Bab 2

565 41 7
                                    

Davier memarkirkan motor ninjanya di garasi rumahnya. Setelah melepas helmnya, Ia lalu masuk ke dalam rumahnya.

"Mama mana dek?" Tanya Davier pada seorang gadis yang sedang sibuk memainkan ponselnya

"Yaelah, lagi ngapain sih? Serius banget ngechat gebetan yang nggak peka-peka," Davier terkekeh lalu menghampiri gadis itu dan duduk di sebelahnya

"Ih apaansih lo kak! Gue lagi ngechat olshop tau!" Seru gadis itu. tatapannya tetap fokus ke layar ponsel dan raut wajahnya terlihat kesal.

"Kenapa sih lo? Nggak nyelow banget muka lo," ujar Davier

"Nih! Bagus ga kalau gue kirim gini?" Tanya gadis itu lalu memberikan ponselnya pada Davier

Davier menyerngit sambil membaca layar ponsel gadis itu dengan serius, "Saya miris ketika melihat masih ada oknum-oknum seperti anda yang otaknya salah letak. Menipu sana-sini, apa anda bangga mencari uang dengan cara seperti itu? Sepertinya anda memang tidak tahu malu, ya. Dunia ini punya aturannya sendiri, apa yang anda lakukan pada saya akan menimpa anda suatu hari, dan bahkan lebih dari itu. Saya hanya heran, mengapa  harus dengan cara menipu orang seperti ini? Apakah anda bangga dengan uang haram yang anda terima? Puas kah anda? Saya yakin anda tidak benar-benar bahagia. Setiap malam, saat hendak tidur anda pasti merasa cemas, gelisah, dan jenis perasaan takut lainnya. Itu adalah reaksi dari manusia normal yang telah melakukan kesalahan. Kalau anda tidak seperti itu, maka anda sudah tidak waras. Ini lucu ketika saya kembali melihat beranda anda, disana terdapat testimoni yang anda buat begitu meyakinkan para calon klien anda. Anda menegaskan di setiap testimoni bahwa anda bukanlah seorang penipu. Saya hanya ingin bilang, silahkan hidup dalam rasa bersalah tiap waktunya. Berapa orang yang sudah menjadi korban anda? Puluhan? Ratusan? Atau mungkin ribuan? Anda mungkin saat ini sedang menikmati hasil haram dari apa yang anda lakukan. Tapi kami, anda pikir kami hanya diam?
Kami tidak diam. Jadi bersiaplah."

"What? Maksud lo apa ini? Lo ketipu olshop?" Tanya Davier setelah selesai membaca pesan yang ditunjukan oleh gadis itu

"Iya kak" gadis itu mengangguk pelan, raut wajahnya terlihat sangat sedih

"Yaampun, Lara! Lara!" Davier tertawa puas dihadapan adiknya,  Lara. Ia terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya, air matanya keluar dari sudut matanya. Benar-benar kakak kurang ajar.

"Jahat banget sih!" Lara mengambil kembali ponselnya dari genggaman Davier

"Sumpah, kok lo bisa-bisanya ditipu sih? Emang lo beli apaan? Rugi berapa lo sampe bikin tulisan panjang buat itu penipu?"

"Gue rugi dua ratus ribu kak! Gue mesen jaket korea gitu yang gambarnya oppa-oppa ganteng,"

"Mampus!" Davier tertawa jahat sambil berjalan menuju kamarnya.

"Punya adek kok goblok banget," Davier melepas kancing bajunya satu persatu lalu mengganti pakaiannya dengan kaos favoritnya.

Davier mengeluarkan ponselnya, Ia ingin buru-buru menghubungi Rania.

"Ternyata gampang juga dapet nomor lo" Davier tersenyum bangga

"Hallo, Devi" ucap Davier ketika panggilan itu tersambung

"Halo, devi? Ini siapa ya?" Glek! Davier menelan ludahnya ketika mendengar suara pria--atau lebih tepatnya suara bapak-bapak yang mengangkat telponnya.

"Maaf, saya rasa saya salah sambung" ucap Davier lalu segera memutuskan sambungan telponnya.

"Sial. Gue ditipu?"

🌈🌈🌈

Rania memakan siomay yang menjadi makanan favoritnya selama Ia bersekolah di SMA Angkasa. Padahal, Ia belum lama bersekolah disini.

"Ah! Enak banget sih siomay mang Aang" ujar Rania

"Lebay lo, kayak yang nggak pernah makan siomay aja." Sahut Caca lalu menyeruput kembali es teh manis yang dipesannya.

"By the way, gimana kemarin? Kakak kelas cogan itu beneran hubungin lo?" Tanya Caca pada Rania, sementara yang ditanya hanya menaikan alisnya bingung.

"Itu loh, si kak Davier,"

Rania ber-oh ria lalu tertawa jahat, "yang gue kasih itu nomor bokap gue,"

"Hah?" Caca hampir saja tersedak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh gadis dihadapannya itu

"Gue nggak bakal kasih nomor gue lah, nggak segampang itu. Untungnya gue hafal nomor bokap gue, jadi gue kasih aja," Rania tersenyum puas lalu melahap kembali siomaynya dengan santai.

"Oh gitu ya? Mau main-main, hm?" Suara yang sudah tak asing lagi tiba-tiba menggema di telinga Rania, membuat gadis itu tersentak lalu segera menoleh pada sumber suara.

"Jadi ini modus lo? Ngasih nomor bokap lo supaya gue cepet-cepet ngelamar? Please, jangan buru-buru dong. Gue masih harus tamat sekolah, Dev" ujar Davier dan itu berhasil membuat Rania hampir mengeluarkan kedua bola matanya. Jijik.

Rania terlalu malas untuk menanggapi cowok dihadapannya itu, Ia hanya menganggap Davier sebagai angin lewat lalu meneruskan kegiatan makannya.

"Mau gue keluarin dari sekolah lo? Gue anak dari yang punya sekolah ini! Camkan itu!"

Kata-kata Davier barusan rupanya baru saja mengusik pendengaran Rania. Rania memang tidak percaya dengan ancaman Davier yang tidak masuk akal. Namun setengah dirinya lagi merasa takut, Ia tidak mau kalau dirinya di keluarkan dari sekolah yang bahkan baru Ia tinggali seminggu.

"Mau apa sih kak?" Akhirnya Rania berdiri menghadap Davier. Rania malas jika harus terus berdebat dengan cowok itu.

"Nurutin tiga permintaan gue. Salah satunya jadi sahabat gue. Udah gitu aja, susah amat."

"Iya, iya" jawab Rania pasrah, bukan berarti Ia mengalah Ia hanya akan pura-pura menyetujui permintaan seniornya yang aneh itu.

"Good. Sekarang kasih gue id line lo," ujar Davier lalu memberikan ponselnya pada Rania. Rania menatap kesal lalu segera mengetikkan id linenya. Davier benar-benar membuat mood Rania hancur seketika. Padahal mood gadis itu tadi sedang bagus berkat siomay mang Aang.

"Harus bales chat gue nanti, mulai sekarang kita sahabatan." Davier tersenyum puas lalu pergi dari hadapan Rania.

"Yaampun! Dia kayaknya tergila-gila banget sama lo deh Ran," Caca berdecak heran

"Amit-amit" Rania terlanjur kesal, dan malas kalau harus menghabiskan siomaynya. Ia lalu berjalan kembali ke kelasnya.

"Tungguin gue Ran!"

🌈🌈🌈

TBC...

Dont forget to vote and comment!

Love,

Sheilabiila

Pelangi Di Langit SeptemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang