Etiologi

1.7K 60 2
                                    

Membosankan!.

Duduk sendiri disudut ruang icu yang lengang. Suara bedside monitor memelodikan sendu menemani kesendirianku. Dinas sendiri berteman sepi dan nyamuk yang setia mencumbui setiap jengkal tubuh lelah ini. Malam teramat terasa panjang menunju fajar. Mentari seakan begitu malas untuk menampakkan dirinya hari ini. Kulirik jam tangan silver ditangan kiriku masih menunjukkan pukul 03.10 WIB. Mataku masih terjaga menahan kantuk. Lembaran – lembaran tugas laporan askep dan laporan pendahuluan sudah kuselesaikan sejam yang lalu. Kutengok handphone disaku seragam putihku masih tetap sepi. Grup relawan yang ramai beberapa jam yang lalu terasa sunyi tanpa penghuni.

Tiiitttt....... suara alarm infus pump membuyarkan lamunan kantukku yang mulai muncul. Langkah kakiku berat kuseret menuju loker tempat penyimpanan obat dan infus. Mengambil satu flabot larutan RL dan kubawa ke sumber alarm yang berbunyi. Kumatikan alarm dan kembali ku setel pengaturan infus pump. Mata ini terasa semakin berat saja. rasa – rasanya ingin segera berbaring diatas kasurku dirumah. Kembali kulirik jam tanganku, waktu terasa lambat disaat – saat seperti ini. Kembali ku duduk ditempatku semula. Kedua tanganku menopang daguku untuk tetap tegap dengan mata yang semakin terasa berat. Dan semakin terasa berat. Aku pun terlelap.

**

"Perawat?" aku terdiam. Sejenak aku masih berfikir tentang kedua orangtuaku yang menginginkan aku untuk melanjutkan kuliah di fakultas keperawatan. Aku masih menimbang – nimbang bagaimana keputusanku, apakah mengikuti keinginan orang tuaku atau aku ambil apa yang kuinginkan. Bagaimana mungkin orang yang takut dengan jarum suntik dan tidak bisa menelan obat sepertiku harus masuk dunia perawat? Apa aku akan kuat disana nantinya. Berbagai pertimbangan berkecamuk dihati dan fikiranku. Lalu lalang seperti angin yang berhembus kesana kemari tanpa arah yang pasti. Kukatakan pada orangtuaku untuk memikirkannya terlebih dahulu bagaimana keputusanku.

Aku selalu berfikir menjadi seorang dokter tentunya lebih keren daripada seorang perawat. Menggunakan jas putih dan selalu terlihat mengalungkan stetoscop dilehernya, wah pasti akan terlihat keren dan berwibawa. Sejujurnya aku juga tidak tahu apa tugas perawat itu. Yang aku tahu hanyalah bidan dan juga dokter. Sejauh yang aku tahu perawat seperti asisten dokter mungkin semacam itu. Mendorong pasien dengan kursi roda, mengantar pasien, mengecek tensi, menggantikan baju dan sebagainya, itu gambaranku tentang menjadi seorang perawat. Hingga sudut pandangku berubah tentang siapa itu perawat...

Waktu itu hari minggu, aku masih mengingatnya dengan jelas diingatanku. Ketika itu aku selesai jogging di alun – alun kota, kurang lebih 12 kilometer dari rumahku. Sebuah motor menabrak keras mobil yang hendak berbelok masuk ke sebuah ganng. Braaaakkkk!!! Suara keras benturan mengagetkan orang – orang disekitar tempat kejadian. Pengendara motor yang berbonceng tiga jatuh terpental dijalanan, orang – orang mulai berkerumun mencoba menolong. Aku pun ikut berhenti dan masuk ke kerumunan itu. Seorang dari korban itu terlihat berlumuran darah ditangannya dengan tonjolan tulang putih yang nampak mencuat, jujur nyaliku agak ciut melihat itu. Seorang lagi tidak sadarkan diri, tidak nampak ada luka ditubuhnya yang serius, kupikir dia tidak apa – apa. Lalu, seorang yang berada didepan kepalanya bercucuran darah karena menghantam langsung badan mobil, kulihat mulutnya penuh darah dan giginya ada yang tanggal. Orang – orang yang berkerumun semakin banyak bahkan dijalur sebelah sampai menimbulkan kemacetan, sebagian mencoba menolong dengan mengangkat korban ke pinggir jalan. Suasana terasa semakin mencekam ketika korban yang tidak sadarkan diri tiba – tiba kejang. Orang – orang mulai terlihat panik namun bingung hendak melakukan apa. Lalu, seorang dari kerumunan belakang menyeruak kedepan dan menolong korban itu. Gerakkanya tanggap, dia melepas helm korban itu dan memiringkan kepalanya, aku tak tahu gerakan apa yang lelaki itu lakukan tapi sepertinya cukup efektif.

Lelaki itu mengatakan dirinya seorang perawat di RSUD, ia meminta orang – orang mengangkat korban itu ke mobil yang seseorang yang dicegat untuk membawa korban ke rumah sakit, lalu ia menghampiri korban yang patah tulang dan si sopir. Dengan cekatan ia menekan perdarahan pada kepala sopir itu dan meminta seseorang untuk terus menekannya sembari memindahkan ke mobil. Sejenak ia melihat kondisi tangan korban yang tulangnya mencuat keluar, ia lalu berlari mengambil sesuatu dari kursi kemudi di mobilnya, sebuah kain putih sepertinya. Ia lalu mengitarkan pandangnya dan tertuju pada dua bilah kayu yang tergeletak di trotoar. Ia mengambil kedua kayu itu dan dengan sigap mengikat tangan korban itu yang patah dengan diapit kedua kayu yang ia ambil, lalu membawa korban itu ke mobil polisi yang tak lama setelah kejadian datang.

Polisi yang berada di tkp segera mengatur lalu lintas yang sempat macet karena orang – orang berkerumun menonton penasaran apa yang sedang terjadi. Seorang polisi berkumis mendatangi beberapa orang yang melihat kejadian itu secara langsung untuk meminta keterangan. Lelaki yang tadi menolong kulihat tadi ikut dengan mobil polisi membawa korban patah tulang tadi ke rumah sakit, menyusul kedua korban sebelumnya yang sudah terlebih dahulu dibawa ke rumah sakit. Lama kelamaan kerumunan mulai berkurang, beberapa orang membersihkan darah yang ada dijalan dengan menaburkan pasir. Aku pun berjalan kembali ke motorku dan pulang.

Kejadian tadi membuatku semakin berfikir keras tentang keputusanku melanjutkan kuliah kemana. Tak apalah tidak menjadi seorang dokter, yang penting aku bisa menolong orang lain. Sepertinya akan menyenangkan bisa melihat orang lain sembuh atau bahkan nyawanya tertolong karena perbuatan kita. Ya... mungkin penghasilannya tidak seberapa dibandingkan seorang dokter, tapi penghasilan lain dari sisi kemanusiaannya jauh lebih banyak daripada yang terlihat secara materiil menurutku. Mulai hari itu aku memantapkan diri untuk menjadi seorang perawat.

**

" dek, bangun. Udah subuh, sana sholat subuh setelah itu TTV pasien. Jangan lupa siapkan air juga untuk watsan." Seseorang menepuk bahuku membangunkanku dengan berondongan perintah. Mataku yang masih mencoba beradaptasi dengan cahaya mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Sepertinya tadi aku bermimpi tentang kejadian waktu itu.

" iya mbak " jawabku singkat melangkahkan kaki ke kamar mandi. Badanku terasa pegal karena harus tidur dengan posisi yang tidak nyaman. Kugerakkan kedua bahuku mencoba menghilangkan pegal sembari melangkah ke toilet.

Segarnya air wudhlu membasuh wajah lelahku yang semalaman terjaga, baru sebentar rasanya aku tertidur, itupun dengan posisi yang sangat tidak nyaman. Selesai sholat subuh ku beranjak memantau bedside monitor pasien dan mencatat TTV di buku dokumentasi. Langkahku lalu kuarahkan ke belakang menyiapkan watsan untuk mandi pasien, beruntungnya disini aku tak perlu memandikan pasien langsung. Hanya menyiapkan watsan dan memberikannya pada keluarga pasien untuk menyeka pasien.

Menjadi mahasiswa perawat memang sangat melelahkan. Sudah kujalani selama ini namun masih saja aku sempat berfikir apa yang akan aku lakukan setelah lulus nanti. Menjadi perawat atau langsung melanjutkan untuk mengejar keinginan orangtuaku yang lainnya agar aku menjadi dosen. Ah, kepalaku pusing rasanya jika harus memikirkannya. Hari ini pun masih banyak laporan yang harus aku selesaikan untuk responsi dengan pembimbing klinik besok. Belum lagi proposal KTI yang selalu dikejar – kejar dosen untuk konsul. Jika boleh memilih, aku ingin segera lulus dari kampus ini dan melanjutkan ke kampus lain. Studi ke jenjang selanjutnya. Namun, apa yang akan terjadi besok biarlah terjadi, aku cukup menjalani apa yang sekarang sedang aku jalani dengan sungguh – sungguh sepenuh hati sekuat tenagaku, sembari menyiapkan diri memantaskan diri.

Catatan Mahasiswa Calon PerawatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang