Bab 4

175 12 0
                                    

Rania dan Caca sedang menyantap siomay kesukaan mereka di kantin.  Caca memperhatikan Rania yang kelihatan tidak nafsu makan.

"Kenapa lo? Tumben banget gini," ujar Caca heran.

"Halo,  Devi.  Gimana?  Lo udah mendingan belum?" Belum sempat Rania menjawab pertanyaan Caca,  Davier sudah lebih dulu duduk di hadapannya.

"Kata siapa lo bisa duduk sini?" Ujar Rania kesal.

"Galak amat.  Tentu aja gue bisa,  ini bukan bangku milik lo.  Malahan milik gue,  anak dari yang punya sek---"

"Cukup cukup,  gue bosen denger lo pamer gituan." Ucap Rania,  lalu kembali mengaduk-aduk bumbu siomay nya.

"Jalan yuk besok? Kan libur tuh." Ajak Davier tanpa memperhatikan Caca yang sedang menatapnya begitu heran.

"Gak mau." Jawab Rania,  dan tentu saja Davier sudah bisa menebaknya.

"Lo kenal Reyhan Pradipta?" Tanya Davier tiba-tiba yang membuat Rania membeku seketika.

Davier memperhatikan reaksi cewek itu.  "Besok, ikut gue,  ada yang mau gue omongin tentang dia," Ujar Davier lalu melangkah pergi meninggalkan Rania yang masih terdiam.

"Dia siapa?  Kenapa lo jadi ngelamun gini?" Tanya Caca penasaran.

Rania hanya menggeleng lalu meminum minumannya.

"Buset,  lo serius banget sih deketin si Devi sampai nggak makan bareng kita," Ujar Bara ketika temannya itu baru saja menghampiri meja mereka.

"Jadi gimana?  Ada kemajuan sama si Devi?" Tanya Aldo penasaran.

"Orang gue nggak deketin dia." Jawab Davier dengan wajah serius.

"Terus lo mainin dia gitu?" Singgung Arka.

"Ya nggak juga."

"Tuh kan, kalau gitu lo emang lagi pdktin dia dong," Sahut Roni.

"Iya deh serah lo pada."

***

Davier dan Rania telah sampai di sebuah mall yang terletak di kawasan Jakarta.

"Jadi,  lo mau ngomong apa?" Tanya Rania yang sudah penasaran.

"Nanti, kita ke gramed dulu." Rania memicingkan matanya,  untuk apa anak seperti Davier pergi ke gramed?

"Lo suka buku?" Tebak Rania ketika mereka sudah memasuki gramedia.

"Gue suka lo." Jawab Davier yang membuat Rania terkejut.

"Dasar gila," Jawab Rania akhirnya. Sementara Davier hanya tertawa kecil.

"Lo mau beli buku gak?" Tanya Davier pada Rania yang sedari tadi terus membuntutinya.

"Enggak."

Setelah mereka membeli buku,  mereka menuju tempat makan untuk mengisi perut mereka yang sudah lapar.

"Jadi kenapa Reyhan?" Tanya Rania to the point.  "Tunggu, tunggu.  Kenapa lo bisa tau kalau gue kenal dia?"

"Gue stalk Instagram lo,  dan lo temenan sama dia,"

"Gila, lo ngestalk apaan lagi tentang gue?"

"Jadi mau ngomongin lo atau Rayhan?" Tanya Davier.

"Kenapa lo bisa kenal Rayhan?"

"Gue temennya." Jawab Davier.

"Gue mau tanya, lo tau dia dimana sekarang?"

Rania terdiam.  Ia meremas sudut bajunya.

"Lo.. Kalau lo temannya,  kenapa lo nggak tau?"

"Gue lost contact." Jawab Davier asal,  Ia hanya ingin memastikan apa Rania tahu yang sebenarnya terjadi dengan sahabatnya itu.

"Dia meninggal."

"Hah? Kenapa bisa?  Apa penyebabnya?" Tanya Davier yang pura-pura terkejut.

Rania menggeleng,  "gue nggak tau." Dan nggak mau tahu. Karena sejak itu, kehidupan gue di sekolah nggak pernah tenang.

***

Hujan mulai turun dengan deras. Padahal Davier dan Rania baru saja bersiap untuk pulang.

"Mau tunggu reda dulu?" Tanya Davier.

"Bakalan lama. Udah malem, lanjut aja."

Davier melepaskan jaket cokelatnya lalu memakaikannya pada tubuh mungil Rania.

"Terus lo gimana?" Tanya Rania yang tak enak hati.

"Gue rela hujan-hujanan demi lo." Davier tersenyum lalu segera menaiki motornya.

Rania hanya terdiam tanpa menyadari debaran di hatinya.

Tidak ada percakapan yang terjadi dalam perjalanan pulang,  hanya ada suara rintikan hujan yang sepertinya mulai mereda. Hingga sampailah mereka di depan rumah Rania.

"Makasih ya,  ini jaketnya gue cuci dulu," Ujar Rania.

"Jangan lupa mandi biar nggak pusing. Gue balik dulu ya." Davier kemudian melajukan motornya meninggalkan Rania yang masih menatap kepergian cowok itu.

***

OSIS memasuki ruang kelas Rania,  untuk memperingati kalau besok diadakan kegiatan LDKS.

"Kita sudah siapin peralatan kesehatan.  Tapi kalau ada yang mau bawa sendiri juga dipersilahkan," Ujar Davier.

Tanpa sadar Rania sedari tadi memperhatikan cowok itu. Cowok yang rela hujan-hujanan demi nya semalam.

"Sudah paham?" Tanya Sisil.

"Paham,  kak."

OSIS pun berjalan keluar kelas,  terkecuali Davier yang menghampiri bangku Rania. Membuat yang lain histeris.

"Gimana semalem? Nggak sakit kan? Gue khawatir lo sakit, padahal besoknya LDKS."

"Hwaaaaa" Sorak seisi kelas.

Rania hanya menggeleng canggung. "Bagus deh kalau lo nggak sakit." Davier tersenyum lalu meninggalkan ruang kelas.

"Gila,  gila," Caca heboh sendiri sementara Rania mematung.  Tak tahu kenapa,  jantungnya berdebar dengan hebat.

"Gue rasa dia udah beneran suka banget sama lo, Rania," Ucap Caca.

"Bukan suka lagi sih, cinta itumah," Sahut Andre ikut memanas-manasi.

"Gue mau ke toilet," Rania lalu meninggalkan ruang kelas dengan terburu-buru. Wajahnya bisa memerah kalau tetap berada di sana.

"Jadi,  tujuan lo apa sih deketin Rania? Gue tau dia bukan tipe lo." Ujar Arka ketika Ia dan Davier sedang berada di halaman belakang sekolah.

"Ya,  seperti yang lo pada bilang,  gue suka sama dia." Jawab Davier asal sambil memperhatikan anak-anak yang sedang bermain basket.

"Kemarin lo ngelak, lo aja plinplan gini bikin gue curiga." Jawab Arka.

Sementara Davier hanya tersenyum simpul.

"Ya semoga aja sih lo beneran suka. Jangan mainin dia, kasian anak orang." Ujar Arka lalu pergi meninggalkan Davier.

Kasian ya?

#TBC

Vote and comment for next chapter.

Pelangi Di Langit SeptemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang