[4]

46 7 0
                                    


Another Dimension of My School

By : Shalsahazz

Fantacy ; TF

Rate : T

.

Happy Reading

..

"I-Itu, gimana bisa?!"

"Keren kan?!"

..

Brian sangat takjub sekaligus gak percaya. Gimana bisa orang bisa megang api sungguhan. Jesica yang melihat wajah speechless Brian tertawa dengan bangganya. Ia kemudian merapatkan kedua tangannya dan api yang ada di tangannya menghilang. Sebenarnya Jesica ingin mengatakan kejadian ini pada yang lain. Tapi semua orang sibuk dengan buku milik Manda jadi ia gak dihiraukan - Jesica yang malang -. Akhirannya dia sembunyiin sampe ternyata dinotis sama Brian - ciee dinotis - .

"Kau gak mau kasih tau mereka?", tanya Brian.

"Gak lah, biarin nanti mereka tau sendiri", Jesica tersenyum kemudian berjalan kembali memasuki ruang kelas. Di kelas, mereka ramai - ramai meminta Manda untuk mengartikan warna batu yang mereka miliki.

"Jes!", seseorang melangkah mendekati Jesica yang baru aja masuk ke dalam kelas.

"Jes, tau gak? Kata Manda, batu punyaku artinya Plant Maker", ucap seorang anak perempuan yang memanggil Jesica.

"Mamat Gy... betewe, bukannya batumu sama batu Elnika sama ya warnanya? Berarti Elnika juga Plant Maker dong?", ucap Jesica sambil berjalan ke arah tempat duduknya.

"Eh, iya ya... yahh, masa sama sih", Eggy menggerutu.

"Gak papa lah, berarti kalian bisa saling membantu", ucap Jesica.

"Kalau kau apa Jes?", tanya Eggy. Jesica mengendikkan bahunya, padahal sebenarnya dia udah tau jawabannya.

"Coba liat batumu", Jesica memberikan batu miliknya pada Eggy.

"Ihh, batumu dua warna... itu artinya kau Double Power", ucap Eggy setelah melihat batu milik Jesica.

"Hah? Maksudnya?"

"Iyaa,, itu artinya kau punya dua kekuatan, kayak Tipen tadi... warna batunya biru azure dan abu - abu gelap,, kata Manda, biru azure artinya Mind Reader kalau abu - abu gelap artinya Infisibility"

Setelah lelah Eggy menjelaskan pada Jesica, ia memutuskan untuk pergi meninggalkan Jesica dan mengambil minuman di dalam tasnya. Jesica seketika menjadi terdiam. Mungkin dia bingung. Entahlah.

'Haruskah aku cari tau? Aku ingin tanya pada Manda tapi dia masih sibuk'-batin Jesica menggema.

..

Setelah pikirannya melayang - layang, Jesica memutuskan untuk menanyakan hal itu besok pagi aja pada Manda. Matanya kini mulai berat dan tubuhnya juga udah kelelahan dari tadi. Ia menyembunyikan kepalanya di dalam lipatan tangan yang bersandar di atas meja.

Karena hari sudah gelap, semua orang memutuskan untuk membuat tempat istirahatnya senyaman mungkin. Sungguh hari yang melelahkan. Besok apa lagi yang akan mereka temui? Entahlah. Berharap hari esok lebih baik dari hari ini.

"kalian semua tidur aja, malam ini aku sama Wira bakalan begadang", ucap sang ketua kelas.

"Vanri... nanti kalau kami udah ngantuk, aku banguninmu sama Brian ya", ucap Wira pada Vanri.

"Iya iya... atur aja", jawab Vanri.

Keadaan menjadi sedikit lebih hening. Walau masih terdengar suara bincang - bincang pelan. Sebagian udah ada yang beranjak ke alam mimpinya, sebagian lagi masih terjaga dengan mata sembab yang masih bisa terbuka.

Hari semakin malam, keheningan menyelimuti ruangan itu. Terdengar suara jangkrik dan suara - suara hewan malam lainnya. Menyisakan dua orang yang masih berjaga disana. Sebenarnya mereka udah ngantuk, tapi maksa buat melek. Biarin aja, tunggu sampe bener - bener gabisa melek lagi baru mereka bangunin dua orang yang tadi udah dikasih tau.

"Hamy, aku ngantuk kali lo, aku bangunin Vanri ya?", Wira memecah keheningan di antara mereka berdua.

"Terserahmu lah", Hamy menjawab.

"Kau gimana nanti?"

"Kalo kau mau tidur ya tidur aja, aku masih kuat kok"

"Aku bangunin Vanri ya?"

Hamy mengangguk. Sebenernya gak tegaan harus ganggu tidur orang. Tapi mau gimana lagi, dia juga gak mau terjaga sendirian. Dengan lemas Wira menggoyang - goyangkan badan Vanri berharap supaya dia bangun. Pemuda itu kemudian bangun dari tidurnya dan mengusap wajahnya.

"Aiisshh, ngantuk kali aku wak", ucap Vanri sambil bangkit dari tidurnya kemudian pergi ke luar.

"Kau mau ke mana Van?", tanya Hamy.

"Mau cuci muka dulu sebentar", jawab Vanri meneruskan langkahnya.

Setelah selesai membasuh mukanya, Vanri masuk lagi ke dalam kelas. Dia gak sengaja nyenggol vas bunga di atas meja guru sampai vasnya hancur. Dia bingung. Padahal vasnya gak jatuh gak apa, tiba - tiba bisa hancur cuma gara - gara kesentuh tangan Vanri.

"Hayolah Vanri... kau apain vasnya?", Hamy menyalahkan.

"Mana aku tau, padahal cuma kesenggol dikit doing wak, jatuh aja enggak", ucap Vanri bingung sekaligus sedikit panik.

"Apa kau tadi udah tanya sama Manda apa kekuatanmu?", tanya Hamy.

"Breaker", Vanri langsung menjawab.

"Nah, mungkin gara - gara itu vas bunganya jadi ancur", Hamy menyimpulkan sendiri.

"Masa aku gaboleh pegang apa - apa? Aku harus gimana dong?", tanya Vanri bingung.

"Untuk sementara waktu iya, mungkin besok pagi kau harus tanya Manda apa yang baeknya kau lakukan", Hamy memberi saran.

Karena takut mengkancurkan barang lagi, Vanri hanya diam seperti orang kikuk. Dia gak berani megang apapun saat ini. Bahkan bajunya sendiri. Dia takut kalau dia pegang bajunya, nanti bajunya hancur dan berakhir dengan telanjang dada. Dia gak mau absnya terekspos - iya kali dia punya abs -. Pikirannya terlalu melayang jauh.

"Vanri, bisa tolong aku pindahin meja ini?", Hamy lagi kesusahan gara - gara meja yang tersangkut.

"Aku gak bisa Hamy, nanti mejanya ancur sama aku", jawab Vanri.

"Kau bukan lagi nyari alasan kan?", Hamy mengintrogasi.

"Kau gak percaya sama aku Hamy?", ucap Vanri.

"Serahmu lah Van", Hamy melanjutkan kegiatannya.


...

Another Dimension of My SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang