Sembilan: pertolongan

860 56 15
                                    

Bell pulang sudah berbunyi sedari tadi, tetapi Devin tetap berdiam diri di kelas.
Wajahnya ia benamkan di kedua tangannya yg terlipat.

Untuk pertama kalinya, suatu kejadian dapat membuat otaknya berhenti bekerja.
Setidanya untuk waktu yang lama ia tidak merasakan ini lagi.

Pikirannya kini semakin kacau.
Lebih baik ia pulang dan tidur.

Kakinya ia langkahkan meninggallkan kelas.
Ransel ringannya ia selipkan diantara ketiak kanannya.
Matanya kini sudah berat---memahan kantuk.

Alih-alih pergi menuju parkiran sekolah, ia malah berbelok menuju kamar mandi.
Ia ingin membasuh terlebih dahulu wajahnya, karena bisa sangat bahaya jika ia mengendara dalam keadaan mengantuk.
Bukannya tidur nyenyak di kamar kesayangan, yang ada malah tidur selamanya di pemakaman.

Telinga Devin seperti mendapatkan suara aneh yang entah berasal darimana, ahhhh tapi ia tak peduli.

Tanggannya membuka keran, yang dihadiahi air yang mengalir.
Tanggannga membentuk sebuah wadah yang dapat menampung air.
Lalu membasuhkannya ke wajah.

Ia menatap lekat-lekat seorang lelaki yang tengah mengamatainya di cermin ini.

Ia tak mengenal orang itu, orang itu sangat menyedihkan.
Orang itu terlihat seperti seorang preman dibanding pelajar.
Dan sayangnya, orang itu adalah dirinya sendiri.

Devin membuang nafasnya kasar.

Ia kini melangkahkan kakinya kembali, meninggalkan area kamar mandi pria.

'Tolonggg!!!!'

Devin menghentikan langkahnya, ia dekatkan pendengarannya kepintu kamar mandi wanita.

Sepertinya ia mendengar sebuah teriakan dari sana.

'Tolongggg......'

Ya, ada seseorang yang meminta tolong didalam sana.

Devin kini sadar ada sebuah papan yang tergantung di pintu tersebut.

'Kamar mandi ini sedang diperbaiki.'

Tanggan Devin mencoba membuka pintu tersebut, tapi pintu itu terkunci!

Ia kini, mulai berusaha mendobrak pintu tersebut.

Berhasil!

Ia mencari seseorang yang terkurung disana.
Tetapi hasilnya nihil, ia telah membuka 5 bilik di dalam kamar mandi tersebut, dan tak ada siapapun.

Dan kini harapannya berada di balik bilik ke 6 ini.
Jika tak ada siapapun disana, mungkin ia akan percaya dengan rumor 'sekolahnya yang angker'.

Saat ia coba untuk membukanya, ternyata terkunci juga.
Sudah tidak diragukan lagi, ada seseorang disana.

Mata Devin berjelajah, mencari kunci pintu kamar mandi tersebut.
Tak lama, ia melihat kunci tersebut.
Ditambah sebuah catatan kecil.

'Siapapun yang membuka pintunya,
Kau tak akan beruntung'

Devin tak menghiraukan catatan tersebut.
Ia kini berusaha membuka bilik kamar mandi tersebut.

Dan mendapati, Marsha yang tengah pingsan di atas kloset.

***

Mata Marsha terbuka secara perlahan. Cahaya lampu yang mendominasi, membuat Marsha sedikit mengerjap.
Matanya kini menjelajah, dan mendapati ruangan yang tak ia kenal.
Ada seorang lelaki pula yang kini tengah duduk disampingnya.

"Lo udah sadar sha?"
Tanya Devin yang kini berdiri.

"Ini dimana?"
Tanya balik Marsha, tanpa perlu menjawab pertanyaan Devin.
Karena ia merasa pertanyaan Devin,
Sangatlah konyol.

"Lo lagi di rumah sakit sha, tadi lo pingsan di toilet sekolah."
Jawaban Devin, membuat Marsha mengkerutkan dahinya.

Sekarang ia ingit, tadi pagi dirinya terkunci di dalam toilet.

"Makasih."
Ucap Marsha dengan wajah dinginnya.

"Buat apa?"
Tanya Devin kikuk.

"Pasti elokan yang udah bawa gue kesini?"
Jawab Marsha sembari memutar matanya malas.

Marsha kini, beranjak dari ranjang itu, Dan meraih tasnya.

"Lo mau kemana? Lo kan masih belom pulih."

"Gue mau pulang aja, Gue bukan cewe manja."

Kaki Marsha kini berjalan menjauhi Devin.

"Btw, administasinya biar gue yang bayar."

Devin hanya bisa menghela nafas kasar.

Sesugguhnya, ia tidak suka berada disini.
Ditempat dimana orang yang dicintainya pergi.

***

Maaf pendek dan telat update: (
Otakku sangat mampet.

-1304181621
#hamkasyah

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"JAFTY "Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang