Kini keduanya sedang berjalan di trotoar menuju ke sekolah Nabilah. Melody masih setia mengekor di belakangnya. Dan masih merongronginya dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Nabilah memggertakan giginya bahkan sampai membuatnya harus mengusap dada karena berusaha untuk bersabar.
"Nabilah... Kenapa kau sering sekali marah-marah?" Tanya Melody lagi dengan polosnya membuat Nabilah secara otomatis menghentikan langkahnya. Melody yang tidak siaga pun menabrak punggung Nabilah, dan tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu hal yang janggal.
Detik berikutnya Melody terperangah saat ia bisa merasakan tubuh Nabilah. Sedangkan saat pertama kali ia bertemu dengan Nabilah, anak itu mampu menembus dirinya.
Apa kini ia bisa bersentuhan dengan Nabilah?
Apa ini semua karena sekarang Nabilah sudah menjadi orang pilihannya?
Nabilah membalikan badannya. Menyadari hal itu Melody dengan cepat menegakan tubuhnya.
"Lu... Lupakan saja... Kau tidak usah... menjawabnya kalau kau tidak mau." Ujar Melody pelan dan sedikit bergetar.
Ck... Dia selalu saja menampakan wajah seperti itu. Terlihat sangat menakutkan.
Nabilah mendengus pelan kemudian membalikan lagi badannya. Dan mulai melangkahkan lagi kakinya.
"Arrrgh..."
Baru beberapa langkah Nabilah mendengar suara ringisan dari balik badannya, membuat ia kembali menolehkan lagi kepalanya ke arah Melody. Matanya terbelalak saat menyaksikan Melody yang sudah berjongkok dengan memegang pergelangan tangannya yang terlihat menyala dengan nyala seperti api.
"Apa yang terjadi?" Tanya Nabilah tak memperdulikan lagi jika ia harus dipandangi oleh orang-orang yang menganggapnya sedang berbicara sendiri. Yang dilihatnya saat ini benar-benar di luar nalar sehingga membuat rasa penasaran Nabilah melejit pesat sampai ke ubun-ubunnya.
"Hey... kau tidak apa-apa?" Tanya Nabilah lagi dengan wajah yang menunjukan sedikit rasa khawatir saat Melody terlihat begitu kesakitan.
Di sudut lain ada seorang anak perempuan yang menatapnya dengan kerutan dalam di dahinya. Seorang anak perempuan yang mengenakan seragam seperti yang Nabilah kenakan.
Nabilah... anak itu, apa dia sudah tidak waras? Kenapa dia berbicara sendirian?
Tiba-tiba angin bertiup cukup kencang membuat anak itu merasakan hal yang tak biasa sehingga membuat bulu kuduknya terasa berdiri.
Nabilah ikut berjongkok saat Melody tak berhenti meringis. "Hey kau kenapa?" Nabilah benar-benar tak mampu menyembunyikan rasa khawatirnya lagi, lalu dengan sedikit ragu ia menyentuh bahu Melody.
Melody mendongakan wajahnya ke arah Nabilah. Kenapa ia merasakan sesuatu yang aneh saat tangan anak itu menyentuh dirinya. Seperti sesuatu yang menenangkannya.
Melody menggeleng lemah. "Ti... Tidak apa-apa... Ini hanya akan... berganti angka saja." Ia menunduk dan melepaskan pegangan pada pergelangan tangannya. Lalu perlahan-lahan angka 39 yang tertera disana berubah menjadi angka 38.
Nabilah semakin membelalakan matanya saat melihat hal itu. "Apa maksud dari angka 38 itu?" Tanyanya penuh dengan rasa ingin tahu.
Melody mendongak lagi ke arahnya. "Aku sudah bilang kan kalau aku diberi kesempatan selama 40 hari untuk mencari tahu penyebab kematian ku dan siapa diriku sebenarnya?" Mendengar hal itu Nabilah menganggukan kepalanya pelan.
"Dan angka ini menunjukan waktu yang tersisa untukku."
"38 hari lagi?" Tanya Nabilah takjub. Ia benar-benar merasa sedang berada di dunia fantasi. Di negeri para dongeng dan peri-peri. Apa sekarang ia bisa bertemu dengan Maleficent? Membayangkan hal itu membuatnya ingin tersenyum konyol.