Nineteen

727 76 0
                                    

Dianne pun menjelaskan bagaimana kejadiannya. Inspektur Al terus diam mendengarkan sampai Dianne selesai bercerita. Inspektur Al manggut-manggut menanggapi cerita Dianne.

"Aku suka caramu menjelaskan," komentar inspektur Al. "Kau menceritakan semuanya, bahkan sampai detil terkecil pun."

"Yah, kadang manusia suka melewatkan detil terkecil dari suatu kasus," kata Dianne. "Padahal, detil terkecil itu justru yang terpenting."

"Lalu, bagaimana dengan kepolisian? Apakah mereka bekerja dengan baik?" tanya inspektur Al.

"Sesuai dugaanmu. Anak buah kesayanganmu itu melakukannya dengan baik," jawab Dianne. "Walaupun mentalnya belum benar-benar terlatih."

Inspektur Al tertawa mendengar jawaban Dianne. Ia sudah menduga kalau Dianne akan menjawab seperti itu. Karena baginya, mantan pembunuh berantai seperti Dianne sudah pasti mental baja. Sudah biasa, bahkan bosan melihat darah.

Karena terlalu banyak tertawa, membuat inspektur Al tersedak. Detektif polisi muda yang menjaganya cepat-cepat memberikan air minum padanya. Dianne dan Chico hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku pria berumur 42 tahun itu.

"Lalu, kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Dianne balik.

"Yah ... aku salah minum obat," jawab inspektur Al sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Salah minum obat?" ulang Chico.

"Anu ... jadi begini," detektif polisi muda itu mulai menjelaskan, "dua hari yang lalu, Pak inspektur salah minum obat. Bukannya minum obat demam, malah minum obat penurun gula darah."

"Habis, dimasukkan dalam kotak penyimpanan yang sama. Lagipula warnanya juga sama," timpal inspektur Al yang sewot.

"Namanya juga orang tua," celetuk Dianne sembarangan.

Setelah lama berbincang-bincang, akhirnya inspektur Al pun pamit kembali ke kamar rawatnya. Dianne dan Chico juga memutuskan untuk pergi ke kantin rumah sakit, mencari camilan.

Sesampainya di kantin, bukannya membeli makanan ataupun camilan, mereka berdua malah ikut menonton berita di TV. Tentu saja, itu bukan berita sembarangan yang membuat mereka berdua sampai fokus menontonnya.

Ya, tentang aksi yang dilakukan si Fake Person lagi. Kali ini judul beritanya "The Sadness mengirimkan fax aneh pada kepolisian". Dianne hanya bisa menghembuskan napas dengan kasar menanggapi berita tersebut.

"'Si bodoh' itu mau membuat sensasi, ya?" komentar Dianne kesal. "Pakai acara kirim-kirim fax segala."

"Lalu, apa yang akan kau lakukan dengan kondisi seperti itu?" tanya Chico menanggapi komentar Dianne.

"Untuk sementara, akan kulihat dulu reaksi kepolisian saat menerima fax aneh seperti itu," jawab Dianne.

"Tumben kau memantau terlebih dahulu," komentar Chico. "Biasanya, kau langsung maju tanpa berpikir panjang."

"Dasar, kau pikir sudah berapa banyak luka tembak di tubuhku?" kata Dianne kesal. "Kau pikir aku kolektor luka tembak?

"Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Orang buta saja tidak mau kehilangan tongkatnya dua kali," lanjut Dianne. Oh, kata-kata bijaknya keluar.

Mereka berdua akhirnya tidak jadi membeli camilan di kantin rumah sakit dan memilih untuk kembali ke kamar rawat Dianne. Sesampainya di kamar rawat Dianne, mereka melihat teman-temannya tengah menonton berita di TV dengan sangat serius. Dianne hanya bisa menghela napas, sepertinya ia sudah menduganya.

Adam yang melihat Dianne dan Chico datang langsung menghampiri mereka.

"Dee-dee, kau sudah lihat berita itu?" tanya Adam.

"Ya ...," jawab Dianne seadanya.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Jamie ikutan nimbrung. "Apa menurutmu ini adalah suatu kemajuan kasus yang bagus, atau ... kau tau, lah."

Dianne sudah menduga kalau mereka akan bertanya seperti itu. Kemajuan kasus ya ... sepertinya Dianne belum memikirkan sampai sejauh itu. Tapi ia sudah merencanakan sesuatu untuk nanti.

"Kemajuan kasus ya ... hmm ... entahlah, lihat saja nanti," jawab Dianne.

Keputusannya sudah bulat. Ia akan memantau sejauh apa si Fake Person itu berani maju duluan. Tak lama kemudian, HP Dianne berdering. Ia melihat nama si penelepon. Oh, rupanya dari inspektur Andrew.

"Halo ...," jawab Dianne.

"Kau pasti sudah lihat berita itu," kata inspektur Andrew to the point.

"Jadi, apa benar 'si bodoh' itu mengirimkan fax aneh ke kepolisian?" tanya Dianne memastikan. Sejujurnya, ia kurang percaya dengan informasi dari berita. Mengingat seringnya hoax-hoax bermunculan.

"Tidak," jawab inspektur Andrew serius. "Tidak ada fax dari 'si bodoh' itu. Samasekali."

"Jadi, apa maksudnya ini ...?" gumam Dianne.

"Mungkin saja, dia ingin membuat kita bingung dan sibuk tenggelam dalam hipotesa kita," duga inspektur Andrew.

Dianne samasekali tidak mengerti apa yang dikatakan inspektur Andrew. Membuat mereka tenggelam dalam hipotesanya masing-masing?

Apa maksudnya?






Bersambung ...

The Sadness: Fake Person [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang