Praeteritum 1

28 2 1
                                    

Hujan gerimis pun tiba. Hujan ini mewarnai hari pertama sekolah dengan sendu. Akhinya aku memasuki tahun ajaran ke-2 di sekolah ini. Seperti setiap hari pertama sekolah, aku pun segera bergegas menduduki bangkuku, sebelum para parasit itu menggangguku. Para parasit, alias teman yang hanya bersamaku saat mereka membutuhkan bantuanku saja. Baru saja aku akan duduk di bangkuku...

"Hei.. Boleh kenalan gak?"

Seorang gadis bermata seindah batu montana menyapaku dengan hangat. Mengingat pengalamanku yang sudah-sudah, aku hanya menatapnya dingin.

"Boleh aku duduk disampingmu?"

"Hm.."

"Terima kasih!" Gadis ini langsung menempatkan diri dengan nyaman di sampingku. Selama pelajaran, Ia tidak pernah menggangguku atau semacamnya. Aku menjadi sedikit penasaran dengannya.

"Vincent.."

"Apa? Apa kau mengatakan sesuatu?" secara tak sadar, aku memberitahukan namaku padanya.

"Vincent Mier Aequrio. Itu namaku."

"Oh... " sejenak hening melanda kami.

"Ku panggil Mier, mau ya?"

"Boleh.." Entah kenapa aku sangat gampang untuk mengijinkannya. Tak selang beberapa lama, tiba-tiba ia mengulurkan tangannya padaku.

"Aku Vianita. Salam kenal yaa!!" tanpa sadar pula aku menyambut tangannya yang terulur padaku. Terlihat senyumnya yang indah itu terlukis di wajah cerianya. Rambut kirmizinya yang sesekali tertiup oleh angin sepoi-sepoi, seakan-akan terpatri di memoriku.

Semenjak saat itu, kami sering berbincang-bincang. Terkadang tentang pelajaran, kadang tentang hal-hal random lainnya. Kukira, ia mungkin berteman denganku tulus dari hatinya. Tapi...

"Jadi, gimana rencana lo? Dah siap banget belom?"

"Tinggal 10% lagi, tunggu aja deh.. pasti dia akan terkejut dengan hal ini."

Kulihat gadis itu berbincang dengan seorang pemuda yang sebenarnya kukenal. Dia Frans, cassanova sekolah ini. Unggul di bidang olahraga membuat ia di idolakan siswi-siswi disini. Dia juga memegang jabatan sebagai koordinator OSIS bidang olahraga dan sosial.

"Jadi, Apa lo bisa membujuk si Kaku untuk masuk dalam rencana kita?"

"Doakan aja deh.., mudah-mudahan dia mau. Nanti rencana kita bisa gagal kalau dia gak ikut."

Saat itu aku sadar, kalau setiap orang yang dekat denganku, pasti mau berteman denganku hanya demi keuntungannya sendiri. Aku pun hanya bisa berlari jauh, untuk meninggalkan mereka.

Untuk pertama kalinya, aku merasa sedih ditinggalkan oleh temanku, setelah sekian lama aku merasa seperti kebal dengan perasaan ini. Aku tak menyangka, bahwa dia, yang kupercaya, mengkhianatiku seperti ini.

Semenjak saat itu, ia tidak pernah berbincang denganku lagi. Pertemanan kami seperti tertiup angin, menghilang tanpa jejak. Aku hanya bisa diam melihat Frans yang selalu datang menghampiri Via, mengobrol dengannya, bahkan belajar dengannya di tempat kami biasa belajar bersama, yakni perpustakaan.

Entah kenapa saat ini, timbul rasa yang sangat asing di dadaku. Rasanya sangat sakit, lebih sakit dari saat terakhir kali aku terluka.

Kakiku seperti bergerak sendiri, dan berlari menuju perpustakaan. Tapi, nasib sepertinya tidak berpihak padaku saat ini. Saat ku berlari di koridor...

BRUKKK

"A..Aduh..."

Aku tak sengaja menabrak orang yang membuatku uring-uringan ini.

"Ah.. kebetulan sekali Mier! Ayo ikut aku!!"

Tanganku di tariknya, kakiku pun bergerak lagi, mengikuti gadis ini dengan tergesa-gesa. Entah kenapa, hangat tangannya menjalar sampai dengan ajaibnya, menyembuhkan rasa sakit itu.

Ia membawaku ke taman dekat sekolah. Saat hampir sampai, seperti ada tenaga yang mendorongku untuk melepaskan tangannya..

"Apa maksudmu seperti itu?"

"Apa yang kau bicarakan? Aku tidak mengerti."

"Kau ingin aku membantumu dalam rencanamu kan?! Apa kau berteman denganku hanya demi itu? Tega ya? Kau seperti parasit bagiku!"

Seketika itu, hening pun melanda.

".....begitu ya?"

Aku sedikit terkejut dengan suaranya yang entah kenapa seperti... badai itu.

"Untuk sekali ini saja, ikutlah denganku. Aku tak akan mengganggumu lagi."

Dengan dinginnya ia berjalan meninggalkanku.

Saat di taman...

"SURPRISE!!! SELAMAT ULANG TAHUN, VINCENT!!!"

Kulihat Frans, Alkuin, dan seorang gadis bermata aquamarine memegang spanduk bertuliskan "Happy Birthday"

Aku bahkan melupakan fakta bahwa hari ini hari ulang tahunku.

"Ja-jadi kalian..."

"Kami membuatkan pesta kejutan untukmu. O iya, namaku Neisha. Aku temannya Reihan. Salam kenal." Gadis aquamarine itu tersenyum sembari menjulurkan tangannya.

"Ini ide Via. Kau seharusnya berterimakasih padanya." Kata-kata dari Alkuin membuatku tersadar; Aku masih saja mematung ditempat itu, walaupun aku tahu bahwa Via sudah tak berada ditempat ketika aku mengedarkan pandanganku.

"Kejar dia, Cent." Saran dari Frans membuatku tersadar. Aku harus meminta maaf padanya.

Aku pun berlari. Dengan dorongan aneh yang menggelitik perasaanku ini, aku mencarinya ke pelosok taman sekolah.

Hasilnya nihil.

Jam menunjukan waktu 4 sore saat aku menemukannya; Dia duduk di kursi yang sama dengan saat kami belajar bersama di Perpustakaan.

"Via, ak-"

"Tak perlu, Vincent." Ia mengganti nama panggilanku. Entah kenapa, itu mengiris perasaanku.

"Aku mau meminta maaf padamu, atas segala hal yang telah aku tuduhkan padamu. Apa kau mau memaafkanku?"

Ia tetap tak bergeming. Ruang perpustakaan yang sudah sunyi semakin terasa sepi disela hening ini.

"Hm.."

"Bisakah kita berteman lagi?"

"Entahlah...Kita lihat besok saja." Ia hendak pergi meninggalkan tempat itu ketika keberanianku memuncak.

"Kenapa kau menahanku, Vincent?"

"Kumohon satu hal lagi, tolong panggil aku dengan nama panggilan yang kau berikan padaku."

"Untuk apa? Bukannya kau tak suka ya, dipanggil olehku yang 'parasit' ini?" Nada sinis itu keluar dari mulutnya. Gemuruh rasa bersalah seketika merasuk dalam perasaanku.

"Kau boleh membenciku, tapi aku akan selalu menunggu hingga kau mau berbaikan denganku. Dan sampai saat itu tiba, maukah kau memanggilku dengan nama panggilan pemberian darimu? "

Seketika hening kembali melanda. Dengan tanganku yang masih memegang lengannya, aku menatap gadis yang anehnya telah membuatku sadar tentang arti pertemanan yang sebenarnya. Jika dengan kata-kata itu ia tak juga mau memaafkanku, aku menyerah. Mungkin aku memang sudah sangat keterlaluan padanya.

"Pfftt... hahahahaha."

Aku terkejut dengan tawa yang keluar dari mulutnya.

"Hah... Lagian, tak ada gunanya juga mendendam."

"Maksudmu?"

"Sedari awal aku memang memaafkanmu. Aku hanya mengetesmu saja."

Langsung saja semua beban dalam batinku terangkat. Perasaan lega menyelubungi hatiku.

"Jadi, kita masih berteman kan?"

"Apa kau perlu mempertanyakannya, Mier?"

Relife series: The Curse of The PriestessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang