Malam ini Nisrina tidak bisa tidur, ia terjaga sepanjang malam, ingatannya kembali pada beberapa hari silam di mana saat Ayahnya datang untuk menjenguknya. Saat itu hatinya berbunga-bunga ada perasaan hangat yang baru ia rasakan, rasanya seperti sedang berada di antara awan lembut yang menerbangkan jiwanya. Sampai saat dia mendengar suatu kalimat yang membuat hatinya seakan tercabik-cabik, awan yang semula lembut terasa hilang menjatuhkan dirinya dari ketinggian, menyadarkannya bahwa semua khayalannya hanya belaka.
"Nisrina, apa kabar sayang?"
"Baik, Ayah." Menyalami tangannya yang kekar adalah hal yang jarang sekali ia lakukan.
"Duduk dulu sini."
Nisrina mengikuti arahan tangan ayahnya yang menepuk kursi kosong di sebelahnya.
Diam dalam seribu bahasa bukan khas Nisrina, hanya saja semua terasa kaku bila bersama orang yang dihadapannya.
Setelah cukup berbasa-basi menanyakan kabar, kondisi dan keadaan. Sosok yang sangat jarang Nisrina lihat itu seakan ingin mengangkat suara namun selalu diurungkan.
"Ayah mau bicara?" Nisrina yang tahu keadaan itu membiarkan Ayahnya untuk mengatakan apa yang ingin dikatakannya.
"Anu... Rina. Kalau Rina gak keberatan... apa Rina mau menjaga adik Rina di sini?"
Nisrina diam sesaat mencerna Maksud dari ucapan sang ayah "Maksudnya Yah?"
"Maksud Ayah... Sabrina adik kamu dia ingin berada di pesantren. Dan Ayah ingin dia ada di sini sama kamu."
Jleeeeb
Jadi kedatangan sang Ayah ke sini bukan untuk menjenguknya? Melainkan hanya untuk menitipkan anaknya pada dirinya? Semua angannya yang terbayang begitu indah seolah hilang dalam sekejap. Sebegitu tak berharganya kah dirinya di mata lelaki itu?
Meski tersenyum, jutaan duri seakan tertancap di hati Nisrina. Tapi ia mencoba untuk tetap menjaga mimik wajahnya.
"Begini Yah, bukan Nisrina gak mau dia ada di sini, tapi waktu Nisrina di sini cuma tinggal satu tahun lagi. Bulan depan inipun Nisrina ujian untuk persiapan semester akhir. Dan setelah itu Rina bakal sibuk pengabdian."
Sebenarnya dia memang gak mau harus berkumpul dengan dia.
"Mungkin satu tahun itu bisa jadi pendekatan buat Nisrina dan Sabrina?"
"Ayah... Ayah datang ke sini hanya ingin bilang itu sama Rina?"
Tak habis pikir dengan isi kepala sang ayah. Sebegitu tak ada rasakah Nisrina bagi sang Ayah? Pantas saja mamanya seperti itu, bahkan kelakuan sang Ayah menurutnya sudah keterlaluan.
Anak yang tak pernah dilihatnya sedari kecil, anak yang tak pernah mendapatkan kasih sayang darinya harus merasakan sakit saat bertemu dengannya. Baru saja beberapa pertemuan menyisakan momen terindah bagi Nisrina kini momen itu seakan tak lagi berharga bagi Nisrina. Kecewa teramat dengan sikap sosok laki-laki yang seharus bisa menjadi pelindung bagi dirinya.
"Rinaa.. bukan, ayah ke sini memang ingin menjenguk kamu sayang, tapi... sebenarnya sekalian minta izin sama Nisrina. Adikmu sudah gak betah di sekolah, dia sering mogok untuk sekolah, katanya ingin mondok seperti kak Rina. Karena itu ayah ingin Sabrina di sini sama kamu nak," ucapnya menjelaskan. Seperti tak ada rasa sesal di raut wajahnya yang tegas itu.
"Apa gak bisa dia dipondokkan di tempat lain?" tanya Nisrina hati-hati.
Untuk menyebut namanya saja Nisrina seakan enggan. Bahkan nama panggilannya saja harus sama.
Mengingat momen itu kembali Nisrina meneteskan air mata. Ia seharusnya tak pernah berharap ingin dekat dengan ayahnya, seharusnya ia benci saja selamanya dengan sang Ayah. Dengan begitu tak ada lagi harapan dan angan seolah ia menjadi anak yang dirindukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Hidup
SpiritualPerjalanan hidup Mengkisahkan kisah seorang gadis bernama Nisrina Al mahira yang berkeinginan untuk berada di sebuah pesantren. Karena menurutnya pesantren adalah tempat yang ingin dia ambil ilmunya untuk menjadikan sebuah bekal perjalan hidupnya...