TERKADANG aku tidak tahu alasan aku harus berada di sini. Maksudku menjalani hidup ini. Aktivitas yang sama, waktu yang sama. Jemu yang sama. Perasaan yang sama. Kesedihan yang sama.
Mengulang terus, berputar terus. Seperti berada di lingkaran yang semakin menebal dan aku tak bisa menemukan jalan keluar.
Entah sampai kapan aku mampu bertahan.
Seperti rutinitas pagi ini. Bangun pagi, mandi cepat, mengendarai motor menyelip di antara mobil yang seolah parkir di jalanan karena sangat macet, hingga tiba di kampus.
Aku berjalan gontai ke arah satu-satunya tempat yang selalu kutuju setelah memarkir motor.
Bahkan seperti sudah diatur alam semesta, tempat parkir motor pun selalu sama. Setiap aku datang, tempat itu kosong dan menarikku untuk memarkirkan motorku di sana.
Pfft. Membosankan.
Syukurlah pintu kantin kampus sudah tampak di depan mata. Tanpa menunggu lama, aku bergegas masuk. Menuju meja yang biasa kutempati---tuh, sama lagi tempatnya. Ada dua cowok bertampang polos duduk di sana. Mereka langsung berdiri patuh begitu melihatku berdiri berkacak pinggang dan menggerakkan dagu, tanda meminta mereka menyingkir.
Aku meletakkan bokong tanpa memedulikan orang lain. Mataku segera tertancap pada salah satu konter di kantin yang kuincar sedari tadi.
"Bang! Bubur satu!"
"Siap, Neng!"
Aku meletakkan ransel di meja bundar. Lalu semangkuk bubur terhidang tepat di hadapanku. Aku mendongak dengan alis terangkat. "Tumben cepet."
"Mumpung sepi nih, Neng," jawab si tukang bubur.
Aku langsung melahap bubur yang ternyata panas. Mulutku megap-megap. Sialan. Panas benar. Aku berseru memanggil penjaga konter penjual minuman, si ibu berwajah menor. "Bu!"
Sontak seisi kantin menoleh saking kerasnya suaraku. Aku memelototi orang-orang itu satu per satu. Sensi amat sama suara gue, aku membatin.
"Es teh satu!"
"Siap, Neng Oliv."
Lidahku terasa adem begitu es teh mengguyur rogga mulut. Setelah itu aku buru-buru merogoh saku celana jins karena hape bergetar hebat. Aku membaca pesan WhatsApp yang masuk. Sial, dosen rese sudah masuk. Aku melahap bubur dengan hati merutuk, menyalahkan diri sendiri.
"Buru-buru amat, Neng. Hati-hati, ntar keselek." Penjual bubur mengingatkanku.
Aku menyerahkan mangkuk kosong serta memberikan uang lalu berlari secepat kilat.
Huff... Aku menginjak ruang 202. Lho, kok nggak ada dosennya? Aku segera duduk di kursi paling belakang. Tepat di samping Dewi, cewek yang sudah sangat baik mengirimiku pesan tadi.
"Mana dosennya?"
"Nyariin lo."
Jawaban santai yang berkumandang membuat aku ingin melempar bangku ke arah si cewek. Aku melotot dan menyikut lengannya. "Gue serius nanyanya, bego!"
Dewi tampak tak terganggu walaupun aku katai bego. Dia menjawab singkat, "Ke toilet."
Baru saja menoleh ke depan dan mengeluarkan buku dengan malas-malasan, Dewi menyikutku. Aku mendelik. "Apaan sih? Siku lo tuh, tajem!"
Eh, bukannya menyahut, Dewi hanya menggerakkan jari dan menunjuk hidungnya sendiri. Gerakannya yang tanpa suara itu dengan cepat menyadarkan diriku. Buru-buru aku meraba hidungku sendiri. Ups. Hampir saja lupa. Aku segera melepaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR GANGSTER GIRL - Christina Juzwar
Fiksi RemajaNukilan novel terbaru Christina Juzwar dari #BadGirlSeries. Terbit Januari 2018. *** Namanya Kassandra Olivia, tapi kelakuannya tidak sebagus namanya. Di kampus, Oliv mendapat cap cewek preman, menyebalkan, dan anarkis. Dia tidak suka berteman apala...