'Kamu, adalah bintang yang bersinar sangat terang. Bintang yang ku pikir selamanya akan ku genggam. Kenapa kau tak pernah bilang? Terang adalah caramu membunuhku perlahan'
.
.
.Untuk yang kesekian kalinya, Sasuke menghela nafas. Matanya terpejam, dengan tangan memijat pelipisnya pelan. Ocehan Sakura yang sedari tadi mengalun bahkan tak membuatnya lebih baik. Tak biasanya seperti ini. Biasanya hanya dengan mendengar suara Sakura, sudah memperbaiki mood nya. Tapi tidak hari ini.
Lelah. Marah. Bingung. Merasa bersalah.
Itulah yang dia rasakan saat ini. Semenjak semalam, tepatnya pertengkarannya dengan Hinata karna setan merah itu, dia merasa kacau. Mungkin karna ucapannya yang keterlaluan. Menyebut wanita polos dan suci itu dengan sebutan jalang memang sedikit -ah, sangat- keterlaluan. Ingin sekali dia meminta maaf karna terlalu sering membuat Hinata menangis, namun seringkali dia urungkan. Egonya terlalu tinggi dan kokoh untuk di jatuhkan.
Sasuke memang berengsek
Sasuke paham itu. Dan dia tak berniat untuk memperbaikinya.
"Sasuke-kun? Kau kenapa? Apa yang kau pikirkan?" tanya Sakura bingung melihat tingkah sang kekasih yang tak seperti biasanya.
"Hn. Hanya masalah kantor," Jawabnya sambil memainkan asal sedotan pada minumannya. Minuman dingin yang awalnya terlihat segar-pun mulai menjadi tawar, namun tak ada niatan dari si lelaki untuk barangkali mecicipinya.
"Kau berubah, Sasuke-kun. Kau sudah tidak perduli padaku lagi," ucap Sakura sendu.
Onyx hitam Sasuke sedikit melebar. Pertanyaan itu, apakah Sakura juga menyadari sesuatu yang aneh dari dirinya? Kenapa pikiran Sasuke beralih pada Hinata, saat wanita yang diyakini memiliki hatinya berada di hadapannya?
Lelaki yang sedang memutar asal sedotan itu mendongak. Menatap manik emerald yang kini menatapnya sendu.
"Maaf Sakura, kantor sedang memiliki banyak masalah," ucapnya meminta pengertian. Bohong, jelas Sasuke bohong. Karna Uchiha Corp sedang dan selalu dalam keadaan makmur. Tapi, daripada dia dengan kejujurannya mengatakan pada Sakura bahwa pikirannya teralihkan karna Istrinya, dapat dipastikan hal itu hanya akan memperkeruh keadaan. Sasuke tak menyukai hal yang rumit. Dan dia sangat malas untuk sekedar menjelaskannya.
"Tapi, kau terasa berbeda Sasuke-kun. Biasanya walau ada masalah kantor, kau takkan mengabaikanku dan berlaku dingin di depanku. Benarkah kah kau memikirkan pekerjaan? Tidak biasanya seperti ini, dan kau tidak terlihat seperti memikirkannya. Kenapa Sasuke-kun? Apa Hinata membuat masalah lagi?" Tanya Sakura dengan kalimat panjangnya yang semakin membuat kepala Sasuke berdenyut. "Jalang itu memang tidak punya ma.."
'Brakk!!'
Ucapan Sakura terpotong karna suara gebragan keras Sasuke.
"Diamlah!" desisnya rendah.
"Sa-Sasuke-ku-kun," jelas Sakura terkejut. Baru kali ini Sasuke membentaknya. Dan hey! Apa salahnya? Dia hanya memaki Hinata dan bukankah Sasuke juga membencinya? Lantas apa masalahnya?
"Aku harus pergi," ucap Sasuke kemudian meninggalkan Sakura.
.
.
.Hinata berjalan menelusuri jalan setapak guna mencari sosok yang dirindukannya. Bersenandung kecil dengan senyuman kecil menghiasi wajah ayunya. Sesekali, tangannya yang menggenggam jari mungil Saki ia goyangkan perlahan. Amethystnya mencari-cari keberadaan sosok yang dirindukannya.
Hinata tersenyum, tak lupa dengan rona yang menghiasi pipi gembilnya, saat melihat sosok itu duduk di bawah pohon sakura menatap langit sore.
Kakinya melangkah semakin cepat sambil memanggil sosok itu agar menyadari kehadirannya, di susul dengan langkah kecil Saki yang terkesan buru buru ingin segera menghamburkan diri ke pelukan pria itu.
Pemilik manik onyx yang merasa terpanggil menatap takjub wanita yang menuju ke arahnya. Mata pucat yang bersinar dengan caranya sendiri. Rambutnya yang indah, bergerak lembut saat terhembus angin. Kulit seputih susu. Belum lagi bibir tipisnya yang mengundang imajinasinya untuk terbang setinggi-tingginya dan berkembang seliar-liarnya. Betapa dia sangat mengagumi ciptaan Tuhan di depannya.
"Ita-nii.." Panggil Hinata lembut.
Yang di panggil malah asik dalam lamunannya sendiri.
"Oji-chan..." Ucap Saki.
Mencoba memanggil paman tampannya dengan suara yang lebih keras dari Ibunya. Meski tetap saja, itu terdengar seperti cicitan.Merasa tetap tak mendapat respon, Saki mengembungkan pipi gembilnya kesal dan menghentakkan kakinya menuju Itachi.
Plukk
"Eh/?" pekik Itachi.
Itachi terjejut saat sesuatu baru saja memukul perut berototnya yang justru terasa seperti gelitikan.
"Mou Oji-chan.. Kenapa kau mengabaikanku? Apa kau tak merindukan aku," Ucap Saki hiperbola, jangan lupakan matanya yang berkaca kaca siap meluncurkan jurus ampuh miliknya.
"Gomen Saki-chan. Tentu paman sangat merindukanmu," ucap Itachi sambil memeluk Saki, berusaha menghentikan jurus terlarang itu. Karna sungguh, dia sangat lemah dengan mata bulat itu.
"Tadaima, hime" ucap Itachi lembut.
"Okairi, Ita-nii"
.
.
.
.
Tbc.Huuu maaf baru sempet up lagi 😭 saya selalu disibukkan dengan try out tes dan bimbel bimbel lain 😭
Makasih yang udah setia nunggu..
Tenang ini gabakal hiatus kokk meski disibukkan dengan remidial laknat yang tak kunjung kelar -_- dan jangan lupakan tugas yang seperti kasih ibu, tak terhingga sepanjang masa :3
Anyway.... Tunggu kelanjutannyaa💃😍💕💞