Ten

942 91 2
                                    

"Dee-dee ...," panggil seseorang.

'Siapa?' batinnya bingung.

"Dee-dee, apa kau lupa aku?" tanya orang itu.

Dianne segera menengok ke asal suara. Ia mendapati seorang gadis sebayanya dengan surai honey blonde sepundak. Iris blue sky gadis itu membuat Dianne tercekat.

Ia kenal gadis itu.

"Tessa?!" pekik Dianne.

"Ya, ini aku!" kata Tessa sambil tersenyum.

"Bagaimana kau bisa-" belum sempat Dianne melanjutkan kata-katanya, darah mengalir deras dari jantung Tessa. Dianne hendak menggenggam tangan Tessa, tetapi Tessa sudah keburu menjadi abu.

"A- apa maksudnya ini?" gumam Dianne lirih.

Tiba-tiba, muncul seseorang ber-hoodie hitam. Orang itu membuka tudung hoodie-nya. Gaya rambut orang itu sama seperti Dianne, hanya saja warnanya dark brown.

Orang itu menunjuk tepat di depan wajah Dianne.

"Ini semua salahmu," kata orang itu.

"Hah?" Dianne bingung.

"Mati,"

JLEGH!

Dianne terbangun dari tidurnya dengan keringat dingin yang mengucur deras dari tubuhnya. Tubuhnya gemetar, jantungnya berdegup sangat kencang sampai-sampai ia sendiri bisa mendengarnya.

"Hah? Cuma mimpi?" gumam Dianne kemudian tertawa.

Sinar matahari mulai menerangi kamarnya sedikit demi sedikit. Rupanya sudah pagi. Ia menganggap mimpi buruk itu adalah alarm bangun tidurnya kali ini.

Ia pun langsung bersiap-siap pergi ke kampus. Seperti biasa, mendengarkan musik selama perjalanan ke kampus adalah ritual rutin yang selalu ia lakukan. Baginya, pagi yang tenang adalah saat yang cocok untuk mendengarkan musik. Tapi, ketenangan pagi hari itu terusik dengan suara sirine  mobil polisi dan orang-orang yang berkumpul di TKP hanya untuk sekedar melihat.

Dianne mendatangi TKP tersebut. Ia mendapati seorang wanita paruh baya bersimbah darah dengan tubuh penuh dengan bekas peluru. Sementara kepolisian menyelidiki TKP, Dianne memanfaatkan kesempatan itu untuk menyelidiki mayat.

"Peluru ini ... full metal jacket, ya ...," gumam Dianne.

Dianne menghitung jumlah peluru di setiap bagian jasad mayat wanita itu. Mengetahui jumlahnya yang sangat banyak, kira-kira belasan peluru digunakan, ia hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Benar-benar pemborosan," komentar Dianne. "Si pelaku mencoba untuk membunuh korban dengan sadis, tapi ini sangatlah dibuat-buat.

"Dan aku tau siapa pelakunya," lanjut Dianne.

Kepolisian ternyata juga sedang menginterogasi saksi mata kejadian. Saksi matanya adalah seorang anak SMA. Walapun begitu, ia tak ambil pusing mau siapapun saksinya. Baginya, jika orang itu ada di tempat kejadian dan menyaksikan perbuatan si pelaku, maka dialah saksinya.

Tiba-tiba, saksi mata tersebut menunjuk ke arah Dianne sambil teriak-teriak.

"Dia! Dia pelakunya!" seru orang itu.

Semuanya yang ada di situ sontak langsung menengok ke arah Dianne. Dianne sendiri bingung kenapa semua orang melihat ke arahnya.

"Hei, ada apa ini?" tanya Dianne yang bingung.

"Hah, jangan pura-pura kau! Kau kan, yang membunuh wanita ini?!" tuduh orang itu.

"Tunggu dulu, yang benar saja? Aku saja bahkan baru tau kalau ada pembunuhan di sini," kata Dianne jujur.

"Tadi malam, aku menjadi saksi mata pembunuhan ini. Gaya rambut, tinggi badan, dan postur tubuhnya sangat mirip orang ini!" kata orang itu kepada yang lainnya agar semua orang percaya padanya.

Dianne menghembuskan napas dengan kasar. Ia memang paling benci dengan orang yang kalau bicara suka asal main semprot tanpa tahu sebenarnya. Dalam hatinya, ingin sekali ia mencincang tubuh orang itu lalu dijadikannya barbeque.

Tapi dengan cepat ditepisnya pikiran itu. Ia sudah bertekad untuk menjauh dari pikiran-pikiran tentang mencincang, mencabik, memutilasi, menusuk, dan menghancurkan tubuh manusia.

Tapi ...

Orang yang suka asal semprot tak akan mau berhenti mengeluarkan bukti-bukti yang belum tentu benar jika pihak yang dituduh tidak mengakui seperti yang dikatakan orang seperti itu.

"Aku memang The Sadness ...," aku Dianne.

"Nah, kan! Benar yang kubilang-"

"Tapi," lanjut Dianne memotong kata-kata orang itu, "itu dulu. Sekarang aku bukanlah The Sadness lagi. The Sadness yang sekarang adalah Fake Person."

Orang-orang yang ada di TKP melongo mendengar pengakuan Dianne yang tegas itu. Dengan lantang dan berani, ia mengakui kalau dirinyalah yang selama ini meneror ketenangan warga London. Setelah itu, ia menundukkan kepalanya seraya meminta maaf atas perbuatannya selama ini.

"Oh iya, apa inspektur Andrew ada di sini?" tanya Dianne.

"Tidak, dia sedang sakit di rumahnya," jawab salah satu bawahan Andrew.

"Berikan padaku alamat rumahnya."

***

Seorang pria muda berumur 28 tahun tengah terbaring lemah di tempat tidurnya. Sejak tadi ia bersin-bersin terus.

Tiba-tiba, ada suara seperti ketukan di kaca jendela. Pria itu segera membuka jendela kamarnya, dan ...

"Yo!" sapa orang yang mengetuk jendela tersebut. Pria itu kaget setengah mati. Hampir saja ia terjatuh.

"Dianne?! Apa yang kau lakukan di sini?! Dan, darimana kau tau rumahku?!" tanya pria itu bertubi-tubi. Rupanya, orang itu adalah Dianne.

"Kata bawahanmu, kau sedang sakit. Ya sudah, kujenguk sekalian. Ngomong-ngomong, nih," kata Dianne sambil memberikan makanan kepada Andrew.

"Jadi, ada perlu apa?" tanya inspektur Andrew tiba-tiba. "Aku tau kau ke sini karena ada sesuatu yang mau kau katakan."

"Yah, ketahuan. Padahal, aku merahasiakannya darimu karena kau sedang sakit. Tapi karena kau memaksa, ya sudahlah. Jadi, tadi malam ada pembunuhan. Korbannya seorang wanita paruh baya. Dibunuh dengan cara ditembak secara bertubi-tubi," jelas Dianne.

"Pelakunya?" tanya inspektur Andrew kemudian bersin-bersin.

"Jangan tanya," jawab Dianne sambil menutupi hidung dan mulutnya agar tidak tertular. "Tubuh wanita itu penuh dengan peluru. Jenis peluru yang digunakan adalah full metal jacket.

"Saksi mata pembunuhan itu merekam aksi yang 'dia' lakukan dan mengirimkannya padaku. Mau nonton?"  tawar Dianne.

Mereka berdua menonton rekaman kejadian yang direkam hanya dengan modal kamera HP. Mereka mendengarkan setiap kata-kata yang dikeluarkan oleh si pelaku dengan saksama.

Hingga sampai pada bagian si pelaku mengatakan sesuatu.

Rupanya, cara ini bisa digunakan!

"Hm?" inspektur Andrew bingung.

"Apa maksudnya?" Dianne juga sama.

"Bisa digunakan ... berarti untuk membunuh seseorang, dan orang itu adalah ...," duga inspektur Andrew.

"Ah ...."




Bersambung ...

The Sadness: Fake Person [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang