Delapan: hilang seperti debu

657 59 6
                                    

"Hanya kunang-kunang saja yang dapat menerangiku, karena
matahariku telah tenggelam dan tak terbit kembali"

***

Devin mengusap tengkuknya yang tak gatal. Ia merasa ada sesuatu yang aneh dengan Marsha. Bagaimana bisa ia lupa dengan kejadian kemarin malam.

Jika saja Devin seseorang yang percaya akan sesuatu yang berbau mistis, ia bisa dengan cepat mengklaim bahwa kemaren adalah hantu yang menyerupai Marsha.
Tapi tidak. Devin adalah seseorang yang berfikir realistis.

'Tringgg!!!!!'
Bell berdering, siswa berteriak kegirangan.

"Ehhh Vin, nanti pulang bantu gue ngerjain tugas yuk"
Bastian meminta tolong kepada Devin.

"Gimana  ya, gue la--"

"Ahhhh pokonya harus, gue gak ngerti"

Ucapan Devin terpotong oleh Bastian. Bastian memang terkadang sering memaksanya.

"Ya-ya-ya-ya"
Bastian memelas.

"Yaudah orang gue nolak juga lu pasti maksa"

"Hehe"
Cengiran Bastian membuat Devin ingin sekali menaboknya.

***


Seribu satu pertanyaan muncul di benak Marsha. Bagaimana bisa ada seseorang yang tak ia kenal dapat men-chattnya. Terlebih WhatsApp milik Marsha telah meng-addback akun itu. Dan terlebih lagi seseorang yang mengaku 'Devin' itu telah pergi ke bioskop dengannya.

Marsha mencoba men-scroll  percakapan antara dirinya dan orang itu, siapa tahu ada sesuatu yang bisa ia buktikan.
Tapi hasilnya nihil, karena ia tak melihat apapun.

Jika dipirkan secara logis, tidak mungkinkan seseorang tiba-tiba so akrab dengan orang yang tak ia kenal.
A

palagi dengan dirinya yang jauh dari kata anggun.

Marsha juga kini merasa ada yang aneh, karena setiap ia membuka handphonenya di pagi hari ia tak menemukan apapun selain aplikasi aplikasinya.
Misalnya seperti aplikasi bertema komunikasi, ia tak dapat menemukan satupun sisa chatt dari orang lain.

Apakah ada seseorang yang telah menghapusnya?

Entahlah, ia tak mau ambil pusing.
Karena setiap ia berusaha mengingat sesuatu, ia selalu merasa ada yang menghantam kepalanya.

***

Waktu menunjukan pukul enam pagi.
Marsha telah berada di perjalanan,
Ia sedari tadi sibuk memainkan game onlie.

Rutinitasnya dipagi hari ya seperti ini.

Tak terasa mereka telah sampai di gerbang sekolah, membuat Marsha mendesah kecewa.

"Marsha sekolah dulu ya mas."

"Iya non."

Marsha keluar dari dalam mobil.
Kakinya berjalan menuju gerbang sekolah.
Seperti biasa pula, para pengurus osis  tengah menrazia siswa yang melanggar aturan.

Semua mata tertuju padanya, dan mereka menundukkan kepalanya.

"Kenapa?"
Tanya Marsha heran, karena melihat mereka menunduk seperti sedang berpapasan dengan guru.

"E-e-e-enggak kok"
Salah satu dari mereka menjawab pertanyaannya.

Marsha tersenyum sinis.
Ia berhasil membuat beberapa murid tunduk kepadanya.

Tapi ada yang aneh. kemana si manusia berkepala plontos itu?
entahlah.
lagi pula untuk apa dia mencarinya.

Marsha mekangkahkan kembali kakinya, meninggallkan beberapa orang disana.

"eh, Marsha!"

Marsha menolehkan kepalanya, dan menempati seorang lelaki yang sepertinya tidak terlalu asing.

"Lo kenapa sih kemaren pas dichatt?

Lelaki itu langsung bertanya, dan tidak berbasa basi dulu.

" lo siapa?"

Pertanyaan ini membuat Devin membeku seketika.
Apa benar Marsha amnesia?

"Ini gue Devin"

Marsha memicingkan matanya berusuha mengingat siapa dirinya.

"Ohhh-elo"

"Iya-gue"

"ELO KAN YANG UDAH NGEBUAT GUE SIAL WAKTU HARI PERTAMA GUE SEKOLAH?!"
Marsha ngegas seketika.

Devin kembali memutar otaknya.
Jika Marsha amnesia, mungkin ia tak akan ingat kejadian itu.

"I-I-iya sihh, Tapi kan itu--itu gak penting. Dan lo inget gak pas kita ke bioskop?"

"BIOSKOP? Jangan ngaku-ngaku deh lo! Gue gak pernah ke bioskop sama cowo kaya lo!"

Marsha berjalan meninggalkan Devin, dan Seribu satu pertanyaan.

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

***

Marsha berjalan menuju toilet.
Perasaannya masih melayang ke awang-awang.

Ia masih mempertanyakan siapa dia.

Marsha memasuki area toilet.
Ia duduk di keloset dalam keadaan tertutup.

Rasa sesak mulai menyeruak.
Ia sudah tidak kuat menahan pergelutan batinnya.

Mungkin hari ini ia akan beristirahat di dalam toilet ini.
Tapi, ia bukan seseorang yang sembunyi dari ketakutan terbesarnya.

Ia membuka pintu kamar mandi.
Tapi ,ia tak dapat membukanya.

Ya ampun,ia terkunci!

Marsha mulai menggebrak-gebrakkan pintu itu.
Tapi,tenaganya tak mencukupi untuk membuka pintu ini.

"Heyyy, siapa yang ngunci pintu ini!!!!"
Teriak Marsha.

Ini baru babak awal, Marsha.

***

Author note:
Cie yang masih penasaran.
Tapi,saya mau ngasih tau
Kalau banyak yang vomment bisa mempercepat update loh!
(Mungkin, coba aja dulu!)

16-02-18
17:22
#hamkasyah

"JAFTY "Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang