Aku punya seorang teman. Namanya Indra dan ia bisa mendengar suara dari dunia luar hanya dengan menempelkan kepalanya ke tembok. Mulanya aku tak percaya, sampai suatu hari ia berhasil memperingatkan kami yang sedang menonton tv di kosan, tentang luapan air sungai yang akan datang hanya dalam hitungan detik. Saat itu aku dan kawan-kawanku yang lain kerepotan memindah-mindahkan barang elektronik yang kami milikki
Dan semenjak kejadian itu, aku percaya bahwa Indra benar-benar bisa mendengar suara, bahkan yang paling jauh sekalipun.
"Rasanya bagaimana?" tanyaku.
"Kepalaku mau pecah," jawabnya. Ia menuturkan bahwa di dunia ada banyak sekali suara. Suara manusia, suara hewan, dan juga benda-benda mati yang terletak di sana-sini di seluruh dunia.
"Lalu apa kau bisa mendengar suara Tuhan?" tanyaku.
"Aku tidak tahu. Ada banyak sekali suara yang kudengar dan aku tidak tahu bagaimana suara Tuhan yang sebenarnya," demikian jawabnya.
Berkat kemampuan Indra tersebut, aku berhasil tembus judi togel berkali-kali. Dan kami membagi hasilnya jadi dua. Uang, baginya bukan segalanya. Ia bisa mendapatkan uang yang terjatuh di tempat-tempat tertentu, menebak lotre-lotre, atau bahkan rahasia sebuah sulap yang sedang tayang di televisi.
"Aku bisa menebak semuanya. Aku bisa mendengar suara-suara benda yang menjadi saksi sebuah aksi," ujarnya.
Kami berteman baik cukup lama. Sampai suatu ketika, Indra mendengar suara dan membangunkanku di malam hari.
"Ada apa?"
"Ada pertengkaran, tak jauh dari sini,"
"Siapa yang bertengkar?"
"Sepasang suami istri. Sepertinya gawat sekali,"
Kami pun berlari menyusuri rumah-rumah dan menuju ke rumah Pak RW untuk memberitahu mengenai pertengkaran di desa itu.
"Gawat sekali Pak, sepertinya yang perempuan sedang dipukuli."
Kami pun segera ke sana. Tetapi, ketika seorang pria membuka pintunya. Ternyata rumah itu sangat tenang. Tak ada pertengkaran sama sekali. Istrinya sedang duduk menyantap makan malam.
"Ada apa?" tanya pria berbadan besar dan penuh tato itu.
"Mm. Kata dua anak muda ini, ia mendengar suara keributan dari rumah ini,"
"Suara keributan?"
"Iya, Pak, apakah istri Anda baik-baik saja?" tanya Indra. Ia melongok ke dalam.
"Ya, kau bisa lihat sendiri, ia sedang makan,"
"Oh. Ya, terimakasih Pak. Maaf mengganggu,"
Kami melenggang pulang sementara Pak RW memarahi kami karena ia menyangka bahwa kami telah mengerjainya malam-malam.
"Main-main boleh, tapi jangan keterlaluan. Ini sudah malam."
Sesampainya di kosan, Indra bersumpah bahwa ia benar-benar mendengar ada pertengkaran dari rumah itu. Suara teriakan sang istri yang sedang digebuki sepotong knalpot motor hingga berdarah-darah membuatnya gusar.
"Mungkin kali ini pendengaranmu itu salah," celetuku. Sebenarnya, meski aku bersahabat dengannya, aku kerap iri dengan kemampuan yang ia milikki. Aku kerap membayangkan diriku memiliki kemampuan yang sama dengan Indra dan membuat diriku sendiri kaya raya. Sebetulnya aku ingin memiliki kemampuan itu sendirian jika bisa.
Baru saja kami menempelkan kepala ke kasur, Indra tiba-tiba terbangun lagi.
"Ada apa?"
"Rumah itu benar-benar sedang berteriak, Ndi, ada pertengkaran hebat di sana,"
Kami pun berlari menyusuri jalanan pedesaan untuk mengintai rumah itu. Tak ada tanda-tanda keributan sama sekali di sana. Tak ada suara kecuali kerik jangkerik dan binatang malam yang bersahutan. Karena penasaran akhirnya kami mengetuk pintu rumah itu. Sekali lagi pria berbadan besar itu membukakan pintu untuk kami.
"Maaf, Pak istri Anda baik-baik saja?"
"Kalian yang tadi kan?"
"Ah, iya, Pak,"
"Sebenarnya ada perlu apa kalian sama istri saya hah?" mata pria itu melotot garang ke arah kami.
"Tidak, Pak, tidak apa-apa," jawabku ketakutan.
"Begitu, ya?" laki-laki itu pun berniat beranjak sebelum kemudian ia kembali ke arah pintu untuk berkata, "jangan pergi,"
Kami mematung di sana dengan rasa cemas menggantung di dada kami. Bagai sepasang daging cincang di dapur sebuah restoran kami sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
"Begini ternyata kelakuanmu ya saat aku tak ada di rumah," laki-laki itu datang kembali sembari menjambak rambut istrinya dan menyeret-nyeretnya sepanjang ia berjalan.
Kami kaget bukan kepalang. Sejujurnya kami ingin menjelaskan namun rasa takut membuat kami kabur dari rumah itu.
"Siapa anak-anak muda tadi, hah?"
"Aku ga kenal siapa pun sunguh, aku ga kenal merek,"
"Jangan bohong, dua kali mereka ke sini menanyakanmu. Mereka pasti selingkuhanmu iya kan? Kamu pasti tidur sama mereka selama aku ga di rumah,"
Aku dan Indra kebingungan antara pergi dari rumah itu atau menyelamatkan perempuan tersebut.
"Bajingan kamu! Jalang! Ga mungkin mereka mencari-cari kamu kalau ga kenal!"
Kulihat perempuan itu ditampar dan ditendang. Sementara kami berlari untuk mencari bantuan Pak RW. Rumah-rumah di sekitar sudah terlelap. Atau barangkali mereka tak peduli karena pertengkaran tersebut merupakan urusan rumah tangga. Kau tahu, di negeri ini tak seorang pun berani mencampuri urusan rumah tangga orang lain.
Kami menggedor-gedor pintu rumah Pak RW untuk memberitahukan kejadian tersebut. Tetapi begitu melihat sosok kami Pak RW enggan membantu.
"Lebih baik kalian tidur, sudah malam jangan main-main,"
"Kami tidak main-main Pak, sungguh,"
"Sudahlah, Bapak ini sudah tua. Kalian jangan suka mengerjai Bapak,"
Kami pun kehabisan kata untuk membujuk Pak RW. Laki-laki tua itu menutup pintu rumahnya rapat-rapat dan menyuruh kami pergi.
Kami yang kebingungan akhirnya kembali ke tempat itu. Rumah itu telah sunyi kembali. Tak ada suara sama sekali. Tak ada teriakan. Tak ada jeritan. Tapi begitu hendak mengetuk pintu, pintu itu terbuka sendiri. Di dalam ruangan tergeletak jasad perempuan itu berlumur darah dengan sepotong knalpot tertinggal di sisinya.
Kami tidak tahu di mana laki-laki berbadan besar itu. Mungkin ia kabur setelah memukuli istrinya. Tetapi mengingat kembali teriakan yang terjadi sebelumnya tiba-tiba saja kami merasa ngeri. Laki-laki berbadan besar itu menuduh kami sebagai selinguhan istrinya lalu menyeret perempuan itu ke arah kami. Kami tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Pada saat pertama kami datang dengan Pak RW, rumah itu tenang sekali. Tak ada pertengaran. Pun ketika kami bersembunyi di semak-semak dan berusaha mengawasi keadaan rumah ini. Sama sekali tak ada keributan.
Jantungku mendadak mencelos kemudian lamat-lamat berdegup kian kencang. Aku dan Indra berpandangan seakan mengerti sebuah isyarat paling mengerikan.
Kamilah penyebab pertengkaran yang merenggut nyawa perempuan ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
KIPAS ANGIN MENENGOK
HororBenda-benda yang anda anggap biasa dan tak pernah anda perhatikan, bisa saja sebetulnya selalu memerhatikan anda. Anda datang, anda pergi, anda tertidur, mereka ada di rumah anda. Kipas Angin menengok berisi dua puluh cerpen horor yang saya tul...