Valeria, gadis berusia 18 tahun yang baru saja merayakan kelulusan Sekolah Menengah Atas-nya di Jakarta Selatan.Satu minggu setelah hari kelulusan, seperti perjanjian beberapa bulan yang lalu dengan Ayahnya Wilson, Valeria harus masuk ke Universitas Kedokteran di Australia, kampus dan keperluan segalanya sudah Wilson persiapkan untuk putri sematawayang-nya. Valeria hanya perlu membawa diri dan niatnya saja untuk pergi melenggang dari rumah.
Dan hari ini adalah hari terakhir sebelum dirinya berangkat ke Australia. Iya, besok Valeria harus berangkat ke Australia dengan berat hati tentunya.
"Dad, setelah ini kamu juga harus nurut dengerin kata-kata aku, okey. Besok aku pergi ke Aussie aku engga bisa mantau Daddy di Jaksel main sama siapa aja!" mata Valeria menukik tajam menatap Ayahnya yang sedang menuangkan sampanye ke gelas kecil di meja. Jarak keduanya hanya beberapa meter saja, mungkin empat atau lima meter.
"Of course, kamu bisa pantau Daddy dari mana saja, terserah." Wilson terkekeh pelan sebelum akhirnya menengguk sedikit sampanye digelasnya.
Valeria memicingkan matanya saat melihat ekspresi mencurigakan dari Ayah nya.
"Hati-hati main sama Om Bomo-nya!!"
"He'em, Nak."Valeria mendengus mengingat sebutan Nak merupakan simbol ejekan Wilson padanya. Wilson menolah menatap Valeria dengan mata merahnya seperti singa yang siap menerkam mangsa saat lawannya lengah.
Wilson menghembuskan nafas panjangnya sesaat, lalu menaruh gelas sampanye ditangannya ke meja.
"Iya Valeria, Daddy akan hati-hati dengan si Bomo, kamu tidak perlu khawatir, Daddy bisa menjaga diri Daddy."
"Iya, Daddy bisa menjaga diri Daddy dari Om Bomo tapi Om Bomo tidak bisa menjaga dirinya dari Daddy!"
"Iya, Valeria, iya. Daddy mengerti."
Wilson mendengus putri sematawayangnya begitu bawel, sejak kematian istrinya. Menjadi duda bukannya bebas Wilson justru tambah tertekan karena nafasnya di setir oleh anak gadis yang tidak tahu apa-apa soal kehidupan pria.
"Dad, jangan banyak main ke club juga."
"Tidak Nak, paling seminggu hanya empat kali, kamu tenang saja Valeria."
"Sampai Valeria dengar berita aneh tentang Daddy, Valeria suntik kebiri mahluk kebanggaan Daddy itu!" Valeria menunjukan tangannya 'kebawah' tepat disasarannya meski dari jauh. Wilson yang mendengar somasi menakutkan itu hanya bisa mengelus dadanya sambil menggelengkan kepala dengan pelan."Durhaka kamu Valeria, anak itu harusnya--"
"Diam, Dad. Jangan berbicara soal akhirat lagi dengan Valeria. Daddy bukan Ustad dan Valeria tidak mau dibanding-bandingkan dengan mereka!" pungkas Valeria memotong ucapan Ayah-nya dengan cepat.Wilson langsung diam tak berkutik alisnya naik keatas bersamaan dengan hembusan nafas yang terbuang dengan berat.
"Sabar, Wilson. Besok lo bebas."Ting nung...
Suara bell pintu mendinginkan situasi yang mulai memanas diantara Ayah dan anak itu. Valeria menoleh melihat ke arah pintu dengan senyuman yang mengembang dipipinya.Wilson yang melihat itu hanya diam memasang wajah ambigunya, Wilson tahu siapa mahluk yang baru saja menekan bell dibalik pintu itu, tentu ia tahu. Dilihat dari ekspresi wajah anaknya, Wilson sudah menebak bahwa yang datang saat ini adalah Rengga, sahabat putrinya.