Suatu hari terlahirlah seorang anak bertangan kidal di tengah-tengah keluarga bangsawan yang sangat menyukai kesopanan dan tata norma di masyarakat. Semenjak pertama mengenal dunia anak tersebut selalu menggunakan tangan kirinya untuk menyentuh barang-barang. Tak ada seorang pun yang menyadari hal itu karena sang anak masih bayi. Tahun demi tahun terlewati hingga kini anak itu tumbuh dan menjadi balita yang menggunakan tangan kiri. Semua orang di keluarganya bersusah payah mengajari sang Anak untuk menggunakan tangan kanannya di segala aktifitas. Sang anak kesulitan memegang garpu. Jari-jarinya terasa sangat kaku dan sulit digerakan untuk menjepit barang-barang. Ia menulis dengan tangan kiri, makan dengan tangan kiri dan berjabat tangan dengan kiri. Ia kerap gelisah ketika mendapati wajah orang orang berubah kecut menatapnya menggunakan tangan kiri.
Ayah-ibunya yang sibuk mengurusi perusahaan-perusahaan milik keluarga hanya bisa mengajarinya sesekali dan kadang disertai tamparan karena sang anak tak pernah bisa melakukan kegiatan dengan tangan kanannya dengan sempurna. Nasi berhamburan saat sang anak makan dengan tangan kanan, tulisannya juga tak tertata dan tak bisa dibaca karena ia tak mampu memegang pena dengan benar. Mereka tak punya waktu untuk mendidik anak itu menjadi sopan dan terbiasa menggunakan tangan kanan alih-alih tangan kiri.
Akhirnya datanglah babby sitter itu. Seorang perempuan gaek yang merokok kala semua orang tak ada di rumah. Babby sitter ini sangat keras dalam mengajari si anak menggunakan tangan kanan. Ia selalu mendamprat dan memukul tangan sang anak setiap kali ketahuan menggunakan tangan kiri. Tangan kiri anak itu disundut dengan rokok, dipukul gagang sapu, dan diancam akan dipotong bila terus digunakan untuk mengganti tangan kanan dalam kegiatan sehari-hari.
Si anak kini punya luka lebam di sekujur tubuhnya. Ia tak tahu apa yang salah dalam dirinya dan mengapa ia tak bisa menggunakan tangan kanan. Sensor di otaknya lebih familiar dalam menggunakan tangan kiri dan ia tak bisa mencegahnya sama sekali. Ia merasa iri pada orang-orang yang terlahir dengan tangan kanan sempurna. Ia merasa kesepian dan tidak memilik satu orang pun yang mengerti. Setiap kali babby sitter itu mengawasinya ia berusaha menulis dengan tangan kanan dengan perasaan takut dan gelisah. Ia menggenggam pena sampai pena itu patah karena tak tahu caranya menggenggam dengan tangan kanan. Dan saat dirinya lengah, ia kembali menggunakan tangan kiri. Tentu saja hal tersebut membuat babby sitter itu geram dan akhirnya menendang anak itu hingga terjungkal. Tak puas dengan tendagannya babby sitter itu memukul kepala anak itu berkali-kali dan tanpa ampun. Anak itu hanya mampu menangis tanpa suara. Ia berharap pertolongan segera datang tetapi hantaman demi hantaman tak kunjung berhenti menimpa tubuhnya.
"Kamu tidak bisa hidup di masyarakat. Kamu harus menggunakan tangan kanan. Dasar bocah kurang ajar! Bocah tidak tahu sopan santun!"
Anak itu menangis sampai air mata tak bisa keluar lagi dari matanya. Dadanya sudah kehabisan napas karena menahan sakit. Barulah ketika tenaganya hampir habis kedua orang tuanya muncul di bibir pintu. Dua orang itu kaget dan langsung menelpon polisi.
Babby sitter itu diamankan tetapi sang bocah tak pernah merasa aman sampai akhir hidupnya. Ia mengingat semua caci dan maki serta setiap hantaman yang menjejak di tubuhnya.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
KIPAS ANGIN MENENGOK
TerrorBenda-benda yang anda anggap biasa dan tak pernah anda perhatikan, bisa saja sebetulnya selalu memerhatikan anda. Anda datang, anda pergi, anda tertidur, mereka ada di rumah anda. Kipas Angin menengok berisi dua puluh cerpen horor yang saya tul...