Satu

201 13 0
                                    

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ بِهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan m
mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim).

Seorang gadis turun dari mobil berwarna cream. Ia menggerutu, sambil mengibaskan kerudungnya, tampak belakang kerudung nya yang berwarna navy itu terlihat begitu kotor, dan sedikit tanah merah yang menempel disana.

"Masih kotor dek?" Seorang lelaki bertanya pada gadis tersebut. Lelaki bertubuh ideal, berkulit putih dan berkacamata itu kini sedang membersihkan bagian belakang kerudung milik gadis tersebut.

"Iya nih." Gadis itu menjawab dengan kesal.

"Ya udah, sana masuk ke pesantren. nanti Mama keburu nyariin kamu loh," selesai membersihkan bagian belakang punggung gadis itu, walau masih ketara kalau bagian kerudungnya terkena tanah-tanah basah. Lelaki itu kini membersihkan dengan mengibaskan menggunakan tangannya.

Sedikit demi sedikit tanah yang menempel sudah tak terlihat. "Iya nanti dulu aku mau disini sama Mas aja dulu, habis ini kan gak ketemu," ucapan manjanya itu berhasil membuat laki-laki itu tersenyum dan mengusap halus ujung kepala adiknya itu.

"Ya udah, duduk di sana yuk." Laki-laki itu menunjuk dan berjalan ke arah gubuk yang berada di tengah sawah, dengan hamparan pohon-pohon cabe yang mulai kering.

"Mas Fajar, kalau aku gak kerasan gimana yaa?"

"Yaa harus kerasan lah. kalau gak kerasan ya dibuat kerasan, kan kamu sendiri yang minta dek." Fajar, nama pria itu.

Memang benar keinginannya-lah yang meminta orang tuanya menyekolahkan dirinya di pesantren setelah dia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama, tapi yaa seharusnya paling tidak kakaknya itu memberikan dia masukan yang bisa buat keputusannya disini adalah keputusan yang tepat.

Suara dering ponsel terdengar dari saku baju Fajar. Dia mengambil dan menekan tombol hijau yang berada di pinggir kiri.

"Fajar adikmu mana? Suruh kesini ya mama mau pulang ini. Masak mama yang di pesantren." Tanpa menjawab Fajar memberikan ponselnya kepada adiknya yang sedang memandanginya dengan penasaran.

"Iya Ma? Iya, iya Rina kesana sekarang." Nisrina memberikan benda persegi itu kearah sang kakak.

Dengan sedikit berlari kecil Nisrina menuju jalur masjid laki-laki, dimana tempat pesantren perempuan harus melewati jalur masjid laki-laki terlebih dahulu.

Nisrina berhenti, dia mematung, langkahnya terasa berat untuk ia jalankan saat dia melihat segerumpulan para lelaki keluar dari masjid.

"Loh kok diem dek?" Fajar yang mengkuti langkah Nisrina dari belakangpun ikut terdiam. Saat matanya memandang kedepan Fajar mulai faham kenapa adiknya itu tak berani melanjutkan langkahnya.

"Eh Mas, jangan lewat sini ah." Nisrina memilih putar balik saat dia melihat segerombolan para santri yang sedang duduk-duduk di pelataran masjid, meski dia murid baru dan belum kenal, tapi ia merasa malu jika harus melewati para santri yang jumlahnya kira-kira hampir seratus orang.

"Ya udah lah dek sama Mas, emang kalau muter mau lewat mana dek?" Fajar menarik tangan adiknya itu membawanya untuk berjalan di sampingnya dan menutupi adiknya dengan badannya yang tinggi. Saat benar-benar melewati samping masjid semua mata terarah kepada adik-kakak yang berjalan beriringan seperti sepasang kekasih.

Sampai di depan pintu asrama putri Nisrina berhenti, memandang sedih ke arah Fajar.

"Kenapa dek?" tanya Fajar yang bingung dengan perubahan raut muka adik kesayangannya.

Perjalanan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang