'Hati ini mulai enggan memperjuangkan sesuatu yang dari awal ditakdirkan sebagai angan'
.
"Sugoii ne Hinata-chan. Hanya dengan aromanya saja bisa mengguncang lidahku sampai bergoyang" ucap Ino hiperbola. Seakan memuja, ino benar benar jatuh cinta kepada masakan hinata.
"Ne, hinata-chan, apa kau mau makan malam disini? Kumohon. Semenjak kau menikah, kita jarang bertemu. Nanti garaa pasti akan mengantarmu dengan selamat, Hime-sama" lanjutnya."Hmm baiklah ino-chan"
Hinata jelas tak berfikir dua kali untuk menerima tawaran sahabat kecilnya itu. Karna Sasuke pasti tidak akan pulang malam ini, dan tentunya dia tak perlu bersusah payah untuk membuat makan malam untuk suaminya yang berakhir di tempat sampah karna bahkan tak tersentuh."Jadi.. Kapan Sai datang?" ucap garaa yang sedari tadi terdiam
"Katanya sedang dalam perjalanan, Garaa" jawab ino singkat.
.
.
.Blamm
Sasuke membanting pintu, dan mendapati rumahnya terlihat sepi. Aneh, biasanya dia akan melihat hinata sekedar mengucapkan 'Okaeri-' ya meskipun tak mendapat respon berarti darinya.
"Cihh.. Sialan!" Sasuke mendecih, dia benci berada di rumahnya sendiri. Jika pepatah mengatakan bahwa rumahku istanaku. Maka dia akan membakar istananya agar rumah busuk ini rata dengan tanah.
'Dimana wanita itu' Sasuke mendesis mendapati rumahnya yang seakan kosong. Mungkin wanita itu sudah tidur, mengingat ini sudah cukup larut. Tapi, untuk apa dia peduli? Dia tak perlu mendapat sapaan basi dari istrinya itu, kan. Seharusnya Sasuke bahagia.
Sasuke melepaskan kemeja dan dasinya yang sedari tadi mencekik leher jenjangnya, kemudian dia berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman dingin bersoda. Sebelum pergi, dia menyempatkan diri mengintip ke meja makan. Kosong.
"Istri macam apa dia!".
."Garaa-kun, maaf merepotkan mu" ucap hinata yang tak enak karna membuat gara harus menggendong Kei yang tertidur sejak perjalanan pulang.
"Hn, tak apa," jawab gara singkat "Hinata, aku.. Bo-bolehkah aku sesekali.. Menelponmu?" 'sialan!' Gara merutuki sikap gagapnya yang entah kapan dimilikinya. Seingatnya, dia adalah pria dingin yang tak akan mempermalukan dirinya seperti ini.
"Hmm, tentu saja. Garaa-kun. Aku senang bisa berteman denganmu" jawab hinata dengan senyum super manis yang melekat pada wajahnya. Gara yang melihatnya ikut tersenyum. Lihatlah! Si angkuh Sabaku yang setara sikap dinginnya jika dibandingkan dengan Sasuke, sedang tersenyum hangat hanya karna mendapatkan izin untuk menelpon seorang wanita! Huh bisakah ia tertawa sekarang?
.
"Tadaima" suara hinata terdengar dari luar. Tanpa mau peduli, Sasuke melanjutkan langkahnya menuju ruang tivi untuk merelexkan pikirannya.
"Sasuke-kun, kau dirumah?" sapa hinata setengah terkejut.
"Cih.. Ini rumahku dungu!" sasuke jelas dongkol mendengar sapaan bodoh hinata. Ini juga rumahnya, kan? Bahkan sebelum dia menikah dengan hinata, apartemen ini sudah menjadi miliknya."Jadi, selama aku tidak dirumah kau seenaknya menjalang dengan setan merah itu, eh?" lanjut sasuke dengan memincingkan mata. Jika tatapannya bisa membunuh, sudah dipastikan hinata akan mati ditempat.
"Jaga sikapmu, Uchiha!" Garaa mendesis tak terima, dia bahkan siap memberikan bogem cantiknya ke mulut busuk sasuke jika tidak dicegah hinata.
"Sikap, eh? Bukankah kau yang tidak bisa bersikap karna membawa istri orang sampai larut malam!" Jawab sasuke setengah berteriak. Mendengarnya, garaa pun terkejut. Bagaimana tidak? Sasuke terlihat seperti remaja yang dilanda api cemburu. Sasuke merutuki kebodohannya karna mengucapkan kalimat itu. Dia bahkan tak sadar saat mengucapkannya.
"Aku hanya membantu ino memasak untuk ulangtahun Sai, Sasuke-kun. Dan Gara-kun hanya mengantar kami pulang," jawab hinata pelan, mencoba menengahi, mati matian ia menahan liquid bening keluar dari kedua manik bulannya "Aku akan menidurkan Kei dan Saki" lirih hinata sambil melanjutkan langkahnya ke kamar kedua anaknya.
.
"Maafkan ucapan kasar Sasuke ya, gaara-kun, dia mungkin sedang banyak pikiran" ucap hinata setelah membenarkan selimut kei dan saki.
"Hn. Aku tau" jawab gaara.Setelahnya garaa pamit untuk pulang. Hinata pergi ke kamar untuk mengistirahatkan badannya. Seharian memasak cukup menguras energi, tapi dia sangat menikmatinya.
Setelah sampai di kamar, hinata melihat sasuke yang masih betah dengan ponselnya."Kau belum tidur, sasuke kun?" tanya hinata sembari mendekat.
"Hn, kenapa kau kemari dan tidak bersama setan merah itu saja? Oh, apakah miliknya tak cukup untuk memuaskanmu, eh?" ucap sasuke dengan seringai meremehkan.
Hinata meringis mendengar ucapan sasuke, liquid bening yang susah payah ditahannya akhirnya jatuh. Dia menangis.Entah mendapat keberanian dari mana, dia menampar sasuke. Tangannya bergetar, bukan karna takut. Tapu karna merasa bersalah telah menyakiti orang tercintanya.
"Aku bukan orang yang dengan mudahnya memberikan tubuhku untuk orang lain!," jawab hinata setengah terisak
"A-aku.. Aku tau kau sangat muak karna harus terjebak denganku. Tapi, aku sudah dan selalu berusaha untuk merelakanmu. Memendam dan mengabaikan segala rasa yang berujung luka. Berusaha merelakan perasaan itu terkulai, jauh sebelum aku tau jika kau menjalin hubungan dengan Sakura. Aku hanya bisa membeku dan diam. Rasanya tak mungkin kau akan menerima ku hanya karna aku melahirkan anakmu. Aku tau itu, sasuke. A-aku.. Aku bahkan tak patut untuk sekedar berharap begitu."
Kalimat panjang hinata yang sukses membungkam Sasuke. Begitu menderitanya kah istrinya itu? Sungguh, sasuke tak akan tega menyakiti hinata yang juga sahabat kecilnya. Hanya saja, semua ini.. Diluar kendalinya, hatinya ikut tercubit melihat hinata yang terisak namun egonya kerap kali menahan untuk sekedar menenangkan hinata."A-aku akan ti-tidur dengan sa-saki," ucap hinata sebelum pergi kekamar buah hatinya.
Sasuke hanya diam mematung, menatap sendu punggung kecil istrinya yang mulai menjauh.
'kau bodoh, hinata'