awal pun sudah tinggi.
"Kapan Papa mau belajar buat ngertiin gue? Itu pertanyaan yang sama yang nggak akan pernah ada jawabannya." Yudis berjalan meninggalkan kakaknya itu setelah melihat mobilnya sudah di depan. Sengaja menabrakkan bahunya pada bahu perempuan itu lumayan kasar. Tanpa peduli banyak, ia langsung mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh hingga menimbulkan suara decitan yang cukup keras.
Ajun tersadar dari keterpanaanya melihat drama keluarga tersebut. Hingga ia tersadar jika tidak bergegas maka ia akan kehilangan jejak Yudis. Dengan cepat ia kembali masuk ke mobilnya dan segera mengejar Yudis.
Hari telah senja saat Via menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang sudah tak terawat. Ia menghembuskan napas panjangnya melihat kondisi rumah itu. Sudah dapat dipastikan bahwa sang pemilik rumah, Sekar, telah pindah sejak lama dan tidak ada lagi informasi yang ia ketahui sejak kelulusan. Via keluar dari mobilnya, memilih berdiri di depan pagar yang sudah ditumbuhi tanaman merambat. Ia mengintip ke dalam. Pekarangan rumah yang dulu terawat rapi dengan berbagai tanaman hias kini berganti ditumbuhi berbagai tanaman liar. Daun-daun kering pun menumpuk di teras rumah dengan dinding bagian depan rumah sudah berjamur karena lembab. Benar-benar sudah tidak berpenghuni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lady In White - Treasure aespa
HorrorSemuanya dimulai dari sebuah pesan berdarah yang ditemukan di langit-langit kelas 12 IPS 3 yang berbunyi, "Selesaikan Permainan, atau Mati!" Pesan yang menarik perhatian enam remaja yang menamakan diri mereka Sphinx. Saat mereka mencoba memahami mak...