Sebagai manusia seringkali kita tidak bisa mengendalikan sebuah harapan yang terus bertumbuh di dalam hati.
Katanya, berharap sama halnya dengan memupuk sebuah luka.
Memang benar, karena terkadang tanpa kita sadari yang melukai diri kita itu bukan orang lain, melainkan diri kita sendiri.
Ya, tentu saja itu semua karena harapan-harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Seperti yang Melody alami saat ini, ia merasa terluka akibat harapan tentang keluarganya yang jauh dari ekspektasinya. Bahkan sangat jauh sekali sampai-sampai ia merasa begitu kecewa.
...Nabilah kembali menggosok dinding toilet dengan telaten. "Aku rasa, mungkin keluargamu itu seperti di drama-drama."
"Hah? Drama-drama?" Tanya Melody bingung dan tak mengerti apa maksud dari perkataan Nabilah.
"Oh iya lupa, kalo hantu mungkin gak nonton drama ya."
"Hey, jadi apa maksudnya?"
"Keluargamu pasti penuh konflik. Terlihat baik di luar, tapi banyak sekali hal-hal bobrok di dalamnya."
Melody memegang kepalanya. "Jadi aku harus bagaimana sekarang?" Tanyanya putus asa.
"Menurutku kau sebaiknya tetap disana dan tetap mengawasi Frieska. Ya, kalau-kalau ada yang aneh kau bisa datang lagi kepadaku."
Melody terlihat merenung. "Nabilah, apa ada cara lain agar aku bisa mengetahui bagaimana kehidupanku dulu? Hmm... misalnya bagaimana kepribadianku, dan bagaimana kehidupan sehari-hari ku? Atau mungkin aku seorang mahasiswi atau bukan?" Melody berhenti sejenak, dan terlihat ragu, sedangkan nabilah masih menunggu kata-kata selanjutnya yang akan di ucapkan oleh Melody.
"Hmm... dan apa aku punya pacar atau tidak?" Tanyanya malu-malu.
Nabilah terlihat sedang menahan tawanya.
"Apa ada yang lucu?" Tanya Melody dengan wajah yang tampak memberengut.
"Tidak. Hanya saja kau sepertinya genit sekali," ujar Nabilah dengan sedikit terkekeh. Mengenal Melody tidak ada buruknya juga. Setidaknya terkadang ia merasa terhibur dengan tingkahnya yang terkadang polos, menyebalkan dan kenarsisannya itu.
"Ah ya kembali ke topik, bagaimana kalau aku bertanya pada kak Ve. Mungkin saja dia bisa memberikan sedikit titik terang," ucap Nabilah kembali serius.
"Siapa kak Ve?" Tanya Melody dengan mengerutkan dahinya.
"Kau ingat, wanita yang bersama kita masuk ke dalam rumah mu?"
Melody menaruh telunjuk di kepalanya seolah-olah ia sedang berpikir. "Ah, aku ingat. Wanita cantik yang seperti bidadari itu kan? Ya, jika dibandingkan denganku mungkin cantiknya sebelas dua belas lah," ujarnya polos nampak benar-benar tak berdosa.
Nabilah memutar bola matanya.
Sudah jadi hantu saja masih bisa narsis. Aku jadi penasaran bagaimana ketika hidupnya ya?
"Dia kakak sepupuku dan teman Frieska juga."
"Tapi apa dia memang mengenal ku?"
"Hmm... Aku rasa kenal. Karena dulu kak Ve pernah bilang kalau kakaknya Frieska hilang. Jadi, kesimpulannya dia pasti mengenalmu. Ya, meskipun aku tidak tahu kalian dekat atau tidaknya."
"Kalau begitu tolong tanyakan ya nabilah. Dan terimakasih sudah mau membantuku," ujarnya begitu sumringah. Seperti sudah menemukan sebuah harapan baru.
Nabilah menganggukkan kepalanya pelan. "Baiklah. Biar nanti aku tanyakan."
"Nabilah. Lihat itu!" Seru Melody sambil menunjuk ke arah pintu.