"Pak nanti siang jemput Lena bisa?" tanya Alena pada Pak Anas ketika dia baru saja sampai di sekolah. Hari ini meskipun hari Minggu, sekolahnya masih terbuka untuk anak-anak yang sedang mengikuti ekstrakurikuler. Kebetulan hari ini juga anak ekstrakurikuker jurnalistik sedang berkumpul untuk membahas masalah pensi ulang tahun sekolah.
"Wah Non, nanti siang saya mau anterin Ibu ikut acara kantor sampai malem. Memangnya Non Lena pulangnya jam berapa? Nanti bisa saya usahain." tanya Pak Anas.
"Oh, gitu ya Pak? Ya sudah nggak usah, nanti saya pulangnya naik taksi aja. Nanti bilangin ke Mama kalau ditanyain ya Pak."
"Iya Non Lena."
"Ya udah Pak, makasih ya." ujar Alena, sambil keluar dari mobilnya sambil meneteng tas kamera miliknya. Dia pun masuk ke dalam gedung sekolahnya lalu menuju Ruang Jurnalistik. Saat melewati lapangan dia melihat beberapa anak basket yang sedang latihan. Ada juga yang sedang mendengarkan perkataan coach mereka, ataupun duduk-duduk di samping lapangan.
Tak sengaja matanya bertemu dengan mata Alsa. Meskipun kakinya terus berjalan, tetapi matanya masih terkunci pada Alsa seakan-akan tidak bisa lepas.
Sebenarnya Alena membawa jaket Alsa yang saat itu dia pinjam, tetapi dia bingung bagaimana mengembalikannya.
"Hei Lena! Lo baru dateng juga nih?" seru Safa, Alena menoleh ke belakang. Ternyata Safa berlari-lari kecil menghampirinya.
Alena melirik ke arah Alsa, baru saja dia melihat Alsa mengalihkan tatapannya.
"Yuk, bareng." pinta Safa, Alena mengangguk. Merekapun beriringan menuju Ruang Jurnalistik.
"Eh, lo bawa kamera? Eh iya, lo 'kan yang bagian fotografernya sama kayak gue."
"Yap, eh lo kok disini? Nggak nyiapin pesta lo nanti sore?" tanya Alena.
"Udah kok. Udah siap jadi bisa gue tinggal. Nanti lo dateng 'kan?" tanya Safa.
"Ya dateng lah."
"Oke sip deh!"
Setelah semua anak jurnalis lengkap, mereka pun membahas segala sesuatu yang tidak sempat dibahas saat hari Sabtu kemarin karena keterbatasan waktu.
——••——
"Len, lo nggak ke kantin?" tanya Safa. Saat ini anak-anak jurnalis sedang break untuk sementara. Karena jam sudah menunjukkan jam dua belas siang.
"Nggak deh. Gue disini aja." tolak Alena sengaja, karena dia ingin memotret apapun yang menurutnya menarik untuk dijadikan bahan essai tugas jurnalisnya. Temanya sendiri bebas tetapi tetap berhubungan dengan sekolahnya.
"Ya udah, gue ke kantin dulu sama anak-anak." Alena mengangguk kepada Safa dan teman-temannya yang lain.
"Lena, gimana progress buat mading selanjutnya? Minggu selanjutnya itu bagian tim lo 'kan?" tanya Wilda, dia merupakan pembina di ekstrakurikuler jurnalistik. Wilda merupakan alumni, dan sekarang sudah kuliah semester dua.
"Iya Kak, kita udah ada topik buat dipajang di mading sekolah di minggu selanjutnya." jawab Alena.
"Ya udah kalau gitu." kata Wilda, lalu dia berlalu.
Alena mengangguk lalu pergi keluar gedung sekolahnya. Dia memotret apapun yang menurutnya menarik dan bagus dari sekolahnya. Ketika dia berjalan di samping lapangan basket, Alena melihat pertandingan yang sedang berlangsung.
Awalnya Alena hanya mengarahkan lensanya dan memotret pergerakan bola yang sedang dimainkan. Tetapi saat bola direbut dan dimainkan oleh Alsa, Alena hanya mematung dan melihat permainan Alsa dari balik lensa kameranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Him?
Ficțiune adolescențiBerawal dari pertemuan singkat antara Alena si gadis ceroboh dengan Alsa si murid baru, di depan gerbang sekolah. Alena lama kelamaan terbuai oleh perasaannya sendiri ketika Alsa kadang kala berbuat baik terhadapnya. Tetapi tak jarang juga sifat Als...