Ucapan Jinyoung barusan mengiang dipikiran Jisoo, ia sedang mencerna kata demi kata, "Kya Jisoo-ah, jangan takut. Ini aku Jinyoungi. Jadi jangan takut, berhentilah menangis"
Jisoo masih setia dengan posisinya, berjongkok. Kantung matanya terlihat sembab, padahal ia hanya menangis sebentar. Tangan Jisoo juga masih gemetaran, ia masih belum bisa mengkondisikan dirinya.
"Neo gwencanha Jisoo-ah?"
"Nan gwencanhayo"
"Keunde, wae dangsin nan tarawa? Kenapa kau mengikutiku?"
"A-ani. Nan dangsin tarawa aniyo. Aku tidak mengikutimu. A-aku hanya sedang berjalan-jalan" dalih Jisoo.
Jinyoung tersenyum tipis. Jisoo tidak pandai berbohong, ucapannya memang bertentangan tapi ekspresinya sangat kentara. Yocha itu tampak bodoh didepan Jinyoung.
Perlahan tangan Jinyoung terangkat, ia mengacak lembut puncak kepala Jisoo. Ia menyalurkan semua rasa gemasnya pada Jisoo yang terlampau polos itu.
Rasanya degub jantung Jisoo terus menggebu, diperlakukan manis seperti ini oleh namja yang ia suka, Jisoo hanya bisa tertunduk. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang telah jatuh hati pada The Savage Ice Prince, Park Jinyoung.
Perasaan Jisoo memang sudah lama tumbuh dan menggerogoti hatinya. Itu dimulai saat Jisoo terus saja menerima fakta jika dirinya dan Jinyoung selalu dipertemukan dalam berbagai kesempatan.
Pertemuan pertama mereka dicafe saat ponsel keduanya tertukar, masuk ke sekolah yang sama, ditempatkan dikelas yang sama, serta rasa bersalah Jisoo karena membuat tangan Jinyoung terluka sehingga ia harus menyuapi, menyalin catatan, mengerjakan tugas, mengambil alih tugas piket, dan melayani Jinyoung sampai tangannya sembuh.
Semua hal kecil itu membuat perasaan Jisoo pada Jinyoung tumbuh. Bisa melihat wajah dingin Jinyoung saja ia sudah senang.
Tidak terasa hampir lima menit mereka berjongkok berhadapan. Entah kenapa rasanya posisi seperti ini berubah menjadi posisi yang sangat nyaman bagi keduanya.
"Apa kau haus?" celetuk Jinyoung tiba-tiba yang langsung dijawab dengan gelengan oleh Jisoo.
Jinyoung kemudian menyodorkan botol air mineral yang ia tenteng ditangan kanannya. Ia tahu jika Jisoo sedang berbohong lagi.
Karena tak kunjung mendapat respon dari Jisoo, akhirnya Jinyoung menarik ulang botol itu lalu membuka tutupnya, ia kembali menyodorkan botol air itu pada Jisoo.
"Gomawo Jinyoung-ah"
Jinyoung tersenyum manis, jelas saja hati Jisoo langsung meluluh. Rona wajah yeoja cantik itu seketika berubah memerah.
***
Gemericik air yang keluar dari shower kamar mandi Jisoo mengisi keheningan yang ada disana. Hanya suara air yang terdengar, tak ada suara lain yang mungkin menginterupsi.
Sesekali dentingan jarum jam analog samar-samar terdengar. Putarannya terus saja melaju sampai menit ke menit.
Ditengah suasana yang menenangkan didalam kamar Jisoo itu tiba-tiba gagang pintu dibuka dari luar. Perlahan menampilkan sosok namja tampan dengan rahang yang tajam dan mata yang terkesan apatis. Mark memasuki kamar adiknya, ia mencoba mencari keberadaan Jisoo.
Sejenak ia memandangi setiap perabot yang ada, ia menghembuskan nafas pelan lalu beralih pada pintu kamar mandi yang ada dikamar adiknya.
"Jisoo-ah, apa kau sedang mandi?"
"Ne oppa. Chankanmannyo, tunggu sebentar"
Tak lama kemudian Jisoo keluar dengan piyama tidur dan handuk yang melilit rambutnya. "Waegure oppa?" tanyanya sesaat setelah membenarkan posisi handuk.
Mark tak langsung menjawab, namja itu malah melenggang menuju kursi kayu didekat pintu kaca yang memisahkan kamar Jisoo dengan balkon.
Guratan diwajahnya menunjukan jika Mark sedang ingin membahas masalah yang serius kali ini. Mark bukanlah tipe orang yang suka berbosa-basi. Dia tak akan bicara jika memang itu tidak penting. Sekali dia bicara, pasti itu adalah masalah yang krusial.
"Duduklah" perintahnya pada Jisoo.
Jisoo segera duduk ditepi tempat tidurnya, "Wae oppa? Kau membuatku takut"
"Apa kau masih berhubungan dengan Jaebum?"
"Ani, oppa sudah berapa kali aku bilang, aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Jaebum-oppa. Kami hanya tidak sengaja bertemu, dan kebetulan adiknya adalah teman sekelasku. Lagi pula kenapa oppa sangat membencinya? Dia adalah orang yang baik"
Mark termenung untuk beberapa menit, dadanya berusaha menyerap oksigen sebanyak mungkin.
"Kau tahu Jisoo-ah? Oppa pernah memiliki sahabat. Dia sangat baik dan bahkan sangat pintar. Kita sudah bersama sejak kecil, seperti kau dan kedua temanmu itu. Tapi sayangnya kita menyukai gadis yang sama, disitulah awal dari permusuhan kita. Aku hanya tidak bisa menerima jika dia sudah merebut gadis itu dariku. Didepanku dia akan bertingkah seakan-akan membantuku tapi ternyata dia memanfaatkan hal itu untuk merebut gadis yang sudah jelas-jelas memilihku"
"Kenapa dia tega sekali oppa?"
"Dia memang licik dan tidak tahu diri" setelahnya Mark berdecih.
"Sepertinya begitu, tapi bukankah itu bukan sepenuhnya salah sahabat oppa? Menurutku gadis yang kalian rebutkan yang menjadi sumber permasalahannya. Bagiku tidak salah jika dia juga menyukai gadis yang oppa sukai, itu adalah hak miliknya. Seharusnya gadis itu yang harus bertindak tegas, siapa yang ia pilih. Jadi leb---"
Belum sempat Jisoo mengusaikan opininya, dengan cepat Mark memotong, "Tahu apa kau?! Kau tidak tahu apa-apa Jisoo-ah!!!" secara tidak sengaja namja itu berteriak dihadapan adik perempuannya.
Jisoo tersentak dengan suara bentakan Mark. Kakaknya memang lah memiliki pembawaan yang dingin dan angkuh tapi jika kita mengenalnya lebih jauh, Mark adalah seorang namja yang sangat sensitif apalagi jika berhubungan dengan masalah perasaan.
"Ne, aku memang tidak tahu apa-apa! Dan lebih baik oppa tidak usah mengajakku bicara jika oppa berfikir jika aku SAMA SEKALI tidak mengetahui apapun" tutur yocha berambut lurus itu dengan menekankan kata 'sama sekali'.
Air menggenang dipelupuk mata Jisoo tapi ia berusaha menahannya. Ia tidak mau terlihat lemah dihadapan oppa-nya.
Setelah bergulat dengan tatapan mata yang tajam, kini Jisoo beranjak dari duduknya. Ia berlari keluar kamar dan meninggalkan Mark yang masih setia dengan posisinya.
Mark terus saja memandangi pintu kayu bercat putih yang baru saja dilewati Jisoo. Ia mendengus pelan. Namja tampan itu merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa menahan emosinya. Mark mengacak rambutnya frustasi sambil memukul angin.
***
🌀TBC🌀
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE ✔ [COMPLETED]
Fiksi Penggemar[PJY-KJS] Tentang Jisoo yang terlalu malu untuk mengungkapkannya, dan Jinyoung yang terlalu kaku untuk mengakuinya. Tentang Jinyoung dengan segala diamnya dan Jisoo dengan segala cerewetnya. Tentang Jinyoung yang selalu punya seribu cara dan Jisoo...