[2]

77 9 0
                                    


Another Dimension of My School

By : Shalsahazz

Fantacy ; TF

Rate : T

.

Happy Reading

..

"Ja...jadi maksudmu, kita terjebak di sini?", Tipen membuka suara untuk yang pertama kalinya. Brian mengangguk pelan sedangkan Vanri hanya diam membisu dari tadi. Entah apa yang ada di pikirannya sampai – sampai pemuda kelewat aktif itu terdiam kaku.

..

"Ya Tuhan, apa aku lagi mimpi? Tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini", ucap Elnika. Seluruh tubuhnya gemetar ketakutan sekaligus belum bisa menerima kenyataan yang terjadi. Tipen yang berada disebelahnya langsung menggenggam tangannya erat untuk menenangkan temannya itu.

"Yaampun, gimana sekarang? Aku mulai takut", ucap Eggy meremas tangan Devi yang sedari tadi berada di sampingnya bersama Moza. Devi merasakan tangan yang dingin milik Eggy.

"Aku rasa kita balik ke kelas dulu, Hamy?", ucap Ibra melirik ke arah ketua kelas tinggi itu, membuat Hamy tersadar dari lamunannya yang panjang.

"I-iya, semuanya ke kelas dulu", ucap Hamy setelah mengembalikan ingatannya dari mode blank-nya.

Akhirnya mereka kembali ke kelas. Sebagian dari mereka panik gak karuan. Sebagiannya lagi masih dalam mode blank. Ada yang bingung, ada yang panik gak karuan, ada yang teriak – teriak gak jelas, ada juga yang gemeteran gak tau lagi mau ngomong apa. Intinya masalahnya cuman satu, gimana bisa pulang?

..

Hari semakin siang, matahari semakin panas. Belum ada yang berani ngomong, jadi semua sibuk sama pembicaraan masing – masing. Ditambah lagi perut yang mulai berpesta karena belum makan siang.

"Hamy, sekarang gimana?", tanya Ibra, membuat Hamy tersadar dari lamunannya lagi.

"Gimana? Aku juga gak tau", Hamy melihat ke arah Wira yang duduk di depannya. Seakan memberi isyarat untuk membantunya menjawab pertanyaan Ibra. Wira berdiri melihat sekitarnya kemudian duduk lagi.

"Brian!", Wira memanggil pemuda yang sedang menyembunyikan kepalanya di dalam lipatan tangannya itu yang kemudian merespon dengan mengangkat kepalanya malas.

"Pas kau masuk ke dalam hutan, apa ada makanan di sana?", Wira kembali bertanya.

"Maksudmu nasi padang? Udah pasti gak ada kalo itu", Brian mencoba mencairkan suasana.

"Ya enggak lah! Maksudku kayak buah atau yang semacamnya", ucap Wira.

"Entah, aku gak terlalu perhatiin sih", jawab Brian.

Wira menanyakan hal yang sama pada Vanri. Pemuda itu hanya mengendikkan bahunya saat ditanya. Sebenarnya anak itu gak tau atau gak peduli? Ya sudahlah. Hamy berdiri dari duduknya dan melangkah menuju depan kelas. Sepertinya ia mau mengatakan sesuatu pada yang lain.

"Wee! Ini udah siang dan pasti kalian lapar kan? Sama aku juga... baek kita pergi ke dalam hutan buat ngumpulin makanan abistu balek lagi ke sini buat makan bareng - bareng", Hamy menerangkan. Semua anak yang melihatnya mengangguk setuju dengan apa yang ia katakan.

"Hamy! Aku punya ide, kenapa gak kita buat tim gitu biar ngumpulin makanannya jadi lebih banyak juga lebih cepet gasih jadinya?", Devi membuka suara.

"Nah iya... kayak gitu aja My, jadinya lebih gampang", Wira menambahkan.

"Yaudah terserah kalian lah, tapi siapa yang mau bagiin timnya?", Eggy mengangkat tangannya setelah Hamy berbicara. Disaat yang bersamaan, Moza juga mengangkat tangannya.

"Yaudah, biar kalian berdua aja", Wira menunjuk ke arah Moza dan Eggy. Sedangkan Hamy hanya mengangguk setuju.

..

Setelah diskusi yang lumayan lama antara para wanita, akhirnya mereka memberitahukan tim yang barusan mereka bentuk. Mereka membentuk enam tim yang etiap timnya terdiri daari dua orang.

"Wee teman! Aku bakalan sebutin nama – nama timnya, dengerin baik - baik", ucap Eggy di depan kelas. "Tim satu, Ibra sama Manda ; Tim dua, Elnika sama Tipen ; Tim tiga, aku sama Devi ; Tim empat, Wira sama Brian ; Tim lima, Vanri sama Hamy ; Tim enam, Jesica sama Moza", sambung Eggy.

"Udah semuanya kan?", tanya Moza. Semua mengangguk.

"Oke, timnya kan udah dibagiin tuh... jadi nanti sebelum matahari terbenam, semuanya udah ngumpul lagi di dalam kelas", ucap Hamy, yang lain hanya meng 'iya' kan ucapan Hamy.

..

Meskipun tim sudah dibagi, beberapa dari mereka memutuskan untuk pergi bersama – sama karena menurutnya akan lebih aman. Tim Elnika dan Tipen memutuskan untuk mengikuti tim Wira dan Brian. Sedangkan tim Jesica dan Moza memutuskan untuk mengikuti tim Vanri dan Hamy.

"Sampai kapan kalian ngikutin kami terus?", ucap sang wakil ketua kelas pada dua wanita di belakangnya.

"Setidaknya mikirlah! Kami ini cewek, udah seharusnya kalian para cowok melindungi kami", ucap Tipen.

"Apa kalian masih bisa kelahi di situasi kayak gini?!", Elnika memotong.

"Udah – udah... dari pada kalian kelahi disini, baek kita lanjut aja", Brian memecah ketegangan di antara mereka bertiga.

Mereka lanjut jalan. Gak tau mau kemana, yang penting bisa dapet makanan... atau setidaknya sesuatu yang bisa dimakan dan gak bikin sakit perut. Saat di jalan, Kaki Wira gak sengaja menendang sesuatu. Seperti batu tapi berwarna. Bukan, itu memang batu... tapi berwarna. Warnanya biru dongker. Batunya lumayan besar, kira – kira seukuran dengan bola kasti dan terdapat tulisan yang terukir di atas batu itu. Sedikit sulit membaca tulisan di atas batu itu, kecuali kalau kau meraba ukirannya.

'Wira,, ehh! Itu kan namaku, kenapa bisa terukir disini?' – batin Wira bertanya.

Wira memutuskan untuk menyimpan batu itu bersamanya. Mungkin aja ini ada kaitannya dengan kejadian hari ini. Ia berencana untuk memberitau hal ini kepada Brian, namun entah kenapa ia mengurungkan niatnya. Ia kembali ke dalam rombongannya dan bertingkah seolah gak terjadi apa – apa.

"Kau dari mana aja?", tanya salah seorang dari rombongannya.

"Aku... aku tadi kesana, aku kira pohon di sebelah sana berbuah,, ternyata gak ada apa - apa", jawab Wira sedikit bingung awalnya. Brian memperlihatkan sebuah batu yang mirip dengan batu yang ia temukan, hanya saja warnanya berbeda.

"Lihat ini, aku ketemu ini pas mau ngambil kayu bakar... ada namaku di atas batu ini", Brian memperlihatkan batu berwarna hijau teal yang ukurannya hampir mirip dengan milik Wira. Seketika Wira langsung memperlihatkan batu miliknya.

"Jadi kau juga dapat?! Apa artinya ini?", Brian kebingungan.

"Entah, mungkin nanti aja kita omongin di kelas... liat tuh para cewek, mereka udah dapet makanan aja", Wira mengalihkan pembicaraan mereka dan pergi mendekati Elnika dan Tipen yang berjarak kira – kira lima meter dari tempatnya berdiri.


...    

Another Dimension of My SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang