10

452 27 12
                                    

Jakarta
Soekarno–Hatta International Airport

"Barangnya sudah lengkap semua?" tanya pak Dio padaku untuk memastikan.

"Hmm... lengkap! Ada 3 koper dan 2 dus oleh-oleh," balasku setelah memperhatikan trolley yang berisi barang-barang kami.

"Yuk, teman saya sudah nunggu," langsung saja pak Dio bergegas ke arah pintu keluar sambil mendorong trolley tanpa menunggu jawabanku terlebih dahulu.

"Ih pak, tungguin dong!" ucapku sambil berlari kecil mengejar ketertinggalan, langkahnya benar-benar besar! "Bapak minta jemput siapa?" tanyaku saat langkah kami sejajar, sambil mengatur nafasku yang jadi berantakan.

"Teman saya, Dean dan Eggi," ucapnya santai sambil matanya terus menatap ke depan, mencari-cari dikerumunan orang yang menanti kedatangan.

Aku yang memperhatikan pak Dio mencari sosok temannya pun, dengan reflek ikut memperhatikan kerumunan orang-orang tersebut.

"Nah itu dia," ucap pak Dio setelahnya sambil menunjuk 2 sosok pria tinggi. Pria A berkulit sawo matang dengan rambut curtaine fringe. Dia mengenakan celana bahan hitam semata kaki dan kemeja army dengan lengan yang terlipat sampai ke siku. Pria B berkulit kuning langsat dan rambut bergelombang, dengan kacamata bulat menghiasi wajahnya. Dia menggunakan oversized hoodie, jeans dan sneakers.
What a breathtaking view!
Sadarlah Kee, dia teman suamimu!

"Hey! Udah lama nunggu?" ucap pak Dio saat mereka menghampiri kami dan sekarang hanya berjarak beberapa jengkal.

"Engga kok, gimana kabar?" balas pria B sambil memeluk singkat pak Dio, yang kemudian disambut pula oleh pria A.
Mereka mungkin sahabat pak Dio kali ya? Kelihatan akrab banget soalnya, terka ku dalam hati.

"Alhamdulillah baik. Oiya kenalin, istri gue, Keeya. Kee, yang berkacamata ini Dean," ucap pak Dio saat memperkenalkanku pada pria B. "dan yang ini, Eggi,"

"Keeya kak Dean, kak Eggi," ucapku tersenyum.

"Duh gak bisa lagi gue nahan ketawa! Lepas juga gelar bujang lapuknya Dio," ucap kak Dean terkikik sambil memegang perutnya.
"Anjirlah, sialan lo!" balas pak Dio sambil menjorokkan tengkuk kak Dean ke bawah dan mereka bertigapun tertawa.

Aku tercengang melihat interaksi langka ini, pak Dio tidak terlihat seperti manusia kutub yang dingin, melainkan sesosok yang dihiasi tawa penuh kehangatan.

"Udalah yuk, mau beres-beres kan kita? Nanti kelarnya kemaleman," ucap kak Eggi menengahi.

"Kee, kamu duluan sama Dean ke mobil ya. Ada yang mau saya urus dulu sama Dean," ucap pak Dio sambil melihat ke arahku yang ku balas dengan anggukan. Pak Dio menyerahkan trolley barang-barang kami ke kak Dean dan beranjak pergi dengan kak Eggi.

"Yuk Keeya, kita jalan sedikit ya,"
"Iya kak, gpp," balasku sambil mengikuti kak Dean dibelakang yang sedang mendorong trolley.

Setelah berjalan sekitar 10 menit, akhirnya aku dan kak Dean sampai diparkiran.

"Masuk aja duluan, kakak mau masukin barang," ucap kak Dean yang aku balas dengan anggukan.
Aku memasuki mobil merah tersebut dan memilih duduk dibangku sebelah supir, pasalnya kalau aku duduk dibelakang, kak Dean akan terlihat seperti supir dan itu akan membuat suasana jadi canggung.

Setelah selesai memasukkan barang akhirnya kak Dean duduk dibangku supir. Kak Dean menurunkan kaca mobil untuk melancarkan sirkulasi udara karena saat ini kami tidak menggunakan ac. Kami mulai berbincang untuk mencairkan suasana sambil menunggu pak Dio dan kak Eggi kembali.

"Santai aja, gue gak makan orang kok," ucap kak Dean menggoda kegugupanku dengan senyum jahilnya. "Ada mau tanya-tanya gak?"

"Serius kak?" ucapku penuh antusias.
"Iyaaa serius, sebelum Dio sama Eggi balik. Nanti gue gak bebas cerita lagi,"

"Mau nanya soal pak Dio kak," ucapku dengan wajah datar ke arahnya.
"Lo masih manggil Dio pak? Anjir kasian banget sobat gue, galau banget dia pasti wkwk," balas kak Dean yang membuatku bingung.

"Eeeh, maksudnya kak?"
"Coba tanya langsung sama Dio, lo pasti bakal paham," ucap kak Dean menjelaskan. Gimana mau nanya, hal yang ditanya aja engga tau apa, pikirku dalam hati. "Kita lanjut ke sesi tanya jawab aja, gue udah siap diwawancara nih," tambahnya yang ku balas dengan anggukan tanda setuju.

"Kakak udah lama temenan bertiga?"
"Lumayan, kami dekat udah dari SMP kelas 11. Kebetulan juga SMA masih satu sekolah, kuliah dan kerja dapet satu daerah,"
"Seru ya kak, engga pernah pisah,"
"Keliatannya sih seru, tapi kalau lagi musimnya adu tanduk angkat tangan deh gue,"
"Adu tanduk gimana kak?" ucapku penuh rasa penasaran.
"Dio sama Eggi kan sebelas duabelas. Tipe orang yang datar, dingin, dan cuek, jadi kadang mereka suka perang tampa diprovokasi angin atau hujan," jelas kak Dean. Aku sedikit paham dengan apa yang kak Dean maksud, kesamaan sifat kadang bisa bikin orang ribut karena masing-masing memegang teguh pendiriannya.

"Ganti topik lah kita, mereka kurang menarik untuk dibicarakan," ucap kak Dean dengan muka acuh tak acuhnya yang membuatku tertawa. "Ngomongin gue aja, lo gak penasaran tentang kehidupan cowo tampan satu ini, Kee?" goda kak Dean sambil menaikkan satu alisnya.

"Penasaran banget kak!" ucapku antusias yang dibalas tawa olehnya. Akhirnya kekakuan diantara kami luntur sedikit demi sedikit.

"Gue Dean Arsenio. 27 tahun. Kerjaannya ngegabut,"
"Serius ngegabut kak?"
"Hmm,"
"Bisa banget lo boongnya," ucap kak Eggi yang tiba-tiba saja muncul dari arah belakang mobil dan meletakkan tangannya di atas kaca samping pengemudi. "Dia pemilik cafe yang punya banyak cabang, mana mungkin gabut!" tambah kak Eggi sambil mengacak rambut kak Dean.
"Ish lepas ah!" gerutu kak Dean sambil mencoba melepaskan tangan kak Eggi.

Aku melirik pak Dio yang berdiri tak jauh dari kak Eggi setelah memasukkan barang dan memilih untuk duduk dikursi belakang pengemudi.

"Keeya mau tetep duduk depan atau pindah ke belakang sama Dio?" tanya kak Eggi kepadaku.
"Kee dibelakang aja, kak Eggi aja yang disebelah kak Dean," ucapku yang dibalas anggukan oleh kak Dean. Akhirnya aku bergegas pindah ke bangku belakang, disebelah pak Dio, dan kak Eggi juga sudah menempati tempatku sebelumnya.

Kak Dean pun akhirnya menyalakan mobil dan kami bergegas meninggalkan bandara.

"Kalau kak Dean pemilik cafe, kak Eggi kerjanya apa?" tanyaku kepo yang dapat hadiah lirikkan datar pak Dio.

"Saya dokter, baru aja selesai internship 3 bulan lalu," balas kak Eggi dengan nada tenangnya.
"Wah keren banget!" balasku antusias yang disambut tawa oleh kak Eggi dan senyum oleh kak Dean. Pak Dio? Dia sedang asik memakan snack yang dibawanya dari jogja.
"Kee, kalau lo ketemu Eggi dirumah sakit, kaga bakal dah lo bilang dia keren! Kaga bakal juga lo bisa sabar untuk ga ngomel," ucap kak Dean mengejek yang dihadiahi lirikan tajam kak Eggi.
"Kalau soal sabar, Kee udah ahli kak, buktinya Kee aja tahan deket-deket pak Dio yang bawaannya selalu bikin emosi," kataku tenang dengan nada dan ekspresi yang datar.
"Rasain lo yo, wkwk,"
Pak Dio pun tersedak beriringan dengan tawa penuh kemenangan kak Dean dan kak Eggi.
Aku pun dengan segera mengambil botol minum berisi air dan memberikannya kepada pak Dio.
"Sialan lo berdua," ucap pak Dio sambil mengatur kembali nafasnya yang berantakan.

"Eh udah mau pindah jalur nih, kita langsung otw apartemen lo kan?" tanya kak Dean yang melirik pak Dio, dengan muka penuh senyum geli, lewat kaca spion.
"Hmm, langsung aja," balas pak Dio.

Setelah itupun keadaan didalam mobil jadi jauh lebih tenang. Perjalanan cukup panjang dari bandara untuk sampai ke apartemen pak Dio, memakan waktu kurang lebih tiga sampai empat jam. Akupun yang merasa sangat bosan, mulai menguap berkali-kali penuh rasa kantuk.

"Kalau ngantuk tidur aja," ucap pak Dio sambil menepuk bagian bahu kanannya.
Haruskah aku tidur?
Aku pun pada akhirnya hanya terdiam bingung melihat sikap pak Dio. "Kalau udah sampai nanti saya bangunin," dan tangan pak Dio pun bergerak ke belakang bahuku dan menarikku ke dalam pelukannya. Sekilas aku masih dapat melihat senyum penuh arti kak Dean dan kak Eggi dari kaca spion.
"Hmm," balasku yang memilih untuk memejamkan mata dan mehilangkan sisa jarak diantara kami. Pak Dio membelai halus rambutku menggunakan tangan kanannya yang membuat kantukku memuncak dan akupun berhasil tertidur.

Bagian 11 udah selesai, jangan lupa saran&votenya ya😊

Sweetest FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang