Hidup ini hanya sekali, namun ada begitu banyak hal-hal yang kita sesali. Terkadang, kita berharap waktu bisa di putar kembali, meskipun pada kenyataannya itu tak mungkin terjadi.
...Secangkir coffee latte hangat sudah tersaji di atas meja di kedai kopi yang tampak lengang. Seorang wanita dengan dandanan perlente duduk dengan anggunnya seperti sedang menunggu seseorang.
Melody, hantu yang beberapa hari terakhir ini selalu setia mengikuti adik satu-satunya itu pun ikut duduk di sampingnya tanpa Frieska sadari.
Selama beberapa hari tinggal di rumah keluarganya, apa yang Melody dapatkan? Apakah ia sudah menemukan apa yang ia cari? Atau ia sudah mengetahui penyebab kematiannya?
Hmmmmp... Sampai saat ini, Melody masih bingung dan tak tahu kemana arah pencariannya ini. Waktu tak mungkin mau menunggunya dan akan terus berlalu tanpa Melody sadari. Kini angka di tangannya sudah berubah menjadi angka 24, yang menandakan bahwa waktunya di dunia ini hanya tersisa 24 hari lagi. Entah kenapa rasanya sangat enggan sekali pergi dari dunia ini tanpa mengetahui sebab kematiannya.
Oh tuhan, beri aku petunjukmu...
"Hai," sapa seorang pria tinggi, berkulit putih dan berkacamata yang saat ini menghampiri Frieska dengan senyumnya yang mengembang sempurna. Seolah-olah ia membawa matahari di atas kepalanya. Bersinar dan ceria.
"Ah... Mungkinkah orang itu pacar Frieska?" Gumam Melody lebih kepada dirinya sendiri, karna ia yakin sekali saat ini tidak ada yang bisa mendengarnya bicara. Melody menghela nafas pelan, tiba-tiba saja ia teringat kepada Nabilah, si gadis bermuka masam yang berbicara seperlunya dan terkadang menyebalkan tapi sebenarnya hatinya baik. Terlihat cuek padahal sangat peduli.
"Bagaimana kabar gadis itu ya? Apa dia sudah punya teman? Apa ia tidak terlambat lagi ke sekolah? Apa sebaiknya aku mendatanginya?" Sejenak Melody terlihat merenung. "Apa dia senang karena aku tidak menggangu hidupnya lagi?"
Kenapa rasanya ia merasa kecewa ya jika benar Nabilah merasa senang karena tidak melihat dirinya beberapa hari terakhir ini. :-(
"Awwww..." Melody langsung menyingkir ketika pria itu hampir saja mendudukinya. "Kursi di sebelah sana kan kosong! Kenapa harus duduk disini sih?!" Semprotnya kepada pria yang tentu saja mengabaikannya karena tidak tahu menahu tentang keberadaannya itu.
Dengan sebal Melody pindah ke kursi yang kosong. Dan menatap tajam pria yang kini memegang buku menu dan memanggil pelayan untuk memesan.
"Jadi, apa yang terjadi Frieska?" Tanya pria itu saat si pelayan sudah pergi.
Frieska menutup matanya sejenak, dan membukanya lagi, lalu menatap pria yang ada di depannya itu dengan ekspresi yang tak terbaca. "Aku takut, aku takut jika suatu saat nanti hal ini akan terungkap."
Pria itu memegang tangan Frieska. "Tenang saja Frieska, aku akan memastikan semuanya aman. Tidak ada seorang pun yang akan tahu tentang ini. Ini hanya akan menjadi rahasia kita berdua."
Rahasia berdua?
Jangan-jangan Frieska hamil?
Oh... Tidak mungkin, adikku pasti anak yang baik dan tidak mungkin berbuat sesuatu yang buruk.
Tapi... Rahasia apa yang mereka maksud?
"Sejauh ini bagaimana reaksi keluargamu tentang hilangnya Melody?"
Melody sontak membulatkan kedua matanya saat namanya di sebut oleh pria itu. Apa pria itu mengenalnya?
Kedua tangannya memegang kepalanya dan mencoba mengingat-ngingat apakah ia pernah bertemu dengan orang itu?
.
.
.