12

192 17 2
                                    

Hari ini jadwal kuliah dimulai. Berbeda dari hari-hari sebelumnya, kali ini aku datang 1 jam sebelum kelas pertama dimulai, jam 6 pagi! Pak Dio kekeh mewajibkanku pergi dan pulang kampus bersamanya jika tidak ada halangan, maka dari itu, disinilah aku sekarang.

"Kamu mau nunggu di kelas? Kampus sepertinya sepi," ucap pak Dio saat berhasil memarkirkan mobil.

Yaiyalah sepi, gimana ga sepi coba? Sekarang jam 6, padahal kuliah biasanya di mulai jam 7/8. Itupun yang jam 7 cuma satu dua kelas.

"Hmm, saya lanjut tidur aja nanti," jawabku yang di balas pak Dio dengan mengangkat sebelah alisnya.

Aku pun bergegas terlebih dulu keluar dari mobil dan meninggalkan pak Dio menuju kelasku yang berada dilantai dua arah utara yang jaraknya cukup jauh mengingat aku datang dari parkir selatan.

Dan demi neptunus! Huhuhu, aku gatau kalau kampus tempatku berkuliah mirip latar film horror jam segini. Koridor panjang dengan ruangan disisi kanan kiri yang kosong tanpa penghuni. Pikiranku pun melayang ke hal-hal mistis yang seharusnya tidak dibayangkan atau jangan-jangan ada seorang psikopat yang ingin melampiaskan hasrat kelihaiannya bermain pisau?
Hatiku pum bertengkar, antara harus tetap panjut ke kelas atau balik ke pak Dio dan menunggu bersama? Gengsi deh!
Aku pun mempercepat langkah kaki. Suasana kampus sekarang ini benar-benar sunyi, hanya ada derap langkah kakiku yang terdengar.

Tunggu. Langkah kaki yang terdengar adalah empat, bukan dua. Ada orang selain aku? Dibelakangku? Kalau bukan orang gimana?
Ah! Harusnya aku tidak pergi duluan meninggalkan pak Dio. Haruskah aku menelfon minta jemput? Bodo amat dengan gengsi, ini genting!

Aku keluarkan smartphone dari totebag hitam yang kubawa. Aku meng scroll terus ke bawah sampai menemukan namanya.
Setelah kejadian ini harus ku pastikan nomer pak Dio ada dalam daftar speed dial, mencari namanya benar-benar menghabiskan waktu!

Tiba-tiba saja sebuah tangan kekar memegang bahuku, aku pun yang nerasa takut reflek berjongkok dan teriak dengan suara melengking.

"Kee, kenapa?" Suara khas yang terdengar oleh telingaku membuatku menengadahkan kepala. Itu pak Dio, yang sedang melihat datar ke arahku.
Aku pun tak kuasa membendung air mata dan iapun mengalir dengan sempurna menggambarkan ketakutanku.

"Hey," ucap pak Dio berjongkok didepanku sambil memegang kedua bahuku. "Kenapa malah nangis?"

"Tadi," hening sejenak sampai akhirnya aku dapat mengendalikan tangisku. "...takut," jawabku dengan muka penuh kesedihan.

Pak Dio pun bergegas memelukku erat setelah mendengar penuturanku. "Saya ada disini sekarang, gak usah takut lagi."

Setelah pak Dio merasa aku tenang, pelukkan itupun dilepas. "Sok-sokan sih tadi, padahal tadi sudah saya ajak ke kantor," ucap pak Dio sambil menghapus sisa-sisa tangis diwajahku. "Ayuk, sekarang kita ke kantor saya,"

"Hmm," jawabku sambil menggangguk dan mengambil uluran tangan yang pak Dio tawarkan.

*****

"Kee, kok gak balik ke kontrakan?" tanya Rara sesampainya aku dikelas. Aku memutuskan untuk menunggu di ruang pak Dio hingga 5 menit sebelum kelas di mulai.

"Nanti di kontrakan gue ceritain ya," ucapku pada Rara, aku tak mungkin terus-terusan menutupi stataus baruku kan? Walaupun sejujurnya, sampai saat ini aku masih merasa ragu untuk menceritakan pernikahanku pada teman-temanku, kira-kira apa ya respon mereka nanti?

"Okee, jangan lupa nanti ya! Oiya, lo tau gak hari ini Prof. Rey gak bisa masuk?"
"Lah, serius? Kok telat banget infonya?"
"Iya, jadi kita bakal tetep kuliah tapi bakal ganti dosen katanya,"
"Siapa dosennya, Ra?"

Dan seketika saja kelas yang tadinya dalam suasana ribut, mendadak hening.

"Pagi semuanya. Saya Dio yang akan menggantikan kelas Prof. Rey hari ini karena beliau berhalangan hadir."

"Kee! Gue gak perlu kasih tau lagi kan siapa yang gantiin kelas Prof. Rey?" bisik Rara dengan cengiran khasnya.
"Cabut kelas aja yuk," rengekku pada Rara. Entah hilang kemana mood ku untuk menimba ilmu pagi ini.

"Yang dibelakang! Jika kaliah masih saja ribut, keluar dari kelas saya!" ucap pak Dio menatap kearahku dan Rara diikuti tatapan prihatin seluruh anak dikelas.

"Maaf pak," ucap Rara dan aku hanya bisa menunduk menutupi muka jengkelku.

Akhirnya setelah sekian lama bisa update lagi! Huhu t,t
Maaf part ini tidak sebanyak yang sebelumnya...

Jangan lupa vote, komen, dan sarannya yaaaa😊

Sweetest FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang