Suasana bar saat itu mendadak sunyi, tak ada sedikitpun rona bahagia dari seluruh pengunjung bar saat menyaksikan pertandingan Liverpool melawan Manchester City. Sebab kesunyian itu jelas, karena Liverpool kalah 5-0. Satu dua orang mulai meninggalkan bar dengan kesal, namun tak sedikit juga yang memilih untuk diam di bar dan minum banyak untuk melupakan kenyataan pahit itu, tak terkecuali Duncan James, sahabat karib Gary.
"Kalian duluan saja, aku ingin minum beberapa gelas terlebih dahulu," tukas Duncan lunglai lesu.
"Kau gila Duncan! Kau baru sembuh!" hardik Kazim.
"Lalu kau akan menyembuhkanku kan?" balas Duncan.
Gary dan Joey mendengus kesal mendengar Duncan berbicara seperti itu. Duncan baru saja keluar dari rumah sakit setelah menderita kerusakan organ hati akibat gaya hidup tidak sehatnya.
"Ah Liverpool kalah lebih buruk dari menderita kanker, benar kan Kazim?"
Seloroh Duncan membuat Kazim mengernyitkan dahi, calon dokter itu tak habis pikir dengan apa yang dikatakan Duncan.
"Kau sudah mulai mabuk Duncan!" kata Gary.
"Liverpool kalah juga lebih buruk daripada test drive yang gagal kan Gary?"
"Ya Tuhan!" dengus Joey.
"Hai Joey, Liverpool kalah juga lebih buruk daripada barang antik yang dicuri kan?"
Tiga sahabat Duncan benar-benar tak berdaya melihat perilaku Duncan saat itu. Mulut mereka berbusa memarahi dan menceramahi Duncan seraya ia minum hingga mabuk.
"Hei Nak! Percuma kalian memarahinya, dia sudah kehilangan akalnya!" Paman Downey, pemilik bar, menghampiri mereka.
"Biarkan saja dia. Sebentar lagi dia tak sadarkan diri," lanjut Paman Downey dengan suara paraunya.
"Bocah ini menyebalkan!" perasaan Kazim khawatir bercampur kesal pada Duncan. Wajar saja Kazim khawatir, saat dilarikan ke rumah sakit Duncan sudah berada kondisi koma. Duncan seorang pengangguran yang baru saja terkena PHK. Hal itu menyebabkan ia depresi berat dan mengalihkan dirinya pada minuman keras, seluruh sisa gajinya selama bekerja ia habiskan untuk membeli berbotol-botol minuman keras.
Seluruh keluarganya termasuk tiga sahabatnya sempat histeris karena mereka pikir akan kehilangan Duncan selamanya. Selama 3 hari lebih Duncan koma, hingga akhirnya ia mendapatkan transplantasi hati untuk menyelamatkan hidupnya.
Sudah dua bulan lebih dia dinyatakan sembuh dari sakitnya, namun sayangnya ia tak kapok juga meminum minuman beralkohol.
"Gary, handphone berdering dari tadi," kata Joey.
Gary tak sempat melihat handphone saat itu. Ah mungkin handphonenya kini sedang ramai dengan olok-olok teman kuliah dan kerjanya akibat kekalahan Liverpool, pikirnya. Tapi saat melihat nama "Bella" di layar handphonenya, tanpa pikir panjang ia langsung membuka pesannya.
Bella
Can we meet?
15 minutes from now in Sefton Park.
"Astaga ini Bella! Aku harus segera menemuinya!"
Gary bergegas meninggalkan bar menuju Sefton Park yang jaraknya cuma 10 meter dari bar.
"Kemana dia?" Tanya Kazim.
"Bella...." Jawab Joey singkat.
***
Siang hari yang cerah sebenarnya, hanya saja hati Gary tak secerah hari itu karena kekalahan memalukan itu. Sefton Park agak sepi hari itu, mungkin saja pengunjungnya menonton Liverpool tadi. Romantis sekali Bella mengajaknya ke SeftonPark, taman itu sedang dipenuhi oleh bunga berwarna-warni sehingga Nampak sangat indah. Apakah ia hendak melamar Gary? Imajinasi gila itu terus saja membayangi Gary.
Bella sepertinya sudah lama menunggu Gary di sana, ia dengan santainya duduk di bangku taman sambil membaca All's Well That Ends Well, salah satu karya dari Shakespeare.
"Hai..."
"Ayo kemari..."
Bella mempersilakan Gary duduk di sampingnya.
"Sejak kapan kau di sini?" Gary penasaran.
"30 menit lalu. Tenanglah, kau tepat waktu."
"Kapan kau pulang ke Inggris? Kenapa tak memberitahuku?"
Bella tertawa ringan.
"Hai Gary, aku sudah pulang!" Bella mengolok Gary, Gary hanya bisa mendengus kesal.
"Aku tiba di Liverpool kemarin. Ya sebenarnya aku sudah berada di Inggris selama tiga hari ini, dua hari lalu aku pergi ke Cardiff untuk menghadiri pesta pernikahan Melisa. Kau tahu dia kan? Tempo hari lalu ia sering mendapat olok-olok karena penampilannya saat kuliah. Tapi pada akhirnya dia memenangkan pertempuran karena berhasil menikahi seorang pria tampan nan kaya raya," lanjut Bella.
Gary terhenyak mendengarnya. Sepertinya Bella sedang menyindirnya.
"Ah Melisa beruntung," Respon Gary, netral.
"Aku tak seberuntung dia. Bertahun-tahun berpacaran, bersabar menanti saat yang tepat, tetapi kurasa aku membuang waktuku."
Gary terdiam...
"Gary, aku tahu kau sibuk. Aku juga sibuk. Berkeliling berbagai macam negara di Asia dengan kultur yang berbeda bukanlah pekerjaan yang mudah. Kemudian ketidakpastian dirimulah membuat pekerjaanku makin rumit. Setiap pulang ke Inggris, aku selalu berharap kau akan datang ke rumah untuk sekadar makan malam bersama keluargaku, tapi kau selalu bilang kau sibuk..."
"Memang nyatanya begitu Bella!"
"Ya kecuali untuk sahabat-sahabatmu kan?"
Pria berkacamata itu sulit menyangkal apapun yang dikatakan Bella padanya.
"Gary, kau membuang waktumu untukku. Akupun sama. Lebih baik kita akhiri saja semua ini."
"Bella, dengar! Maafkan aku! Kesibukan ini semata-mata untuk masa depan kita. Aku tak mungkin tak punya apa-apa saat menikahimu."
"Itu alasan konyol. Lihat sepupumu, Charine. Kau bilang pria yang menikahinya baru Charine kenal selama ia kuliah pascasarjana, tapi kau lihat sendiri kan? Pria itu tanpa pikir panjang langsung menikahinya."
"Itu berbeda Bella! Prof. Hildemann sudah mapan dalam hidupnya. Dia hanya butuh seorang wanita untuk melengkapi hidupnya."
"Dan kau merasa hidupmu tak mapan, Gary? Mustahil seorang insinyur mesin Vauxhall merasa tak mapan dalam hidupnya. Jikalau kau merasa tak mapan, aku cukup mapan kok. Gajiku sebagai instruktur EFL di British Council lebih dari cukup untuk menghidupi kita berdua."
"Tapi, Bella. Aku masih belum..."
"Sudahlah. Lebih baik kau pikirkan semua ini dan carilah wanita lain yang mau bersabar lebih lama menghadapi dirimu."
Dan Bella berlalu, dengan airmata....
KAMU SEDANG MEMBACA
Those Sharp Eyes
RomanceHati Gareth "Gary" Clark kini sedang berkecamuk. Setelah ia patah hati karena sepupu jauhnya menikah, kini ia dihadapkan pada masalah yang lebih pelik lagi, hubungan dengan kekasihnya terancam bubar karena ketidakpedulian Gary padanya. Apakah Gary d...