Hampir dua minggu berlalu sebagian para santriwati sudah kembali ke pondok, dan sebagian lagi mungkin masih merindukan dekapan ibu mereka. Dan Nisrina, dia bertahan di sini. Gadis itu memang sudah berniat untuk tidak pulang liburan ini, meskipun selesai hari raya, karena dia ingin merasakan hari raya di pesantren sebagaimana yang dirasakan sebagian kawannya.
Hal yang selalu Rina rindukan, saat melihat temannya adalah saat di mana mereka diantar oleh kedua orang tuanya, atau mereka yang hanya diantar dengan seorang Ayah. Rina iri, bahkan dia sangat ingin Ayahnya sekali saja menjenguknya. Tapi apa boleh buat keinginannya itu tak mungkin terwujudkan. Padahal saat itu Nisrina terharu dengan sikap Ayahnya yang bilang bahwa ia ingin mengantarkannya ke pondok, tapi ah sudahlah. Mungkin itu hanya basa basi belaka.
"Rin, masmu jadi kesini?" Tanya Ifah saat datang sehabis membuang sampah.
Nisrina mendengus sebal sembari menggeleng, "kayaknya gak jadi, tau ah males aku sama dia."
Kemarin Nisrina ditelfon oleh kakaknya katanya hari ini akan ke pesantren menjenguknya, tiba-tiba sang Mama menghubungi ustadzahnya dan memeberi tahu bahwa Mas Fajarnya tidak jadi kesana.
"Eh gak boleh gitu lah, mungkin masmu ada urusan mendadak." Ifah berusaha menenangkan sahabatnya, karena dia tahu seperti apa jika Nisrina sudah terlanjur marah. Manja dan sifat kekanak-kanakanya akan keluar.
"Mungkin." Jawaban simple yang diucapkan Nisrina membuat Ifah menggelengkan kepalanya.
Saat Nisrina dan Ifah tengah asyik bercerita, tiba-tiba mereka dikagetkan dengan kedatangan Syakira yang menepuk pundak keduanya.
"Assalamu'alaikum."
"Astaghfirullah, kaget loh Ra," Nisrina dan Ifah mengelus dada melotot tajam ke arah Syakira yang saat ini tersenyum.
Keduanya buru-buru menjawab salam yang tadi sempat tertunda karena ulah Shakira bocah jahil tapi ngangenin.
"Wa'alaikumsalam." ucap mereka ke arah Syakira yang masih tersenyum, entah kenapa Nisrina selalu iri dengan lesung pipi Syakira yang berada di tulang pipinya.
"Kenapa ketawa terus Ra? Nanti gigimu kering loh," ejek Ifah, tapi tak berhasil karena Syakira kini semakin melebarkan senyumannya membuat gigi putihnya terlihat semua, dan lesung pipinya semakin terlihat.
Nisrina bergidik melihat Kira yang masih juga tersenyum tidak jelas, "Ih ya ampun ngeri loh Ra." Rina buru-buru menaruh telapak tangannya di muka Syakira, dan itu sukses membuat gadis cantik itu hanya tersenyum simpul saat ini.
Syakira, gadis berkulit putih dan memiliki hidung yang mancung serta mata bulatnya yang membuatnya semakin cantik, dia gadis berwajah keturunan Arab dan Jawa, ayahnya bermarga Arab sedang ibunya Jawa tulen. Gadis itu duduk membuka ranselnya, dia mengeluarkan dua kotak yang sudah dibungkus dengan kado. Dan menyerahkannya kepada sahabatnya.
"Ini apa Ra?" tanya Ifah menimang kotak tersebut.
"Hadiah lah Fah,"
"Isinya?" kini giliran Rina yang bertanya.
"Sesuatu pokoknya."
"Aku buka ya?" Nisrina hampir membuka kotak tersebut saat tiba-tiba tangan Kira menghentikannya. "Kenapa sih? kan udah buat aku."
"Nanti aja lah kalau aku udah kembali ke asrama baru kalian berdua boleh buka, kalau sekarang, aku malu."
"Halah, emang yang namanya Syakira pernah gitu malu? Kayaknya yang ada malah malu-maluin," canda Rina.
Terdengar suara pukulan keras, "Aw sakit loh Ra, kekuatanmu itu kok berasa kayak kekuatannya laki-laki sih. Makan batu kamu Ra?" tanya Rina sambil tangannya mengelus pukulan yang dia dapat dari Syakira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Hidup
SpiritualitéPerjalanan hidup Mengkisahkan kisah seorang gadis bernama Nisrina Al mahira yang berkeinginan untuk berada di sebuah pesantren. Karena menurutnya pesantren adalah tempat yang ingin dia ambil ilmunya untuk menjadikan sebuah bekal perjalan hidupnya...