Birthday Gift (Oneshoot)

415 40 3
                                    

Akashi Seijuro menempelkan kepala dengan surai merahnya ke tembok beton dengan tinggi sekitar 2 meter dibelakangnya. Helaan nafas mengalun pelan dari bibirnya, menunjukkan betapa bosan pemuda itu menunggu seseorang yang tinggal di balik pagar —tembok beton ini. Terhitung sudah 20 menit berlalu sejak ia sampai di tempat ini, katakan ia yang berangkat terlalu pagi atau orang yang ia tunggu yang terlambat bangun mengingat ini sudah hampir waktunya untuk masuk sekolah. Sepuluh menit lagi dan ia akan berkeringat karena harus push up agar dibiarkan masuk kelas.

Sebelah tangannya sibuk memainkan gunting, mencoba menghilangkan kebosanan yang mendera saat tangannya yang lain setia diam di dalam saku celana seragamnya. Suasana sekitar sudah sepi, tentu saja, ini sudah terlalu siang bagi seseorang untuk bersantai ria disekitar rumahnya. Hampir semua orang di perumahan ini sudah pergi ke tempat aktivitas pagi mereka, entah itu bersekolah ataupun pergi bekerja, kecuali seorang nenek tua yang tinggal di ujung jalan dan sepasang pengantin baru yang tinggal beberapa rumah darinya.

Suara gerbang yang terbuka dan sosok berambut abu yang keluar dari sana menginterupsi kencan Akashi dengan guntingnya. Dengan tatapan malas pemuda itu menoleh ke arah sosok yang baru saja muncul setelah membuatnya menunggu sekian lama, "kau tahu? Gunting ini mungkin saja ingin menciummu, Ma-yu-zu-mi-kun."

Mayuzumi tertawa pelan, seakan tidak mempedulikan nada ancaman dalam ucapan sahabatnya itu. Nampaknya ia tidak merasa bersalah dengan apa yang telah ia perbuat dan itu tentunya dapat membuat Akashi merasa kesal dengan mudah.

"Apa aku terlambat?" sebuah pertanyaan yang sama sekali tidak berguna —menurut Akashi, terlontar dari bibir Mayuzumi.

Ingin rasanya Akashi merobek bibir peach pemuda dihadapannya ini. Ia berniat akan melakukannya jika saja jam ditangannya tidak mengingatkan keterlambatan mereka saat ini.

"Terimakasih padamu," Akashi mendengus pelan dan mulai berjalan mendahului Mayuzumi, "aku harus olahraga pagi didepan penjaga gerbang mesum itu."

Mayuzumi mengangguk-anggukkan kepalanya dan berujar santai, "sama-sama, lagipula aku tidak pernah memintamu untuk menungguku," kakinya mulai melangkah, berusaha mensejajarkan dirinya dengan Akashi, "kau yang sukarela melakukannya."

Akashi melirik sahabatnya dengan ekor matanya, "salahkan orangtuaku  yang menempatkanku dalam situasi seperti ini. Terjebak dengan orang gila sepertimu selama 17 tahun hidupku di dunia ini."

"Berarti kau harus menyalahkan takdir, apa kau berniat memarahi Kami-sama?"

"Tentu, kenapa tidak?"

Mayuzumi terkekeh mendengar jawaban Akashi. Ia sudah menebak jika pemuda yang merupakan teman masa kecilnya akan menjawab seperti itu. Sarkas dan arrogant.

Di mata Mayuzumi, sosok Akashi yang ada disampingnya saat ini sungguh berbeda dengan yang ia temui saat kecil. Ia teringat saat dimana pertama kali ia bertemu dengan Akashi, seorang bocah kecil dengan pakaian kebesaran dan mata bulat berair yang diam di depan rumahnya dengan bingkisan kue ditangannya. Ahh kemana Sei-chan ku yang manis?

Mayuzumi membuka bibirnya, hendak mengatakan sesuatu pada Akashi. Namun, ia harus menghentikan niatnya saat Akashi menarik tangannya dengan kasar dan mulai berlari.

"Kuso! Aku lupa jika hari ini ada ulangan matematika. Aku tidak bisa membolos!"

-•••-

Bel berdering kencang pertanda waktu istirahat telah tiba, Akashi berjalan keluar kelas bersama teman-temannya dengan langkah santai. Tidak ada Mayuzumi di antara barisan mereka, pemuda itu memang berada di kelas yang berbeda dengan dirinya.

Suasana cukup tenang di sekolah, tidak sampai segerombolan siswi dengan rok pendek dan kaki jenjang mereka yang berlarian menuju ke arah Akashi dan teman-temannya.

Birthday GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang