Liburan hari raya kali ini terasa berbeda bagi Nisrina. Gadis berperawakan sedang, berambut ikal dan berkulit putih itu kini tengah duduk menunggu adzan maghrib berkumanadang. seperti yang lainnya, Nisrina memilih membaca Al-Qur'an dengan kaki ditekuk. Lantunannya seirama dengan suara merdu Hani ar-rifa'i yang saat ini menggema di aula.
"Rina, kamu jadi hari raya di sini?" tanya Iffah yang tiba-tiba datang membawa nampan berisi nasi dan lauk.
"Insyaa Allah. Aku sudah izin Mama kok." Nisrina menutup Al-Qur'annya dan meletakkannya di dalam meja yang berada di sampingnya.
"Beneran? Yeey, sekali-kali ya Rin. Akhirnya aku punya teman kalau lebaran nanti." Antusias Iffah saat tahu Nisrina akan lebaran di pesantren bersamanya.
Kemarin Nisrina memang sudah izin kepada Mamanya, Nisrina ingin sekali merasakan liburan di pesantren dan hari raya idhul fitri disini, sebenarnya Mamanya berat mengizinkan putri semata wayangnya karena dia sendiri merasa kesepihan. Namun karena Nisrina terus memaksa akhirnya apa yang diinginkan Nisrina pun terwujudkan.
Nisrina lebih memilih pulang di bulan Ramadhan dari pada memilih pulang saat liburan semester akhir. Karena liburan Ramadhan lebih panjang dan dia bisa menikmati masakan khas mamanya saat 'idhul Fitri. Tapi untuk saat ini, Nisrina ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi anak yang rumahnya jauh yang harus pulang minimal dua tahun sekali.
Suara adzan maghrib saat ini begitu merdu, bahkan saking merdunya mendadak membuat hati Nisrina sedih. Nisrina mengambil minumannya dan berdo'a, karena salah satu waktu dikabulkanya do'a adalah saat seseorang itu berbuka puasa. Selesai berdo'a, Nisrina meneguk minuman yang berada di tangan kanannya. Dan setelah itu mengambil kurma untuk dimakan.
"Ayo sholat dulu," ajak 'Afiyah -salah satu musyrif- kepada anak-anak yang kini masih sibuk dengan minumannya masing-masing.
"Udah yuuk, nanti lagi yaa minum dan makannya," ucapnya lembut. Memang Afiyah terkenal musyrif paling lembut di antara yang lain, namun entah kenapa semua murid-murid di pesantren ini jika' Afiyah yang memberi perintah seakan semuanya patuh dan langsung melaksanakan perintah tersebut. Rasanya, kalau berhadapan dengannya ada rasa segan dan malu.
"Iya mbak."
Anak-anak meletakkan semua apa yang ada di tangannya di atas meja. Dan melangkah menuju masjid.
Maghrib sudah hilang tinggal isya yang menjelang. Para satri sudah mulai bersiap-bersiap menuju masjid ikhwan untuk melaksanakan sholat tarawih.
Para permpuan salat di tingkat masjid laki-laki. Karena malam di akhir ramadhan seperti ini sudah banyak santri yang pulang jadi ustaz sengaja menyuruh para akhwat untuk salat berjamaah di masjid. Dan yang Nisrina ingat di pelajaran, waktu itu ustadz menyuruh akhwat untuk sholat berjamaah dilantai atas karena sebagian para wanita sudah mulai i'tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan ini.
Suara takbir sudah terdengar, entah sejak kapan Nisrina hanya mendengarkan suara ini membuat hatinya berdesir, meski tidak tahu wajah laki-laki ini tapi Nisrina sepertinya sudah terlanjur jatuh cinta dengan suaranya. Suara yang lembut meski sedikit kurang tegas menjadi ciri khas suara laki-laki ini, suaranya bening mengalun indah, nadanya pun sepertinya berbeda dari yang lainnya.
Nisrina ingat suara ini, suara yang pernah ia dengar saat melakukan sholat malam. Suara ini, sama seperti suara azan maghrib yang tadi berkumandang. Usai sholat Nisrina coba menanyakan kepada teman-temannya tentang siapa laki-laki yang menjadi imam. Tapi ta satupun temannya yang tahu.
Selesai sholat tarawih, Nisrina masih terpikir dengan suara merdu itu. Dengan berusaha Nisrina membaca Al-Qur'an dengan menirukan lagu tersebut, tapi sayang, Nisrina sepertinya lupa bagaimana nada itu mengalun.
"Kamu kenapa sih Rin? Bukannya ngaji malah coba-coba nada ini dan itu?"tanya Ifah penasaran dan heran melihat sahabatnya itu dari tadi tidak henti-hentinya membaca Al-Qur'an dengan mengubah nada.
"Suaranya itu gimana ya Fah?" Tanpa memikirkan kebingungan Ifah, Nisrina sekali lagi mengalunkan nada yang berbeda dari sebelumnya.
Ifah menarik jilbab Nisrina. berusaha menyadarkan apa yang saat ini sahabatnya itu tengah lakukan, "Gimana apanya?"
Saat itu Nisrina tersadar dia membenarkan jilbab yang membuat kepalanya sedikit tertarik kebelakang, akibat Ifah menarik terlalu kuat.
"Ah.. Apa? Eh gak jadi, aku mau tidur aja," tutup Nisrina, dan memilih berlalu masuk kedalam kamarnya. Sepertinya dia sudah terhasut oleh Syaitan. Hatinya sudah lancang menyukai laki² yang tak seharusnya ia sukai dan pikirkan.***
Takbir hari raya idhul fitri kini menggema di seluruh penjuru, terdengar begitu ramai. semua melantunkan takbir yang sama dan para santriwati yang berada di dalam pesantren kini tengah bersiap-siap untuk pergi ke lapangan, menunaikan sholat 'id atau sekedar mendengarkan khutbah di sana. Sekalipun itu untuk wanita yang sedang berhalangan.
Ifah menghampiri Nisrina yang kini sudah bersiap untuk keluar ke lapangan. "Berangkatnya bareng aja ya, nunggu yang lain juga," ujar Ifah yang melihat Nisrina tidak sabaran ingin pergi lebih dulu.
"Yaaah. Ya udah lah," desahnya.
Saat semua sudah siap kini berangkatlah para santri menuju lapangan ada rasa berdebar dalam hati Nisrina mengingat dia baru pertama kali hari raya di pesantren dan baru pertama kali hari raya berjauhan dengan keluarganya. Dan hanya ada beberapa santri saja yang masih tinggal karena kondisi rumah mereka yang sangat jauh.
Nisrina memilih tempat di depan, karena tempat di belakang sudah penuh. Suasananya benar-benar beda dengan suasana saat dia berhari raya di rumah. Saat Nisrina menoleh ke kanan dan kekiri hanya memastikan sekelilingnya ada siapa saja, dan saat itu matanya menangkap seorang pria berkulit sawo matang berjalan dengan tegap, lalu duduk. Entah kenapa Nisrina mendadak kesal dengan matanya yang tiba dengan lancang tidak menundukkan pandangannya.
Astaghfirullah Nirina berulang kali mencoba untuk beristighfar saat lagi-lagi pandangannya beralih ke tempat di mana para lelaki berjalan ke arah shof ikhwan.
Sepertinya dia benar-benar dihasut oleh syaithan. Nisrina berulangkali mencoba mengucap istighfar dan meminta ampun kepada Allah.
Terdengar suara takbir menggema diiringi suara takbir dari mulut-mulut mereka yang tengah hadir di lapangan ini. Setelah matahari sedikit naik imampun datang dan segera dilaksanakan sholat 'ied yang terdiri dari dua rakaat.
Setelah selesai menunaikan sholat para jama'ah diam mendengarkan khutbah. Tapi tidak dengan barisan para perempuan, disana sudah di isi dengan tangisan bayi dan anak-anak kecil.
****
"Eh Rin, ayo ke rumahku?" ajak Sarah."Emang boleh ya sama ustazah?" tanya Rina.
"Biasanya sih boleh," celetuk salah satu teman Nisrina yang bernama Faihah.
"Izin dulu lah.." sambung yang lain.
Nisrina dan yang lain menunggu di dalam perpustakaan.
Tiba-tiba datang Sarah, setelah mereka cukup lama menunggu keputusan apakah boleh jalan-jalan atau tidak?
"Eh eh ... Itu katanya Ustadzah... Anu..." Sarah mengucapkan dengan kata terbata-bata.
"Apaa apaa Sar? Kamu loh kok setengah-setengah gitu sih ngomongnya!" ucap Nisa tak sabar mendengar apa yang akan disampaikan oleb Sarah.
"Katanya Ustadzah.. Boleh asal sarapan dulu. Hahaha."
Semua yang mendengar itu bernafas lega. Sambil mengomel pada Sarah.
Sebelum melanjutkan jalan-jalan mereka memutuskan kembali ke pondok untuk sarapan terlebih dahulu. Lalu bersilaturahmi ke rumah ustadzah-ustadzah dan teman-teman yang ada di sana.
Nisrina begitu menikmati berlebaran di pondok. Menurutnya ini pengalaman yang menyenangkan, meskipun ada kerinduan yang tersempil di dalam hatinya untuk sang Mama tercinta.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Hidup
SpiritualPerjalanan hidup Mengkisahkan kisah seorang gadis bernama Nisrina Al mahira yang berkeinginan untuk berada di sebuah pesantren. Karena menurutnya pesantren adalah tempat yang ingin dia ambil ilmunya untuk menjadikan sebuah bekal perjalan hidupnya...