7

69 21 6
                                    

     Siang ini terasa sangat panas. Entah ada apa dengan sang matahari yang menyinari dengan sangat terik seperti ini. Membuat Nathan malas untuk keluar rumah. Lebih baik di dalam rumah. Menghindari teriknya sang matahari yang mungkin sedang marah. Elys dan Ayah sedang keluar rumah membeli persediaan makanan yang mulai habis. Nathan berjalan ke ruang tengah. Duduk disalah satu sofa favorite Ayah.

     Memejamkan matanya sebentar. Belum ada lima menit dia me-mejamkan matanya ada sebuah plastik dingin menempel pada pipinya. Nathan membuka matanya dan mendapati Elys yang sedang tersenyum manis dengan tangan yang memegang plastik berbentuk ember kecil khas ice cream.

"Buat kakak" ucapnya menyodorkan ice cream coklat campur vanilla itu.

     Kebetulan sekali, suasana panas seperti ini memang enaknya makan atau minum yang dingin-dingin. Nathan tersenyum "makasih" ucapnya singkat.

     Elys meninggalkannya, mengikuti ayah ke dapur. Membereskan barang belanjaan mereka. Menaruhnya dengan rapih ke dalam laci dan kulkas sesuai dengan tempat seharusnya barang itu diletakkan.

     Samar-samar Nathan mendengar namanya dipanggil. Nathan bangun dan berjalan ke pintu utama. Menemukan Moza dengan muka lesunya. Nathan mengajaknya masuk dan membawanya ke ruang tengah.

"Gila, benar-benar gila. Panas banget di luar" keluh Moza sambil mengelap butir-butir keringat yang menumpuk di dahinya.

     Nathan membagi ice cream yang diberi Elys tadi. Moza mengambilnya dan mulai memakan separuhnya. Setelah puas memakan ice cream Nathan, ditaruhnya tempat ice cream yang sudah kosong tanpa sedikitpun sisa ice cream. Nathan hanya bisa memaklumi teman barunya itu. Membuang tempat ice cream dan kembali duduk di sofa samping tempat Moza duduk. Moza terlihat sangat lesu, wajahnya menunjukkan kalau dirinya sedang mengkhawatirkan sesuatu, tidak seperti biasanya. Nathan memilih untuk diam. Menunggu Moza memulai percakapan.

"Semalem lo ketemu Luna?" tanya Moza memecahkan keheningan.

Nathan hanya mengangguk sebagai jawabannya.

"Dia cerita apa aja?" tanya Moza dengan nada penasaran.

"Dia cuman bilang lagi ada masalah keluarga" jawab Nathan singkat.

     Moza menyenderkan tubuhnya ke sofa. Menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Matanya terpejam untuk beberapa saat. Seperti sedang berfikir, entah berfikir apa.

"Kenapa?" tanya Nathan.

"Kayaknya lo harus ngejauh dari Luna, bro-" ucap Moza yang tidak dimengerti oleh Nathan. Memang ada masalah apa sampai-sampai dia harus menjauhi Luna? Masalahnya dengan keluarganya kan? Kenapa jadi dirinya yang harus menjauhi luna? "-gue cuman gak mau lo terlibat dalam masalah rumit ini" lanjut Moza.

     Nathan mengangkat bahunya acuh tak acuh. Tidak mengerti kearah mana ucapan Moza. Ayah menghampiri mereka dengan wajah ramahnya.

"Ada temannya Nathan, ya?"

"Moza om" ucap Moza memperkenalkan diri.

"Saya dan Elys baru saja masak untuk makan malam, mungkin nak Moza mau bergabung?" ajak Ayah ramah.

"Maaf om saya gak bisa lama-lama, udah ada janji sama orang rumah" tolaknya halus.

"Baik kalau begitu" Ayah kembali ke dapur untuk melanjutkan acara masak-memasaknya.

"Gue pulang dulu ya Nath, tentang ucapan gue tadi terserah lo mau menanggapi seperti apa. Keputusannya ada di tangan lo" Moza pun pamit dan meninggalkan Nathan dengan beribu-ribu pertanyaan yang ada dipikirannya.


**

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang