Capitulum 4

31 2 1
                                    

Thania's PoV

Gerimis turun dengan sangat lama hari ini. Seakan-akan dunia menangis bersama kami. Di hadapan kami, terbaring tubuh Nei, teman yang selalu ada di kala susah maupun senang. Penghormatan terakhir berjalan dengan kesedihan yang membunuh cita dalam kalbu.

Di dalam peristirahatan terakhirnya, Nei memakai gaun semata kaki berlengan panjang, yang sewarna dengan langit subuh. Rambutnya yang berwarna gradiasi coklat menuju perak terurai seperti saat tertiup angin.

Wajahnya yang pucat sedikit tersenyum, seakan mengucapkan selamat tinggal pada kami. Tangannya memegang sekuntum bunga lily putih, bunga kesukaannya. Dengan riasan yang tidak terlalu mencolok, dia terlihat sangat cantik.

Sebenarnya, aku menyesal telah berfirasat yang tidak-tidak. Aku tidak ingin Nei pergi dari sini. Tapi, apalah dayaku sebagai manusia yang mendapat pesan dari Yang Kuasa?

Di sini, aku melihat pemandangan yang memilukan. Kulihat Via menangis dengan terisak dipelukan Vincent. Vincent hanya terdiam saat melihat keadaan temannya yang menangis itu. Kulihat juga Rei yang bergumam sembari menangis, yang terlihat sebagai bentuk depresinya yang terdalam.

"Harusnya, aku menghalanginya. Dia tak pantas mati."

"Harusnya, aku menghalanginya. Dia tak pantas mati."

"Harusnya, aku menghalanginya..." Kata-kata itu selalu keluar dari mulutnya sejak pagi tadi.

Seharusnya aku sedikit bersyukur dengan keadaan Rei, walau pun itu agak kurang berkenan dihati semua orang. Karena kesedihannya saat ini, tidak lebih menyedihkan dari keadaan Rei, saat mengetahui kabar duka itu.

Flashback

"Apa ada disini yang merupakan keluarga dari Ms. Lithuania?" Suara dokter memecah keheningan yang tercipta di ruang tunggu rumah sakit ini.

"Tidak ada. Tapi kami sahabatnya. Ada apa, dok? Apa Neisha baik-baik saja? Dia baik-baik saja kan, dok?"

Sang dokter hanya bisa menatap sendu Rei yang bertanya seperti itu. Sudah jelas dari raut muka dokter tersebut bahwa Neisha pasti....

"Maafkan saya, tapi saya harus bertemu dengan keluarganya terlebih dahulu."

"Apa yang terjadi? Di mana Neisha?" Dari belakang aku mendengar suara seorang wanita tengah terburu-buru-yang ternyata Bundanya Neisha.

"Apa anda ibu dari Ms.Lithuania?"

"Iya, saya ibunya."

"Sebelumnya saya mohon maaf, Bu... Tapi, kami telah berusaha sekeras tenaga kami. Kami ti...." Seketika pendengaranku mengabur. Indra itu hanya dipenuhi oleh isak tangis Ibunda Neisha. Aku tak mau mendengarkannya lagi. Aku pun refleks menoleh ke belakang, dan kulihat Rei berlari kearah dokter itu.

"I-ini bercanda k-kan?... Dokter, ini tidak lucu dok.....Neisha tidak mungkin mati kan?!.. Neisha!! Ayo bangun... Kita kan mau belajar bersama!?... Nei!!..Jangan tinggalkan aku..."

Dengan emosi yang menyedihkan, Rei berteriak pada semua orang sebelum ia berlari ke kamar tempat Nei terbaring. Dalam sekejap, terdengar tangisan panjang dari Rei.

Dalam sekejap mata, semua terlihat jelas di benakku. Sekujur tubuhku membeku saat melihatnya - Rei yang Memegang tangan pucat Nei sembari Menangis.

"Bangun dong, Neisha!!.... Kapan kita piknik lagi?.... Sandwichmu enak loh.... Jangan tak acuh denganku.... Aku nanti sedih, loh... Neisha mau bangun kan?... Jangan bercanda gini, dong!!!"

Relife series: The Curse of The PriestessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang