Terusir

20K 943 34
                                    

Mohon dukungannya dengan memberi vote atau komennya.

Salam sayang

Mm

"Ada aku di sini, Bu."

♡♡♡♡♡

"Aku harap mulai besok kau tidak di sini lagi, Hayu." Ucapan sang kakak-Prasetyo menohok hati Hayu.

"Kenapa Mas? Apa salah Hayu?" Suara Hayu tercekat menahan tangis.

"Kamu tidak salah apapun Hayu. Hanya rumah ini sudah dibeli oleh ayah mertuaku untuk melunasi semua biaya pengobatan Aina yang kau pinjam dari mbakyu-mu."

Hayu melihat mata kakak iparnya--Sekar yang tak mau melihatnya. Seakan-akan Hayu adalah benalu.

"Aku akan bekerja, Mas dan akan membayar semua hutangku kepada Mbakyu Sekar," kata Hayu penuh keyakinan.

"Atau aku akan membayar uang bulanan asal Mas mengijinkan aku dan Aina tinggal di sini," kesahnya kepada Pras yang diabaikan.

Pras melirik ke istrinya yang tak memberi komentar apapun. Menatap Hayu saja tidak mau.

"Maaf Hayu. Aku sudah berjanji kepada ayah mertuaku untuk hal ini." Pras meyakinkan.

"Tapi Mas---" Hayu mulai menangis.

"Aku tidak tahu ke mana. Ini rumahku juga," isaknya.

"Ini sudah bukan rumahmu, Hayu! Tidakkah kamu paham?" kesal Sekar dengan membentak Hayu.

"Ini uang hasil dari penjualan rumah ini. Uang itu cukup untuk kebutuhan selama beberapa bulan." Sekar melempar uang ke atas meja.

"Mas ijinkan Hayu dan Aina tinggal di sini." Hayu memohon dan bersimpuh tetapi tak digubris oleh Pras maupun Sekar.

"Maaf Hayu. Mas tidak bisa membantumu," ujar Pras pergi menjauh.

Hayu menangis dan menahan sesak di dada. Dia tak mau anaknya mendengar suara tangisannya.

*****

"Ibu kenapa paman dan bibi marah?" Tangan kecil Aina menghapus air mata Hayu.

"Paman dan bibi tidak marah dengan ibu, Nak." Hayu menjawabnya sambil menggendong Aina ke kamar.

"Bibi jahat ya, Bu?" Kesal Aina sambil memajukan bibirnya.

"Tidak kok Nak. Bibi Sekar tidak jahat. Bibi malah memberi ibu uang banyak," kata Hayu menutupi kenyataan.

"Oh,ya Nak. Besok kita cari tempat tinggal baru, ya?" tawar Hayu kepada Aina.

"Mengapa, Bu? Ini, kan rumah Eyang," katanya dengan polos.

"Karena tempat kerja ibu terlalu jauh dari sini. Nanti ibu tidak bisa pulang cepat."

"Apakah Aina akan memiliki banyak teman?" tanyanya dengan tatapan khas anak-anak.

"Tentu saja Nak." Hayu membelai rambut panjang hitam sang anak.

Hayu tak tega memberitahu yang sebenarnya. Biarlah ini menjadi tanggungjawabnya sebagai seorang ibu. Sejak Hayu diceraikan oleh suaminya tujuh tahun yang lalu dialah yang bekerja. Tak peduli kerjaan apa yang diambilnya asal halal untuk mereka.

Selama tujuh tahun Aina tak pernah mengenal ayahnya. Pernah sang buah hati bertanya kepadanya mengapa dia tidak memiliki ayah seperti temannya. Hayu hanya menjawab bahwa ayahnya masih kerja di tempat yang jauh dan belum bisa pulang. Agaknya Aina memahaminya dan tak pernah bertanya lagi. Hayu tahu mungkin putri kecilnya ingin bertanya lagi tapi tak pernah dia tanyakan. Suatu hari nanti aku akan memberitahunya, janji Hayu.

Besok mereka harus angkat kaki dari rumah masa kecilnya. Sang kakak tidak berani menolak keinginan istrinya ketika Sekar mengusirnya. Hayu tahu Pras sudah tak memiliki kuasa dalam hidupnya.

"Tuhan bantu aku esok."

*****

Di sinilah Hayu sekarang mencari tempat untuknya tinggal. Sebuah tempat di sebuah pelosok pertengahan kota. Rumah yang bersih dan sejuk menjadi tempat tinggalnya yang diperoleh dari sahabat dekatnya, Rinjani.

"Aina, ibu akan membeli bahan makanan. Apa Aina mau ikut ibu? tanya Hayu saat melihat anaknya melamun.

"Iya Bu. Aina ikut." Aina beranjak dari tempat duduknya di teras.

"Aina tidak suka ya di rumah ini?" selidik Hayu.

"Aina suka kok," ujar Aina bohong.

Mereka berjalan dengan menggandeng tangan menyusuri jalan setapak. Tibalah mereka di sebuah minimarket terdekat yang menyediakan berbagai macam kebutuhan.

"Ibu orang baru di sini, ya?" kata sang kasir setelah Hayu selesai memilih barang.

"Iya Bu. Perkenalkan nama saya Hayu. Ini anak saya Aina," ucap Hayu memperkenalkan diri dengan sopan.

"Selamat datang,  ibu Hayu. Saya ibu Rengganis. Saya pemilik minimarket," balasnya memperkenalkan diri.

"Oh,ya ngomong-ngomong di mana suaminya?" selidiknya ingin tahu.

Perkataan itulah yang tak ingin Hayu jawab.

"Ayah Aina sudah meninggal." Aina kecil menjawabnya dengan lantang.

Ibu kasir terhenyak sejenak.

"Oh maafkan saya, Bu. Saya tidak tahu," ujar ibu kasir pelan.

"Tidak apa-apa Bu," jawab Hayu dengan nada pelan.

Setelah Hayu keluar dari minimarket semua ibu-ibu yang di sana bergosip mengenai Hayu yang ditinggal mati oleh suaminya. Ada yang percaya ada juga yang tidak percaya.

"Nak, kenapa Aina mengatakan jika ayah Aina meninggal?" tanya Hayu sambil berjalan.

"Memang Aina tidak mempunyai ayah kok. Kata teman Aina kalau ayahnya pergi maka itu artinya meninggal." Aina tak berani menatap mata Hayu, menunduk ke bawah.

"Aina tidak masalah kok Bu jika Aina tidak mempunyai ayah asal Aina tinggal dengan ibu," ujarnya sambil menitikkan air mata.

Hayu tak dapat lagi berkata apapun. Dia segera berjongkok dan memeluk Aina di dalam dekapannya.

Hayu tak menyadari jika ada seseorang yang mulai mendekat dan melihat pemandangan ibu dan anak yang saling memeluk.

"Ibu Hayu ...."

=Bersambung=

Hai ini cerita baruku. Beri pendapatnya jika ada yang kurang.

Ohya aku update ulang cerita ini karena banyak kekurangannya. Berkat sharing kemarin dengan senior WP akhirnya saya mengetahui bahwa sebenarnya banyak kekurangan dari cerita ini.

Terima kasih untuk bagi ilmunya ya

JANGAN MENANGISI HARI ESOK, IBU  Terbit Di Dreame/Innovel Hingga TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang