"Kamu adalah kata 'segala' dari
apa yang aku punya"-Flashback on-
6 jam yang laluMelihat Valeria di gandeng erat oleh Rengga, tidak ada yang bisa Edgar lakukan selain mengeraskan rahangnya menahan hawa kesalnya. Tentu saja bukan hak Edgar membatasi Rengga dengan Valeria, terlebih setelah tahu Rengga adalah orang berarti bagi Valeria.
"Dugaanku salah, sepertinya gadis itu bukan saudara yang diceritakan Rengga pada kita, dulu." ucap Dean matanya masih menatap pintu yang beberapa detik lalu tertutup.
Edgar membanting bokongnya di sofa, ia kembali duduk menghadapkan wajahnya ke arah jendela menatap penuh arti.
"Kau sudah tahu ini bukan ?" tanya Edgar dengan suara pelan, tanpa melihat ke arah Dean. Tentu saja sahabatnya itu paham maksud dan arah dari pertanyaan singkat Edgar tadi menjurus kemana.
Dean menghembuskan nafas panjangnya. "Valeria dan Rengga ?" Dean bertanya dengan santai, "Aku tidak tahu, Rengga tidak menyebutkan ada hal 'special' antara dirinya dengan gadis itu."
Mendengar tidak ada kebohongan dari jawaban Dean, Edgar mengangguk pelan.
"Setahuku, Rengga pernah menunjukan poto perempuan padaku," Dean memicingkan matanya berusaha mengingat-ingat kembali kejadian lampau yang sudah samar dikepalanya ".....Namun aku rasa, bukan Valeria orangnya." sambung Dean lagi.
Hening.
Keduanya diam beberapa menit. Dean kembali menuangkan sampaye pada gelas kosong, lalu diberikannya pada Edgar yang masih diam entah sedang meraba hal apa."Kenapa ? Ada sesuatu yang mengganggumu ?" Dean menaikan satu alisnya ke atas setelah melihat gelas yang diberikannya tidak disentuh sama sekali.
"Kau tidak terbiasa seperti ini, katakan lah, ada hal yang mengganggumu ?"
"Tidak."
"Iya, jelas tidak mungkin tidak ada, cepat katakan, aku tidak bisa minum dengan tenang jika kau terus diam seperti ini." gusar Dean mendesak Edgar agar membuka suara.
Edgar diam, sebenarnya tidak ada hal yang mengganggu dirinya sekali pun kenyataan lain yang ia temui mengabarkan berita bahwa Valeria dan Rengga berkencan. Ia juga tidak dirugikan dalam hal apa pun.
Rengga sahabatnya, tentu saja Edgar akan senang jika sahabatnya bahagia.Namun Valeria ?
Andai saja gadis itu tidak masuk ke dalam aprtmentnya beberapa hari yang lalu, andai saja orang tua gadis itu tidak menitipkan seorang gadis padanya, mungkin kepalanya tidak akan sepening ini mencemaskan hal kosong yang dirinya sendiri tidak mengerti apa artinya.
"Rengga tidak pernah menceritakan siapa pun padaku, termasuk Valeria." urai Edgar masih dengan tatapan kosong ke depan
"Tentu saja, kami trauma mengenalkan seorang gadis padamu, Ed." sahut Dean terkekeh pelan menjawab uraian Edgar dengan guyonan seperti biasa.
Tawa Dean berhenti saat kepalanya menyambungkan sesuatu yang serius. Dean menoleh menatap sahabatnya yang masih diam memandang ke arah jendela.
"Tunggu, kenapa kau terlihat begitu penasaran dengan gadis itu ? Jangan bilang kau tertarik padanya ?"
"A-apa ?"
Edgar tersentak, ia segera mengalihkan pandangannya ke lain arah lagi, melihat mata Dean yang menyorot curiga pada dirinya.
"Kau menyukai Valeria, ya ?"
"Omong kosong.." kekeh Edgar, tangan kanannya mengayun, dengan cepat merih gelas sampanye lalu menengguk habis minuman itu seketika.