Marsha melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah.
Ia dapat melihat sekumpulan anak osis yang tengah merazia para murid yang menyalahi aturan sekolah.
Marsha acuh tak acuh melihatnya.
Ia memiliki pengalaman buruk ketika menjadi seorang pengurus osis.
Marsha tak pernah dihargai, dan ia selalu dijauhi banyak pengurus osis dan membuatnya tidak nyaman.
Tapi, dia juga terkadang ditolong oleh para pengurus osis karena alasan kasihan, dan itu membuat Marsha muak.
"Marsha, baju lo kenapa dikeluarin?
Kemana dasi lo? Lo gak punya sepatu warna hitam putih sampe-sampe pake sepatu merah? "
Salah satu pengurus OSIS menyerang marsha dengan banyak pertanyaan.
Marsha tersenyum sinis.
"Emangnya kenapa? Terserah gue dong."
Tanya balik Marsha, sehingga para manusia yang mendengar itu melebarkan matanya.
"Lo udah ngelanggar tata tertib sekolah ini,"
Lelaki yang berada di hadapannya memberikan jawaban.
"Lahh, emangnya sekolah ini siapanya gue sampe-sampe gue harus nurut ama dia?"
Marsha kembali tersenyum sinis.
"Lo itu sekolah di sini, jadi lo harus ngitukin peraturan disini! Kalo lo gak mau nurut mendingan lo pulang!"
Kini lelaki yang berada di hadapannya menjadi berapi-api.
"Ya udah, kalo gitu meningan gue pulang. Ngapain gue disini?"
Marsha berjalan memutar arah, meninggalkan para pengurus OSIS.
Lelaki itu kini menatap punggung Marsha tajam.
'Lo berani ngelawan gue? Oke liat nanti'
***
Devin mengetuk ngetukkan jarinya di meja. Wajahnya sesekali melirik ponselnya yang tak kunjung memberikan suatu notifikasi.
"Kenapa lu?"
Bastian tiba-tiba menyahut.
"Kaga"
Jawab Devin dengan wajah datar.
"Ahhhh gue tau, lo pasti lagi chattan ya sama si Marsha??!"
Tebakan Bastian membuat devin gelagapan.
"Ya-ya-ya kagaa lah! Males banget chattan ama anak kaya gitu."
"Nihhh, denger gue vin,"
Bastian menatap Devin serius.
Devin hanya menatapnya aneh.
Bastian memang memiliki banyak kepribadian sehingga membuat Devin lelah menghadapinya.
"Ini udah saatnya lo ngebuka hati lagi vin, gue tau mungkin lo cinta mati ama dia. Tapi, lo harus ngelanjutin hidup. Lo jangan ikut ikutan ngehentiin hidup lo hanya karena orang yang lo sayang berhenti ngelanjutin hidup.
Arina gak suka kalo lo kaya gini. "
Devin menghela nafas.
Ia sering membicarakan hal ini dengan Bastian. Tapi ya gitu, Devin tak pernah menghiraukannya.
"Gue gak tau bas, gue masih sayang sama Arin,"
Kini Bastian yang menghela nafas.
"Gue ngerti perasaan lo, tapi lo harus tetep ngelanjutin hidup. Kalo bukan buat lo seenggaknya buat Arin, lo inget kan apa yang dia bilang,"
Ucapan Bastian membuat Devin mengingat semua masa-masa dimana ia merasa hidup.
***
Aku selalu mencintaimu, walaupun aku tahu bahwa kita tak akan pernah bisa bersama.
Karena aku tahu, melihatmu tersenyum dari kejauhan lebih baik, daripada menatapmu dan memeluk pundak hangatmu.
***
G
ressa masih teringat kejadian tadi pagi, dimana seorang ketua osis dipermalukan didepan umum oleh seorang murid pindahan.
Sesekali memang harus diberi pelajaran tuh si ketos botak itu.
Ia memang sangat arogan, keras kepala, egois dan tidak mau kalah.
Ia juga tahu bahwa seluruh murid di sekolahnya memilih anak itu hanya karena takut ditindas olehnya.
Gressa memuji keberanian Marsha untuk melawan dia.
Hanya marsha saja yang berani mempermalukan seorang Angga.
"Hehh Gress, nanti pulang lo mau eskul kaga?"
Vanya menyikut Gressa sehingga membuat lamunannya buyar.
"Gak tau Van, lagi males nih"
Jawab Gressa.
"Tumben biasanya lo rajin banget"
Ruth yang sedari tadi sibuk memakan baksonya tiba-tiba menyahut.
"Ahhhh, pasti gara-gara si Devin sekarang jarang eskuk ya!"
Suara Vanya membuat seluruh pasang mata tertuju kepada mereka.
"Pelan-pelan aja Van ngomongnya"
Gressa berusaha membuat Vanya merendahkan nada ucapannya.
"Iya-iya, lu kaya kaga kenal gua aja dah, kan suara gue emang udah merdu dari dulu"
"Iya merdu kaya trompet sangkakala"
Ucapan Ruth memang selalu benar seperti kenyataan walaupun menyakitkan.
"Enak aja lu!"
Gressa tertawa. Setidaknya ia memiliki sesuatu yang bisa ia banggakan yaitu sahabat.
***
Marsha sibuk mengetuk ngetukkan jarinya di handphone.
Matanya tak lekat dari handphone itu. Lidahnya sedari tadi menjulur keluar.
"Ahhhh bosen"
Marsha keluar dari aplikasi tersebut, sudah lebih dari 3 jam ia menghabiskan waktunya untuk bermain game online.
Hari ini ia tidak bersekolah, karena kejadian tadi pagi.
Marsha tak suka dengan tipikal orang yang so berkuasa seperti itu.
"Maaf ka, tapi saya belum membeli atribut sekolah karena orang tua saya tidak mampu membelinya,"
"Halahhh, Alesan!!, masa sih cuman dasi topi sama sabuk aja gak bisa beli!"
"Iya kak maaf, ekonomi keluarga saya sedang memburuk jadi saya akan membelinya beberapa hari kedepan.
Tolong dimaklumi ya kak "
"Kalo gitu,lo gak usah sekolah selama beberapa hari kedepan. Tolong dimaklumi ya kak"
"HAHAHAHAHA!!!!"
Marsha masih mengingat suara tawa iblis itu. Ia membenci semuanya, ia benci!
'Tring!' Tiba-tiba suara notifikasi hand nenya berbunyi.
Ia melirik ponselnya itu dan melihat seseorang memberikannya pesan.
Devinsan: heh, lo kemaren gak sakit kan gara gara kehujanan?
Marsha menautkan alisnya.
Marshaa: lo siapa?
Devinsan: eh si anjir, ini gue Devin. Masa lo lupa sih!
Marshaa: gue gak kenal sama lo.
Devinsan:ini gue Devin, temen SMA lo. Kemaren kita baru aja ke bioskop.
Lo amnesia ato gimana sih?
Marshaa: Gue kemaren gak kemana mana perasaan.
Devinsan: Trus yang kemaren ama gue siapa?
***
Cie yang penasaran...
Maaf ya telat update, dikarenakan mood yang tidak bisa dikondisikan.
Di part ini aku sengaja tambah tambahin peserta TNBGB yang lain biar rame.
Vomentya ditungguya kaka kaka
Follow ig:
@rojeaan
@jicchuu
#hamkasyah
KAMU SEDANG MEMBACA
"JAFTY "
ФанфикшнDevin seorang bad boy yang terkenal di sekolahnya, Tapi, bagaimana jadinya jika dirinya dipertemukan seorang marsha si bad girl, jangan tertipu dengan wajahnya yang seperti anak polos itu.kejadian demi kejadian mulai membuat mereka semakin dekat da...
