"Len, apa lo gak mau buka surat itu?" Nabila sejak tadi selalu meminta agar Alena membuka surat yang diberi oleh Rian.
"Hahaha. Kepo banget sih lo!" Alena tertawa, sedangkan Nabila mencubit lengannya pelan.
"Ya gue pengen tau aja, gimana reaksi lo pas tau apa isinya hahaha."
"Udah, istirahat yuk! Gue haus banget." Alena bangkit dari tempat duduknya, begitupun Nabila.
"Oke, yuk."
Alena dan Nabila berjalan menuju kantin sambil membicarakan banyak hal, salah satunya Raka. Alena sesekali mengangguk, tertawa, atau mengiyakan cerita dari Nabila yang sedang membahas Raka.
"Nab, lo suka ke Raka?" tebak Alena, Nabila diam dan terlihat berpikir. Kedua alisnya terangkat sambil menaikkan bahunya.
Keduanya asyik berbicara, sampai-sampai Alena tidak sadar jika masih ada anak tangga terakhir yang belum dia pijak.
"Ah!" Alena berseru kesakitan, tubuhnya sakit karena mencium lantai, belum lagi lutut kanannya berdarah karena tak sengaja tergores ubin yang pecah. Lututnya sobek, dan jika dilihat panjangnya hampir sama dengan jari telunjuk tangannya.
"Len! Len, lo gak papa?" Nabila berjongkok menghampiri Alena. Mereka berdua pun jadi sorotan dari beberapa siswa-siswi yang berlalu-lalang.
"Haha, i- iya. Gue gak apa-apa. Gue gak tau kalau masih ada tangga." Alena meringis dan mencoba untuk berdiri. Nabila pun mengulurkan tangannya untuk membantu Alena.
"Gak usah ketawa lo! Ceroboh banget jadi orang, gak bosen? Udah ayo kita ke UKS dulu."
Alena sedikit pincang sehingga Nabila harus memegang tangan Alena untuk menuntunnya pelan-pelan.
"Gak usah ke UKS deh Nab, muter jauh. Langsung aja ke kantin itu udah keliatan, gue haus banget."
"Lah terus luka lo gimana Len? Masa dibiarin gitu sih! Heran deh gue, kelas berapa sih lo? Kayak anak kecil, luka mulu!"
"Nanti luka gue bersihin aja pake tissue sama air, udah gampang."
Nabila gemas sendiri pada Alena, menurutnya saat ini dia mempunya teman yang masih SD dan bukannya anak SMA. Alena pun menahan tawanya, melihat Nabila yang memarahinya menurutnya sangat lucu.
Karena suara Nabila yang cukup keras itu, membuat Alsa, Raka, dan Ardhan yang kebetulan lewat jadi menoleh. Mereka sadar jika itu Nabila dan Alena.
"Kenapa Nab, Len?" tanya Raka. Keduanya terkejut karena ada Raka juga teman-temannya.
"Lena jatuh, kakinya pincang soalnya ken-"
"Ih, gue gak pincang!" sela Alena.
"Lo pincang Len. Udah deh! Lena gak mau ke UKS dan lebih milih ke kantin buat beli minuman."
Alena sedikit heran mengapa semudah itu Nabila bercerita ke Raka. Tanpa sepengetahuan Alena dan Nabila, ketiganya melihat kaki Alena. Darah mulai mengucur dari lututnya.
"Len Len, darah lo makin banyak tuh." Ardhan menunjuk lutut Alena, membuat Alena dan Nabila pun menunduk ke bawah.
"Lo duduk deh Len." ujar Alsa.
"Duduk?"
"Iya, duduk di situ." Alsa menunjuk arah belakang Alena yang memang dibuat untuk duduk para siswa. Alena mengangguk, memang lukanya rasanya sedikit nyut-nyutan.
"Nih, ambil." Alsa mengeluarkan sapu tangan berwarna maroon dari saku celananya.
"Bersihin darah lo sementara pakai sapu tangan itu." Alena mendongak melihat Alsa yang di depannya, dan Alena perlahan mengambil sapu tangan itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/126984876-288-k912062.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Him?
Подростковая литератураBerawal dari pertemuan singkat antara Alena si gadis ceroboh dengan Alsa si murid baru, di depan gerbang sekolah. Alena lama kelamaan terbuai oleh perasaannya sendiri ketika Alsa kadang kala berbuat baik terhadapnya. Tetapi tak jarang juga sifat Als...